SERAMBINEWS.COM - Kurban (qurban) merupakan salah satu ibadah utama di bulan Dzulhijjah.
Adapun pelaksanaannya dilakukan bertepatan dengan hari raya idul adha, yakni pada 10 Dzulhijjah.
Namun ritual ibadah ini juga bisa dilaksanakan pada hari-hari tasyrik, yaitu pada 11, 12, dan 13 dzulhijjah.
Seperti ibadah lainnya, saat kurban juga harus disertai dengan niat.
Dalam persoalan niat kurban, ada beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh pelaksananya.
Lalu apa saja hal penting soal niat kurban tersebut?
Simak ulasan dari dai dan ulama muda Aceh, Ustadz Masrul Aidi yang dirangkum Serambinews.com berikut.
Baca juga: Mana yang Lebih Dahulu Kurban untuk Diri Sendiri atau Orang Tua?Ini Penjelasan Buya Yahya
Waktu niat kurban
Dalam artikel yang diterbitkan Serambinews.com 20 Juli 2020, Ustadz Masrul Aidi pernah menyampaikan beberapa hal terkait niat kurban.
Termasuk mengenai waktu pelaksana kurban memanjatkan niat kurban.
Ustad Masrul mengatakan, niat penyembelihan kurban boleh dilakukan pada saat hewan itu disembelih.
Baik itu penyembelihan yang dilakukan sendiri oleh pemilik kurban atau orang yang diwakilkan.
Disamping itu, niat juga boleh dilakukan pada saat penyerahan hewan kurban kepada panitia.
“Niat penyembelihan qurban boleh pada saat disembelih oleh pemiliknya atau orang yang diwakili, boleh pula pada saat penyerahan hewan qurban kepada panitia,” terang Ustaz Masrul sebagaimana dilansir dari Serambinews.com.
Sebutkan 'Sunnah" pada niat kurban
Dalam persoalan niat kurban, pelaksana juga harus benar-benar memastikan agar tidak salah dalam pengucapannya.
Sebab, kesalahan dalam hal niat kurban bisa membuat ibadah ini menjadi tidak tepat sasaran, yang berdampak pada pembagiannya.
Menurut Ustad Masrul Aidi, dalam pengucapan niat kurban idul adha, harus menyebut "kurban sunnah".
Apabila tidak disebutkan kata ‘sunnah’ dalam niat, maka kurban tersebut akan menjadi kurban wajib.
"Jangan salah, 'qurban sunat'. Bila tak disebut sunat, akan menjadi qurban wajib yang haram dimakan oleh pemiliknya,” jelas alumnus Ulumul Hadits di Universitas Al-Azhar Angkatan 2005 tersebut.
Sebagai contoh, Ustaz Masrul memberikan seutas kalimat niat kurban.
“Contoh niat ‘ya Allah ini qurban sunat fulan bin fulin’,” sebutnya.
Baca juga: UAS Ungkap Bagian Hewan Kurban Paling Baik Dimakan Orang yang Berkurban Saat Idul Adha
Baca juga: Waktu-Waktu Menyembelih Hewan Kurban Idul Adha dan Batas Pelaksanaannya, Simak Penjelasan UAS
Sebagaimana yang pernah dipaparkan Ustad Masrul pada 2017 lalu, kurban terdiri dari dua jenis berdasarkan status hukumnya.
Yaitu kurban wajib dan kurban sunnah.
Adapun kurban menjadi wajib hukumnya disebabkan karena nazar.
"Seumpama nazar seorang yang memiliki seekor kambing misalnya. Ia mengatakan, ‘kambing ini adalah qurban.’ Ucapan demikian menjadikan kambing tersebut sebagai qurban yang wajib, dengan sebab adanya nazar.” terang Ustad Masrul, dikutip dari artikel Serambinews.com pada 25 Agustus 2017.
Sementara kurban yang hukumnya sunnah, adalah kurban yang bukan disebabkan adanya nazar.
"Lafalnya menjadi, '...kambing ini adalah kurban sunat...dst.” jelas pimpinan pesantren Babul Maghfirah, Cot Keueng, Aceh Besar tersebut.
Apabila status kurban wajib, lanjut Ustad Masrul, maka maka wajib atas hewan itu untuk disedekahkan seutuhnya.
Mulai dari kulit, tanduk, daging dan juga tulangnya.
Apabila pemilik atau ahli waris pemilik kurban memakan sedikit saja, maka wajib untuk digantikan dengan daging lain.
Daging yang diganti ini kemudian disedekahkan kepada fakir dan miskin.
"Dalam pembagian dari sembelihan hewan kurban sunat, adalah peruntukannya yang dibagi tiga.
"Sebagian besar disedekahkan, sebagian untuk hadiah kepada handai taulan untuk dimakan, dan sebagian kecil untuk dimakan sendiri.
"Ini sedapat mungkin tidak lebih dari tiga suap saja untuk mengambil berkah,” kata Masrul.
Baca juga: Sahkah Berkurban Jika Tidak Menyaksikan Hewan Kurban Disembelih? Simak Penjelasan UAS
Tidak dijual atau dijadikan ongkos panitia
Selain persoalan waktu dan niat, Ustaz Masrul juga menyampaikan persoalan lain yang harus diperhatikan oleh pelaksana kurban.
Kurban, ujar Ustaz Masrul, tidak boleh dijual atau dijadikan sebagai ongkos kepada panitia penyembelihan.
“Kulit dan bagian lain dari hewan kurban tidak boleh dijual, dan tidak boleh dijadikan ongkos panitia penyembelihan," jelasnya,
Apabila dilakukan juga, lanjutnya, maka kurban yang dilaksanakan tersebut menjadi batal.
Adapun untuk ongkos panitia disediakan dari sumber yang lain dari hewan kurban.
"Misalnya dari sisa harga pembelian hewan kurban,”terang Masrul.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI