Pemberitaan pola begini menggiring para konstituen. Walaupun pada awalnya mereka sudah punya pilihan, dan bukan akan memilih pasangan yang diberitakan menang tersebut, tetapi karena adanya justifikasi survei dan pemberitaan media, akhirnya mereka terpengaruh. Sehingga, pada hari pemilihan dia memilih pasangan yang diberitakan itu. Semua ini adalah provokasi berbasis kecurangan.
Peran lembaga pengawas haruslah optimal. Optimalisasi para pengawas menentukan hasil pemilu berkualitas. Hasilnya berupa presiden dan wakil presiden beserta seluruh jajaran eksekutif mulai dari tingkat pemerintah pusat hingga desa. Begitu juga dengan hasil untuk jajaran legislatif, baik untuk level DPR RI, hingga level provinsi dan kabupaten/kota.
Hasil pemilu berkualitas sangat penting dalam rangka mewujudkan negara yang demokratis, bukan saja dalam tataran eksekutif dan legislatif, melainkan juga untuk membangun kekuasaan yudikatif yang berintegritas dan berkualitas. Hal ini karena, keberadaan para hakim agung turut ditentukan oleh peran anggota DPR RI. Apabila para anggota DPR RI berintegritas dan berkualitas, maka diyakini para hakim agung yang dipilih oleh DPR juga akan berintegritas dan berkualitas.
Selain antisipasi potensi kecurangan, lembaga pengawas semisal Bawaslu RI hingga jajarannya sampai pada Bawaslu kabupaten/kota dan pada TPS-TPS, diperlukan juga peran optimal lembaga-lembaga nonformal (media massa, medsos, LSM, akademisi, ormas, OKP, dan lain-lain) untuk memonitor setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Keempat, aturan yang benar dan tepat. Untuk mewujudkan pemilu beradab diperlukan juga aturan pemilu yang benar dan tepat, termasuk perubahan undang-undang yang merupakan mandatori dari Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Undang-Undang Pemilu.
Kasus Anwar Usman atau paman Gibran yang dengan putusannya meninjau kembali (judicial review) ketentuan dalam UU Pemilu sehingga membolehkan cawapres RI berusia di bawah 40 tahun asalkan pernah atau sedang menjabat kepala daerah kabupaten/kota misalnya, di mana putusan MK ini mengharuskan adanya perubahan UU Pemilu dan peraturan-peraturan ikutannya, termasuk Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu. Bahkan, Peraturan KPU tentang Kampanye terkait Debat Capres/Cawapres harus mengubah format, menyesuaikan dengan kemampuan Gibran.
Kesannya, Pemilu 2024, semua peraturan menyesuaikan dengan “kemauan Gibran”.
Kelima, peserta pemilu yang ‘fair’ dan beradab. Faktor kelima menentukan terwujudnya pemilu beradab adalah peserta pemilu yang berkompetisi secara ‘fair’. Peserta pemilu adalah partai-partai politik dan mereka yang ikut mencalonkan diri untuk dipilih sebagai calon perseorangan. Mereka ini semua haruslah beradab. Yaitu, saling menghormati meskipun saling berkompetisi, bukan saling hujat atau saling membenci, bukan pula saling menghina dan memfitnah.
Jika penyelenggara (KPU dan Bawaslu) dituntut berintegritas, maka peserta (parpol dan caleg) juga dituntut berintegritas dan beradab. Artinya, peserta pun harus jujur, taat, dan patuh pada aturan pemilu.
Peserta pemilu, meskipun didukung pemerintah berkuasa harus menjunjung tinggi moralitas, integritas, dan aturan hukum. Jangan mentang-mentang dibekap penguasa berkuasa lantas berbuat curang. Kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu mengakibatkan runtuhnya semangat berdemokrasi yang berdampak turunnya kepercayaan publik nasional maupun internasional.
Keenam, keikhlasan pemerintah untuk suksesi. Apa yang dilakukan Presiden SBY menjelang berakhirnya masa kepempinan nasional yang beliau pimpin, selayaknya menjadi teladan keikhlasan pemerintah untuk suksesi.
Pemerintah harus ikhlas mengakhiri kekuasaannya. Akhiri rezim secara baik-baik, secara layak, dan patut, serta mencerminkan etika pemerintahan. Tidak perlu ‘cawe-cawe’ membangun dinasti. Jangan paksakan seseorang yang belum layak menjadi cawapres, apalagi dengan cara tidak etis dan melanggar konstitusi.
Idealnya, siapa pun berkuasa harus berlapang dada mengikhlaskan kekuasaannya berakhir. Keikhlasan ini penting ditindaklanjuti agar pergantian kepempimpinan nasional berjalan mulus konstitusional.
Keikhlasan hati, sikap, dan tindakan untuk melepaskan kekuasaan secara terhormat akan memperlihatkan kewibawaan dan keteladanan seorang pemimpin yang negarawan.
Insyaallah, jika keenam elemen yang saya paparkan di atas dilaksanakan dengan baik, maka Pemilu 2024 akan beradab dan menghasilkan pemimpin berintegritas, berkualitas, diakui, dan dipatuhi rakyat. Semoga.