PANGLIMA TNI, Jenderal Agus Subiyanto menyatakan bahwa diri-nya sudah memerintahkan kepada Lantamal Belawan untuk mengha-lau pengungsi Rohingya masuk ke perairan Sumatera.
Bahkan diungkapkannya, Angkatan Laut Indonesia dengan Angkat Laut India sempat saling dorong supaya mereka tak masuk ke Indonesia maupun ke India. Disebutkan, Angkatan Laut India mendorong pengungsi masuk ke Indonesia, sementara Angkatan Laut Indonesia juga menolak.
"Saya sudah memerintah Lantamal untuk menghalau sebenarnya. Kemarin ada tarik-menarik antara Angkatan Laut India dengan kita. Angkatan Laut India mendorong pengungsi itu masuk ke kita. KRI kita juga mendorong agar keluar," kata Agus Subiyanto sebagaimana di-beritakan Serambi, Selasa (2/1/2024).
Hal itu disampaikan Panglima TNI saat menyampaikan pesan ke-pada Kapolda Sumatera Utara (Sumut), Pangdam I Bukit Barisan dan Pj Gubernur Sumut, Minggu (31/12/2023) malam di lapang-an Benteng Medan, terkait masuknya 170 Rohingya ke Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sabtu (30/12/2023) malam.
Sebelumnya, Panglima Kodam I Bukit Barisan, Mayjen Mochamad Hasan Hasibuan, dalam laporannya kepada Panglima TNI juga menya-rankan agar patroli di wilayah pantai timur Sumut diperketat, seperti halnya yang dilakukan di pantai barat Sumatera (Aceh).
"Kami pada kesempatan ini menyarankan untuk patroli di wila-yah pantai Timur Sumatera Utara seperti dilaksanakan di pantai barat sehingga dapat menekan mereka masuk ke Aceh dan sekarang me-reka masuk ke wilayah Sumatera Utara," kata Pangdam.
Ya, memang sudah seharusnya pengamanan laut Indonesia diperketat. Dan malah harus lebih ketat dari biasanya, di tengah maraknya gelombang kedatangan pengungsi atau imigran Rohingya saat ini.
Jika kita membaca berita sebelumnya, patroli pengamanan laut ini me-mang telah dilakukan sejak beberapa waktu lalu. TNI AL bahkan telah berhasil menghalau sebuah kapal Rohingya yang mendekati Pulau Weh di Sabang. Tetapi dengan masuknya 170 Rohingya ke Sumut, menanda-kan bahwa masih ada celah kebocoran dari pengamanan tersebut.
Peningkatan patroli ini juga menjadi salah satu sikap tegas Pemerintah terhadap permasalahan kedatangan Rohingya di tengah resistensi ma-syarakat terhadap etnis tersebut. Apalagi status dari para pendatang ini juga masih belum jelas, apakah pengungsi atau memang imigran gelap.
Jika mengacu pada defenisinya, pengungsi adalah mereka yang lari dari negara asalnya ke sebuah negara untuk menjalani hidup yang le-bih layak, yang disebabkan oleh adanya perang, bencana, persekusi, krisis ekonomi atau politik, dan lain-lain.
Sementara imigran berarti orang yang datang dari negara lain dan tinggal menetap di suatu negara, dengan tujuan tertentu berdasarkan proses perizinan dan dokumen kepindahan. Imigran terdiri dari imi-gran legal dan ilegal (imigran gelap).
Nah, status ini menjadi penting karena hal inilah yang menjadi da-sar dari kebijakan atau tindakan yang harus dilakukan. UNHCR telah menegaskan bahwa mereka adalah pengungsi korban dari krisis ke-manusiaan yang terjadi di Myanmar.
Tetapi bukti-bukti di lapangan yang didapat pihak keamanan justru mengindikasikan bahwa mereka cenderung imigran. Mereka datang bu-kan dari Myanmar, tetapi dari kamp penampungan di Bangladesh. Tuju-annya juga bukan untuk menghindari konflik, melainkan untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Disamping itu, tidak semua mereka merupa-kan etnis Rohingya, sebagiannya tercatat sebagai warga Bangladesh.
Karena itu, hal pertama yang perlu dilakukan Pemerintah adalah memastikan terlebih dahulu status mereka, pengungsi atau imigran. Sehingga masyarakat juga mendapat kepastian di tengah maraknya hoaks yang berseliweran.
Selain itu, pencegahan masuknya etnis Rohingya ini juga bagian dari upaya untuk mengurangi masalah dari keberadaan Rohingya yang makin banyak jumlahnya, yang hingga sekarang masih belum ada so-lusi mengenai lokasi penempatan mereka.