Pada tahun 2018, almarhum meminta kenaikan harga, dan permintaannya disetujui oleh dinas terkait.
Namun, saat proses pembayaran, pemerintah Aceh Timur hanya memiliki dana Rp 200 juta, sedangkan harga yang disepakati adalah Rp 280 juta.
Pemerintah berencana membayar Rp 200 juta terlebih dahulu, dengan sisa Rp 80 juta akan dilunasi pada tahun berikutnya.
Namun, almarhum menolak pembayaran parsial tersebut, sehingga permasalahan ini terus berlarut-larut hingga tahun 2020.
Pada tahun 2020, terjadi perubahan nomenklatur di mana urusan pembebasan lahan tidak lagi ditangani oleh Dinas Pertanahan, melainkan dialihkan ke PUPR.
"Sejak saat itu, kami tidak lagi mengupdate terkait perkembangan tanah tersebut. Kami juga telah menyurati PUPR agar melanjutkan proses pembebasan lahan milik Pak Hasyim," jelas Mahmudin.
Untuk saat ini Jalan sudah dibuka kembali setelah pihak Polres Aceh Timur turun ke lokasi untuk menemui pihak keluarga
Baca juga: Sembilan Rumah Korban Abrasi Laut di Aceh Utara tak Bisa Ditempati Lagi