Hal yang ia maksud yakni pendidik bisa mendapat gaji lebih layak.
“Kami enggak muluk-muluk minta. Cuma sedikit penghargaan. Jangan lebih tinggi gaji office boy daripada kami pendidik. Tugas kami mencerdaskan anak bangsa. Dari dosen, guru, penyuluh agama, berbagai kalangan kami tak dapat satu penghargaan profesi,” ungkap Nita.
“Coba dibayangkan, masih ada teman-teman kami digaji Rp 240.000 satu bulan. Kami yang mendidik, kami yang mencerdaskan anak bangsa sampai jadi presiden. Itu karena ada gurunya, tidak mungkin mereka jadi sendiri, pintar tanpa kami,” lanjut dia.
Baca juga: Ratusan Tenaga Kesehatan di Aceh Utara Perebutkan 73 Formasi PPPK
Saat ini, Nita sendiri mendapat gaji sekitar Rp 1,5 juta per bulan.
Itu pun masih di bawah upah minimum provinsi (UMP). Sebab, UMP Aceh berada di angka Rp 3,4 juta.
Nita berharap, para pendidik bisa mendapat gaji lebih layak melalui perjanjian PPPK.
Itulah sebabnya mereka menuntut penambahan kuota formasi tahun ini
Apalagi, mereka telah lulus passing grade pada ujian PPPK Kemenag tahun 2022.
“Kami tidak minta (jadi) PNS. Kami tahu usia kami mengabdi sudah lama. Usia kami sudah tidak mungkin jadi PNS. Kami hanya minta digaji sesuai dengan perjanjian PPPK,” ucap dia.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Guru MTs Asal Aceh, Tahan Lapar dan Lelah demi Perjuangkan Kuota PPPK Kemenag
BACA BERITA LAINNYA DI SINI