Kupi Beungoh

Qismullah Yusuf : Elegi, Ode, Doa, dan Panglima Itam - Bagian Dua

Editor: Firdha Ustin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Hanya dua kali bolak balik, jebakan itu berhasil. Ia dipanggil oleh kontroler dań mengajak laga ayam jantan Apa Noh dengan ayam jantan sang kontroler.

Ceritanya kemudian sangat gampang ditebak. Karena bangun tidur hari minggu, sang kontroler keluar dari rumah nya ke halaman dengan memakai kain sarung. Ia duduk berjongkok menikmati ayam yang berlaga.

Kesempatan itu tak dibiarkan Apa Noh. Sang kontroler ditikam dałam dua kali dengan “ sikin tuangan”- pisau besi paling tajam. Ia kemudian lari meninggalkan Belanda yang sedang sekarat.

Bang Qis menuturkan dengan indah bagaimana Apa Noh berlari kecil dari Lameulo kearah Keumala, melewati Keumala Dalam, dan mendekati Tangse.

Menjelang maghrib ia tiba di depan kamp pejuang Muslimin. Dari jauh sang komandan Muslimin berteriak, “soe nyan, ke eu beugot”- siapa itu, lihat dan perhatikan dengan seksama.

Seseorang dari balik semak menjawab dengan suara keras “ Si Noh Teungku”- Si Noh tengku. Sang Komandan menjawab, “nyan Aneuk kuh, ka kapoh kaphe nyak”- dia anak ku, kau telah membunuh sang kafir anak ku. Tiket untuk menjadi pejuang Muslimin itu telah ada untuk Apa Noh.

Sengaja saya menceritakan kisah Apa Noh itu yang diceritakan Qismullah hanya untuk memberi ilustrasi kemampuan berceritanya dan ingatannya yang tidak biasa.

Kita bisa terkesima mendengar cerita, bak seorang “story teller” -pencerita profesional. Suaranya lembut, jernih, tersenyum,dengan tatapan mata yang sayu, kadang keras terkendali.

Bang Qis punya koleksi cerita klasik yang tak pernah habis, yang mungkin ia dapatkan dari sejarah dengan cara tutur “ oral history” yang kaya. Ia bisa bercerita berhari-hari, tentang kecerdasan, kehebatan, kepahlawanan Tgk Syik Pante Geulima di Meureudu, Tgk Syik Trueng Capli di Teupin Raya, dan Tgk Syik di Pasi, bahkan mungkin dałam sejumlah Trilogi yang tak pernah selesai.

Ia bisa bercerita berhari-hari tentang Pelabuhan Nyong di pesisir Lueng Putu, yang pernah menjadi markas Angkatan Laut Kerajaan Aceh.

Saya kadang berseloroh ketika kami ngopi sore di Solong Ulee Kareng, bahwa cerita itu hanya mitos. Lalu ketika ia menunjukkan fakta-fakta fisik, dan cerita rakyat, saya tak berani lagi mebantahnya.

Ketika topik topik inti selesai kami bahas, seperti anak kecil, saya selalu meminta bang Qis untuk bercerita tentang sejarah klasik Aceh yang tak tertulis.

“What story you want me tell”- cerita apa yang kamu mau dengar ? dia bertanya. Saya menjawab “The never ending story” - cerita yang tak pernah selesai,.

Lalu dia mulai menawarkan saya list cerita yang ada dalam lemari ingatannya yang tak biasa itu. Saya lalu memilih, dań hanya azan maghrib yang membuat cerita itu terputus.

Suatu hari, dalam sebuah pertemuan makan siang, kawan saya, Dr. Baidowi, Direktur Eksekutif sekolah Sukma Bangsa menyampaikan kepada saya bahwa ia mulai berpikir untuk membukukan sejarah perjuangan Panglima Itam. Itam adalah seorang pejuang Pidie generasi akhir yang ditangkap oleh Belanda.

Halaman
123

Berita Terkini