Karena itu, kerusakan pada terumbu karang akibat tumpahan batu bara di perairan Meureubo merupakan kerugian besar bagi Aceh Barat, dan mengancam kesejahteraan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut.
Dengan adanya pencemaran ini, nelayan harus berlayar lebih jauh dengan risiko yang lebih besar dan ongkos produksi yang lebih tinggi.
Pemerintah Aceh memang pernah memanggil pihak perusahaan yang bertanggung jawab atas tumpahan batubara itu berdasarkan surat bernomor 660/9576 pada 7 juni 2023.
Kemudian duduk bersama di Ruang Rapat Pontensi Daerah 1 Sekda Aceh.
Namun, Apel green Aceh melihat upaya pemerintah Aceh Barat dan Pemerintah Aceh itu hanya sebatas seremonial belaka tanpa diikuti ketegasan berupa pemberian sanksi.
Sementara, upaya cuci tangan atas pencemaran lingkungan ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat untuk mengumpulkan batubara yang berserakan di pantai yang dihargai Rp 20 ribu per karung.
“Terkait hal ini, kami menilai ini adalah upaya 'pembungkaman' terhadap nalar kritis masyarakat.
Uang tersebut tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan dan menyebabkan pelaku terhindar dari tindakan yang semestinya, yaitu bertanggung jawab membersihkan secara tuntas dan melakukan pemulihan ekosistem,” ungkapnya.(*)