Resolusi tersebut menekankan bahwa kelaparan di Jalur Gaza telah mencapai tingkat bencana dan “menolak segala bentuk pemindahan paksa penduduk sipil di Gaza yang melanggar hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional, sebagaimana berlaku.”
Demikian pula, resolusi yang direvisi tersebut “menolak tindakan yang mengurangi wilayah Gaza, termasuk melalui pembentukan apa yang disebut zona penyangga secara resmi atau tidak resmi, serta penghancuran infrastruktur sipil secara luas dan sistematis.”
Hal ini terjadi setelah Perdana Menteri pendudukan Israel Benjamin Netanyahu menolak seruan Presiden AS Joe Biden untuk menunda rencana invasi darat ke Rafah, tempat tinggal 1,2 juta warga Palestina saat ini, dan mengatakan kepada anggota Knesset Israel bahwa ia "bertekad" untuk melenyapkan Perlawanan Palestina.
Di pihaknya, Perlawanan Palestina telah menegaskan kembali bahwa mereka menuntut gencatan senjata segera dan permanen yang mengakhiri agresi Israel, memberikan bantuan dan bantuan kepada orang-orang di Gaza, memfasilitasi kembalinya para pengungsi ke rumah mereka, dan memastikan penarikan penuh pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza.
Selain memberikan dukungan militer kepada entitas pendudukan Israel, Amerika Serikat juga telah memveto tiga rancangan resolusi, dua di antaranya menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, dengan alasan kekhawatiran akan membahayakan upaya yang sedang berlangsung untuk menengahi jeda pertempuran dan pembebasan tawanan Israel.(*)