Citizen Reporter
Kisah Sungai yang Jadi Nadi Kehidupan di Kuala Lumpur
Kondisi yang sama juga terbaca pada morfologi Kota Banda Aceh dengan Krueng Aceh-nya
Dr. SYLVIA AGUSTINA, S.T., M.U.P., anggota Tim Persiapan Prodi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Syiah Kuala (MPWK-USK), melaporkan dari Kuala Lumpur, Malaysia
Kuala Lumpur (KL) yang menjadi nama ibu kota Malaysia dilakabkan dari toponimi lokasi pertemuan antara Sungai Gombak dan Sungai Klang yang berlumpur. Pertemuan kedua sungai ini berada dekat masjid tertua di KL, yaitu Masjid Jamek.
Kawasan sekitar masjid kini menjadi salah satu titik ikonik di KL. Posisi masjid pada titik pertemuan dua sungai merupakan bukti dinamika pertumbungan kota dan peran masjid sebagai rumah ibadah sekaligus fasilitas publik bagi muslim di pusat kota, serta menegaskan pentingnya sungai sebagai jalur transportasi di masa lalu.
Kondisi yang sama juga terbaca pada morfologi Kota Banda Aceh dengan Krueng Aceh-nya. Seperti halnya banyak kota di negara Asia, hubungan KL dengan sungai—dulunya menjadi sumber kehidupan utama—mengalami kemunduran ketika transportasi darat mulai mendominasi. Kondisi kawasan sungai pun berubah menjadi kawasan kumuh.
Untuk mengatasi hal ini, pada tahun 2011, Pemerintah Kota Kuala Lumpur meluncurkan proyek ‘River of Life’ (Sungai Kehidupan), yaitu program revitalisasi Sungai Gombak dan Sungai Klang. Kedua sungai beserta anak sungainya tidak hanya membentuk sistem drainase utama kota, tetapi juga menjadi bagian dari sejarah, budaya, dan tantangan pengelolaan air dan banjir di Kuala Lumpur.
Tujuan utama proyek ini, menghidupkan kembali bantaran sungai sebagai ruang publik yang berkualitas sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan dan mendukung sektor pariwisata. Proyek ini mencakup wilayah seluas 781 hektare lahan dan 63 hektare badan air, serta merevitalisasi sungai sepanjang 10,7 km (https://rolkl.jwp.gov.my/en).
‘River of Life’ merupakan inisiatif besar revitalisasi sungai yang mengintegrasikan pendekatan lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi. Setidaknya ada tujuh elemen kunci dalam proyek ini.
Pertama, peningkatan kualitas air sungai dari kondisi tercemar berat menjadi air yang memungkinkan aktivitas kontak langsung seperti rekreasi air. Upaya ini dilakukan melalui pembangunan fasilitas pengolahan air limbah, sistem perangkap sampah, serta relokasi industri di sepanjang bantaran sungai;
Kedua, pengembangan kawasan tepi sungai secara bertahap sepanjang 10,7 km, dari Titiwangsa hingga Mid Valley, dengan pembangunan jalur pedestrian, jalur sepeda, ruang terbuka hijau, dan elemen lanskap kota yang ramah pejalan kaki;
Ketiga, penguatan zona warisan budaya dan ikonik di sekitar pertemuan Sungai Klang dan Gombak, yaitu kawasan Masjid Jamek, yang dilengkapi dengan pencahayaan arsitektural malam hari (blue pool illumination) serta elemen interpretasi sejarah dan budaya.
Keempat, peningkatan aksesibilitas dan konektivitas kota dengan membangun jembatan penyeberangan, serta integrasi dengan sistem transportasi publik seperti bus, LRT dan MRT. Mesjid Jamek merupakan salah satu ‘hub’ transportasi multimoda di KL. Kawasan masjid juga terhubung sangat baik dengan Pasar Seni dan Dataran Merdeka;
Kelima, ‘River of Life’ juga fokus pada penguatan ekonomi lokal dan pariwisata, melalui pengembangan zona komersial, aktivasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta penyelenggaraan kegiatan berbasis komunitas;
Kenam, partisipasi masyarakat menjadi bagian penting melalui edukasi lingkungan dan pelibatan publik untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dalam menjaga sungai; dan
Ketujuh, proyek ini dilengkapi dengan sistem pemantauan sungai berbasis teknologi (smart monitoring) dan pendekatan manajemen terpadu lintas instansi.
Proyek ‘River of Life’ telah menunjukkan sejumlah keberhasilan penting dalam mengubah wajah sungai perkotaan menjadi kawasan lebih baik. Namun, proyek ini juga mendapat kritik dari kalangan akademisi, aktivis, dan masyarakat. Salah satu kritik utama adalah revitalisasi lebih menitikberatkan pada aspek estetika dan pariwisata, sedangkan aspek ekologi dan keberlanjutan jangka panjang belum sepenuhnya terintegrasi. Misalnya, naturalisasi bantaran sungai dan perlindungan habitat alami masih dianggap minim sehingga ekosistem air tidak sepenuhnya pulih.
Citizen Reporter
Penulis Citizen Reporter
Kisah Sungai yang Jadi Nadi Kehidupan di Kuala Lum
SYLVIA AGUSTINA
Menyelami Keindahan Arsitektur dan Spiritual di Masjid Kristal Kuala Terengganu Malaysia |
![]() |
---|
Merevitalisasi Fungsi Masjid sebagai Rumah Edukasi Anak |
![]() |
---|
Aplikasi 'Too Good To Go' Upaya Belgia Kurangi Limbah Makanan |
![]() |
---|
Mengelola Kehidupan Melalui Kematian: Studi Lapangan Manajemen Budaya di Londa, Toraja |
![]() |
---|
Saat Penulis Sastra Wanita 5 Negara Berhimpun di Melaka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.