Trans Continent Mulai Beraktivitas di Palu, Gorontalo, dan Makassar, Bagaimana di Aceh?

Penulis: Zainal Arifin M Nur
Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CEO PT Trans Continent, Ismail Rasyid, di depan kantor PT Trans Continent di Perth, Western Australia, Jumat (25/3/2022).

Sejak tahun 2020, Ismail Rasyid mulai merintis sebuah cita-cita untuk menghadirkan sebuah kawasan berikat untuk menunjang aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Malahayati Krueng Raya, Aceh Besar.

Kegagalan investasi di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong setahun sebelumnya, tidak membuat Ismail Rasyid patah arang.

Ia bergeser beberapa kilometer dari Ladong, tepatnya di kawasan Desa Beurandeh, dan mulai membangun sebuah kawasan yang digadang-gadang akan menjadi kawasan berikat.

Dalam perencanaannya kawasan ini dilengkapi dengan terminal alat berat dan kontainer, perkantoran, industri kecil dan menengah, hingga kantor petugas bea cukai dan imigrasi untuk memudahkan proses ekspor dan impor dari Aceh.

Saat ini, lahan depo dan kantor milik PT Trans Continent yang berada di Jalan Malahayati, Desa Beurandeh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar ini, telah mencapai 20 hektare.

Di sini, Ismail Rasyid membangun sebuah kantor megah dan cantik di atas bukit kecil, lengkap dengan berbagai fasilitas, seperti mushalla, dua ruang pertemuan, mess, kitchen room, serta fasilitas listrik, air bersih, dan internet.

Baca juga: PT Trans Continent Siap Jadikan Aceh Sebagai Daerah Penghubung dengan ASEAN dan Kawasan Lainnya

Sebuah ruang pertemuan yang berada di lantai dua Kantor PT Trans Continent, menghadap ke dua sisi lautan (Pelabuhan Malahayati) dan pegunungan Bukit Barisan.

“Alhamdulillah semua fasilitas sudah lengkap. Memang saat ini belum ada aktivitas, tapi kapan pun diperlukan, kita sudah siap,” ujar Ismail Rasyid.

“Untuk alat berat, jika diperlukan bisa digeser dari daerah lain,” lanjutnya.

Ismail Rasyid pun mengakui bahwa depo dan kantor PT Trans Continent di Krueng Raya ini adalah yang terbesar dari kantor lainnya di seluruh Indonesia.

Pembangunan depo di Aceh ini juga berbeda dengan daerah lain.

Di daerah lain, Trans Continent beraktivitas dulu baru kemudian bangun depo dan kantor, sementara di Aceh lebih dulu membangun depo, meski hingga sekarang belum ada aktivitas yang rutin.

“Aktivitas rutin atau kegiatan utama di depo Krueng Raya hampir tidak ada, tapi saat ini dalam proses kerja sama dengan USK (Universitas Syiah Kuala) untuk membangun pabrik pengalengan ikan keumamah yang diberi nama Lituna,” ungkap Ismail Rasyid.

Menurutnya, minimnya aktivitas PT Trans Continent di Aceh karena hampir tidak ada kegiatan industri di provinsi ini.

Volume barang yang masuk dan keluar dari Aceh tidak stabil, tidak kontinyu, dan nyaris tidak ada peningkatan yang signifikan.

Halaman
123

Berita Terkini