Tgk. NURUL KEUMALA, PNS pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, melaporkan dari Madinah
Meneruskan tulisan saya yang pernah saya janjikan pada reportase pertama beberapa waktu lalu, pada tulisan kedua ini saya ingin laporkan tentang perjalanan umrah kami secara mandiri (dari Madinah ke Makkah).
Saya katakana mandiri karena ini pengalaman pertama kami berjalan tanpa didampingi anak dan menantu yang sudah paham bahasa Arab dan seluk-beluk Kota Madinah dan Makkah.
Sadar bahwa tak mungkin membebani mereka terus-menerus untuk menemani kami beribadah secara optimal, mengingat kesibukan menantu yang padat jam kuliah, maka kami putuskan untuk coba melakukan perjalanan umrah sendiri. Apalagi momentum bulan Ramadhan, bulan paling mulia, yang segala ibadah di dalamnya mendapatkan pahala berlipat ganda, termasuk umrah.
Rasululullah saw. bersabda, "Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan, (pahalanya) seperti berhaji bersamaku." (HR. Bukhari Nomor 1.863)
Berangkat dari niat tersebut, alangkah ruginya kami yang sudah berada di Madinah hampir tiga bulan ini, tidak melaksanakan umrah di bulan Ramadhan.
Maka saya tertarik melaporkan perjalanan ini, dengan tujuan untuk memberikan beberapa alternatif model armada yang bisa dipilih jamaah umrah yang ingin umrah secara mandiri, bukan rombongan umrah melalui biro travel yang semuanya sudah diatur oleh pihak travel dari Madinah ke Makkah, ataupun sebaliknya.
Bagi jamaah umrah yang ‘landing’ di Madinah, ada beberapa alternatif armada yang bisa dipilih untuk melakukan perjalanan umrah. Pertama, kereta cepat. Armada ini paling diminati oleh jamaah saat ini. Sesuai namanya kereta cepat, waktu tempuh yang diperlukan hanya dua jam dari Madinah ke Makkah. Demikian pula sebaliknya.
Prosesnya bagaimana? Jamaah perorangan harus pandai-pandai dan melek teknologi. Mulai dari memesan tiket kereta cepat, memesan taksi dari hotel ke stasiun kereta cepat, proses ‘boarding’ di stasiun kereta cepat, dan beberapa tahapan lainnya yang kesemuanya melalui online, termasuk pembelian tiket.
Sangat jarang transaksi pasar di Arab yang masih manual. Sebagian besar sudah mengharuskan transaksi secara transfer online. Akan tetapi, harga tiket kereta cepat ternyata naik sangat signifikan bila tiba bulan Ramadhan.
Bila pada hari-hari biasa harga tiket 200 SAR per orang atau sama dengan Rp800.000/pp, pada bulan Ramadhan menjadi 1.000 SAR atau setara Rp4.000.000/pp/orang, belum termasuk harga taksi dari stasiun yang lumayan jauh ke hotel.
Alternatif kedua adalah memakai mobil pribadi. Hal ini bisa Anda coba bila mempunyai kerabat atau kenalan di Madinah. Seperti yang kami lakukan sebelum Ramadhan. Tentu bepergian dengan kendaraan pribadi lebih nyaman, leluasa, bisa berhenti di ‘rest area’ kapan saja. Waktu tempuh jika naik kendaraan pribadi bisa mencapai 7-8 jam. Tergantung kecekatan sopir tentunya. Biayanya? Mungkin bisa dibayangkan hal-hal yg dibutuhkan dalam perjalanan pribadi yang seperti biasa kita lakukan di tanah air, seperti bahan bakar kendaraan dan makan minum di jalan. Kami pun pernah menggunakan kendaraan pribadi untuk umrah sebelum Ramadhan dengan pengeluaran sekitar Rp7.000.000, termasuk sewa kamar hotel satu malam di Makkah, dan makan minum selama perjalanan. Biaya tersebut untuk lima orang dewasa.
Alternatif ketiga, tidak jauh beda dengan kendaraan pribadi. Di Madinah juga tersedia mobiil rental untuk jamaah yang ingin umrah. Biasanya mobil Innova atau Hiace yang dicarter oleh satu keluarga. Perbedaannya dengan kendaraan pribadi, kita tak perlu menyetir sendiri, karena sudah menyewa mobil lengkap dengan sopir. Keuntungannya, mungkin Anda tidak harus repot berganti-ganti moda transpor saat sampai di kota tujuan. Dengan mobil rental, kita diantar langsung ke hotel tujuan.
Satu hal yang harus dicermati, bila Anda memakai alternatif ini, pastikan dalam rombongan Anda ada yang paham berbahasa Arab untuk memudahkan berkomunikasi selama dalam perjalanan. Biayanya? Lebih besar daripada mobil pribadi karena diperhitungkan jasa sopir, bahan bakar, dan hotel yang harus kita booking sendiri, dan mungkin hal-hal lainnya.
Keterangan di atas saya dapatkan dari bincang-bincang dengan keluarga yang sudah lama berdomisili di Madinah.
Nah, alternatif keempat adalah menggunakan angkutan bus. Ini yang saya pilih untuk umrah pada pekan kedua Ramadhan ini. Mengapa memilih bus? Karena, buslah yang paling murah dibandingkan naik kendaraan lainnya.
Biayanya? Dengan bus, kita cukup merogoh kocek 250 SAR atau setara dengan Rp1.000.000 per orang, sudah termasuk biaya menginap satu malam di Makkah. Lagi-lagi seluruh biaya trsebut harus sudah diselesaikan secara transfer online ke pihak bus beberapa hari sebelum keberangkatan.
Sehari sebelum berangkat, calon jamaah umrah yang sudah terdaftar dan menyelesaikan biaya, akan diundang bergabung dalam satu grup WA. Grup WA diperlukan untuk penyampaian pengumuman-pengumuman penting selama perjalanan. Misalnya, tempat berkumpul jamaah, jam keberangkatan, nama hotel di Makkah, dan sebagainya, yang kesemuanya tentu dalam bahasa Arab.
Ini adalah grup WA pertama saya dalam bahasa asing. Awalnya tentu kaget, amazing, dan seru berada dalam satu grup percakapan yang berjumlah 25 orang, yang ternyata berasal dari berbagai negara. Sebagian besar tentu masyarakat lokal Arab, di samping ada juga yang berasal dari India, Pakistan, dan Turki. Dari Indonesia? Hanya saya, suami, dan satu anak laki-laki saya.
Awal keberangkatan kita berkumpul di satu masjid yang sudah ditentukan pihak bus. Kami berkumpul di Masjid Khandaq. Menunaikan shalat Isya dan Tarawih terlebih dahulu di mesjid tersebut, kemudian baru siap-siap berangkat.
Jamaah laki-laki sudah harus memakai pakaian ihram. Sdangkan perempuan dengan pakaian bebas. Sama seperti perjalanan bus malam di Aceh dengan rute dari Banda Aceh ke Medan. Begitulah perjalanan kami kali ini. Kita berangkat sekitar pukul 23.00 dari Madinah dan sampai di Makkah pukul 06.00 pagi. Sahur dan shalat Subuh di ‘rest area’. Sampai di Makkah, kami ke hotel terlebih dahulu, dibagikan kamar oleh pihak bus. Setelah dapat kamar, simpan koper, bersih-bersih diri, langsung siap-siap untuk umrah. Karena hotel kami kemarin agak jauh dari Madjidil Haram, sekitar 10 menit dari hotel, jadi kita ke Masjidil Haram menunggu shuttle bus yang disediakan pihak hotel.
Sangat mudah saat ini, rata-rata hotel yang jauh dari Masjidil Haram, menyediakan shuttle bus secara gratis. Kita tinggal menunggu di teras hotel, setiap 10 menit akan datang bus hotel yang silih berganti untuk antar jemput jamaah yang akan ke Masjidil Haram secara gratis. Dan ini di luar pengawalan dari pihak bus umrah dari Madinah. Pihak bus tersebut melepaskan kita untuk melakukan prosesi umrah masing-masing. Tanggung jawab bus jamaah dari Madinah hanya sampai kita tiba di hotel, untuk menginap satu malam. Dan akan mengembalikan kita keesokan harinya ke Madinah.
Sungguh sebuah momentum dan pengalaman spiritual yang tidak akan terlupakan, diberi kemudahan untuk melaksanakan umrah di bulan Ramadhan, berlama-lama iktikaf di Masjidil Haram pada hari Jumat, sampai waktu berbuka tiba. Sungguh akan sangat kita rindukan.
Tepat pukul 24.00 malam kami tiba kembali ke kota Madinah, diturunkan di Mesjid Khandaq, tempat berkumpul saat berangkat.
Itulah beberapa alternatif transportasi lokal antara Madinah ke Mekkah untuk melaksanakan umrah secara mandiri. Ternyata banyak jalan menuju Kakbah. (*)