Tangis Titiek Puspa Saat Mendarat di Aceh Pasca Tsunami 2004: Semua Hancur, Engga Ada Apa-apa Lagi
SERAMBINEWS.COM – Musisi Indonesia, Hj Sudarwati dikenal sebagai Titiek Puspa tak kuasa menahan tangisnya saat menginjakkan kaki di Aceh pasca Tsunami 2004.
Titiek Puspa tak bisa menyimpan kesedihannya kala melihat Aceh yang telah proak-proanda di terjang Tsunami 2004.
Banyak mayat-mayat dan orang-orang yang menangis kala itu meratapi nasibnya.
Peristiwa kelam tersebutr terjadi pada 19 tahun yang lalu, 26 Desember 2004, menjadi tragedi bencana alam yang paling membekas dalam ingatan masyarakat Aceh.
Gelombang tsunami setinggi 30 meter menyapu pesisir Aceh 15 menit setelah gempa berkekuatan 9,3 SR yang terjadi di dasar Samudera Hindia.
Baca juga: Kisah Putri Diselematkan Sebuah Jerigen saat Tsunami Aceh 2004: Saya Peluk Erat dan Terombang-ambing
Kejadian itu terjadi pada hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.
Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya.
Ratusan ribu nyawa manusia menjadi korban dari bencana mahadahsyat di abad ini.
Sebuah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Senin 3 Januari 2005, memuat tentang sosok penyanyi Tanah Air, Titiek Puspa yang menangis ketika meninjau langsung Bumi Aceh empat hari setelah Tsunami.
Artikel ini ditayangkan kembali untuk memperingati 19 tahun bencana Tsunami Aceh 2004, Selasa (26/12/2023).
Titiek Puspa Menangis di Aceh
Hati penyanyi senior Titiek Puspa terasa pilu jika melihat tayangan televisi tentang musibah di Aceh.
“Aduh, semua hancur, enggak ada apa-apa lagi, mayat-mayat busuk di mana-mana." ujar Titiek Puspa.
Titiek Puspa langsung meneteskan air mata ketika mengunjungi Banda Aceh bersama Agum Gumelar dan KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym dan beberapa rombongan pada 30 Desember 2004.
Titiek mengaku, sejak di Bandar Udara Iskandar Muda, Blangbintang, Aceh Besar, dia langsung di serbu para wanita.
Tidak sedikit perempuan setempat yang meratap di pelukannya.
Apalagi ada yang baru dihubungi sehari sebelum berangkat.
"Mereka nangis, 'Mbak, aku sudah enggak punya apa-apa lagi, anakku, suamiku hilang. Wis, air mataku menetes terus," imbuhnya.
Titlek juga merasa prihatin sebab banyak alat-alat berat dan kendaraan-kendaraan menjadi lumpuh karena minimnya persediaan BBM.
Kekurangan BBM inilah membuat sulitnya untuk menyingkirkan puing-puing bekas gempa bumi dan terjangan gelombang.
Baca juga: Mengenang 19 Tahun Tsunami Aceh, Ini Sosok Wanita Perekam Gelombang Tsunami, Videonya Viral Sedunia
Mendistribusi bantuan bagi para korban hidup, atau mengangkut, mengumpulkan, dan mengubur para korban tewas yang banyak dan ada di mana-mana.
Untuk berbuat seperti ini, hanya tentara yang bisa berbuat.
Hanya tiga jam rombongan Agum dan AA Gym berada di Banda Aceh.
Apalagi bandar udaranya sangat kecil sehingga tidak bisa menampung banyak pesawat.
"Karena banyak pesawat yang akan mendarat di situ, setiap pesawat cuma boleh berhenti 45 menit.
Untung Pak Agum bisa maksa supaya pesawat kami bisa berhenti di situ tiga jam. Kalau enggak, dalam 45 menit kami tak bisa berbuat apa." cetusnya.
Sebetulnya, ke Banda Aceh Titiek juga membawa uang sumbangan yang digalangnya secepat kilat dari para anak dan cucunya di Jakarta.
“Tapi, sampai di sana. aku enggak tahu uang itu mau aku kasih lewat siapa. Akhirnya, aku bawa lagi ke Jakarta. Aku kasih lewat RCTI sajalah," pungkasnya.
Tsunami Aceh didahului dengan Gempa
Tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB, 26 Desember 2004, dengan berkekuatan 9,3 skala Ritcher.
Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.
Jumlah korban meninggal dunia dari peristiwa alam tsunami Aceh itu disebut mencapai 250.000 jiwa.
Penyebab tsunami Aceh tahun 2004 sendiri diketahui dipicu oleh adanya gempa tektonik yang juga merupakan gempa terbesar ketiga yang pernah tercatat di dunia dan memiliki patahan lempeng terpanjang yang pernah diamati oleh para peneliti.
Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan.
Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari bibir pantai ke tengah daratan pemukiman warga.
Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana alam tsunami Aceh ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Kemudian bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat yang terkena bencana Tsunami Aceh.
Bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat yang terkena bencana tsunami Aceh.
Pesawat militer dari Jerman hingga kapal induk milik Amerika Serikat didatangkan ke lokasi bencana, selang beberapa hari dan proses pencarian korban terus digencarkan.
Jumlah korban dari peristiwa alam tsunami Aceh tersebut disebut mencapai 250.000 jiwa korban.
Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.
Gempa dan tsunami di Minggu pagi itu tidak hanya menimpa wilayah Aceh dan Sumatera Utara, tapi juga wilayah negara lain yang terletak di kawasan Teluk Bengali, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Thailand.
Sementara di Aceh, bencana tsunami yang menghantam begitu kerasnya ini memutuskan semua jaringan listrik juga komunikasi di sana. Sehingga kondisi benar-benar darurat.
Kemudian dari itu ada beberapa ratusan mayat yang sudah di temukan dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Lalu ada beberapa banyak yang hilang akibat tersapu gelombang, tertimpa reruntuhan, dan sebagainya.
Ada beberapa ratusan ribu warga yang masih selamat mereka kehilangan tempat tinggal dan keluarganya, lalu sementara mereka harus tinggal di lokasi pengungsian. (Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Agus Ramadhan)