Indra mengatakan Panwaslih Banda Aceh akan memiliki Pokja isu SARA yang mengawasi isu tersebut, baik di dunia maya dan nyata. Selain itu, ada Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari banyak unsur penegak hukum.
“Nanti ini akan kita bahas, apa ini masuk isu negatif yang harus ditindak atau masuk dalam pidana, dengan melanggar UU ITE. Kalau ada laporan dan temuan dari kami, pasti akan kami proses,” ujar Indra.
Ia mengatakan Panwaslih akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat maupun pasangan calon tidak membawa isu-isu negatif agar Pilkada Banda Aceh bisa berlangsung damai.
Indra berpendapat meskipun isu larangan perempuan pemimpin akan dimainkan lagi namun dampaknya tidak akan separah Pilkada 2017. Pasalnya, sebagian warga Banda Aceh sudah paham arah isu ini sehingga tidak akan membawa pengaruh besar.
“Karena sudah pernah terjadi pada Pilkada 2017, mungkin isu ini tidak membuat warga terpengaruh,” ujarnya.
Sejuta Masalah di Kutaraja
Sudah berbilang pilkada, pemegang kuasa berganti berkali-kali, tetapi permasalahan utama di Banda Aceh belum tuntas juga. Dari pada melarang perempuan pemimpin, lebih baik warga Banda Aceh mencari sosok pemimpin yang dinilai bisa menyelesaikan persoalan utama yang dihadapi warga.
Persoalan utama di Banda Aceh adalah ketersediaan air bersih, fasilitas umum, ruang terbuka hijau, stunting, dan pengangguran. Hampir 20 tahun setelah tsunami 2004, suplai air bersih masih menjadi masalah utama yang belum tuntas. Sudah tiga kali Pilkada belum ada sosok yang mampu mengentaskan masalah itu.
Di sebagian besar wilayah Banda Aceh, air hanya mengalir saat tengah malam saja. Bahkan ada waktu-waktu tertentu air tak mengalir karena suplai air tidak mencukupi. selain itu, hampir semua pemukiman warga butuh mesin pompa untuk menyedot air.
“Banda Aceh mendengungkan syariat Islam, lalu bagaimana kita bersyariat jika untuk air wudhu saja kita susah,” keluh Fajri Rizki, seorang warga Banda Aceh.
Pengangguran juga jadi masalah utama di Banda Aceh. Minimnya investor yang masuk membuat lapangan kerja menjadi sempit. Data BPS Aceh tahun 2023, angka pengangguran di Banda Aceh mencapai 8 persen sehingga menduduki peringkat 4 pengangguran terbesar dari 23 kabupaten/kota. Banda Aceh hanya di bawah Lhokseumawe, Aceh Besar, dan Aceh Timur.
Luasan ruang terbuka hijau juga masih jadi persoalan. Pemerintah Banda Aceh harus peduli dengan persoalan ini karena wilayahnya menyimpan potensi bencana gempa bumi dan berada di bibir pantai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengamanahkan ada 20 persen ruang terbuka hijau, namun saat ini baru tercapai 14 persen.
Dalam Perbedaan Pendapat
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H. Faisal Ali menyampaikan, selama ini para ulama melihat isu perempuan pemimpin dengan melihat struktur pemerintahan yang memiliki tiga unsur yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ini menjadi pangkal perbedaan pandangan di kalangan ulama.
Tgk Faisal Ali mengatakan ada ulama yang menyatakan perempuan pemimpin diperbolehkan. Alasannya, kekuasaan tidak lagi mutlak pada satu orang karena ada legislatif dan yudikatif.
Tetapi ada juga pandangan yang melarang karena perempuan pemimpin memiliki “hambatan” dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya, ia harus pergi jauh dari rumahnya dan tidak didampingi suaminya.
“Tapi untuk model kekuasaan absolut, tidak ada perbedaan di antara ulama, semua sepakat tidak boleh perempuan pemimpin. Tapi karena kita di sini kekuasaan sudah terbagi, ada yang pendapat yang membolehkan (perempuan pemimpin), ada yang tidak boleh,” ujar Tgk Faisal Ali.
Meskipun ada perbedaan pendapat, MPU Aceh tidak menetapkan satu pilihan. MPU belum membawa soal ini ke sidang fatwa atau muzakarah.
“Silahkan memilih seperti apa yang diyakini. Tapi jangan memprovokasi dan jangan menjelek-jelekkan satu sama lain,” tegasnya.
Berdampak Jika Tak Diantisipasi
Direktur Parameter Institute Iqbal Ahmady menyampaikan, mereka sudah memperkirakan isu perempuan dilarang memimpin akan kembali dimainkan dalam Pilkada 2024.
Berdasarkan survei yang dilakukan Parameter Institute pada Maret-April 2024, Illiza Sa’aduddin Djamal masih menduduki peringkat pertama top of mind responden dalam Pilkada Banda Aceh. Namun, elektabilitas tertinggi masih dipegang oleh calon lainnya, T Irwan Djohan dengan catatan, saat survei digelar, Illiza belum mendeklarasikan diri maju ke Pilkada Banda Aceh.
“Berdasarkan laporan riset kami, salah satu kendala calon perempuan adalah isu anti perempuan pemimpin. Tapi hasil temuan lapangan, porsi isu itu (dalam Pilkada 2017) tidak akan sama (lebih kecil) dalam Pilkada 2024,” ujar Iqbal Ahmady.
Menurutnya, daya rusak isu larangan perempuan pemimpin tidak sekuat Pilkada sebelumnya. “Kalau kita katakan isu itu sudah kurang laku. Tapi kalau dikatakan isu ini tidak ada dampak buruknya, tidak benar juga, bahaya juga tidak diantisipasi, bisa-bisa seperti 2017 lagi,” ujarnya
Ia mengatakan kebiasaan di Banda Aceh, satu isu hanya efektif dimainkan dalam satu kontestasi saja. Tapi jika tidak diantisipasi dengan baik, bisa menggerus basis dukungan calon perempuan di Pilkada Banda Aceh.
Pemimpin lembaga riset seputar ekonomi, sosial, strategi politik, dan kebijakan pemerintah ini, menyarankan agar masyarakat tak perlu menghiraukan isu larangan perempuan pemimpin. “Malah nanti akan blunder, orang yang sebelumnya tidak tahu jadi tahu, jadi memang untuk isu seperti ini tak perlu reaktif,” ujar Dosen Politik Universitas Syiah Kuala ini.
Apalagi, isu larangan perempuan pemimpin dikaitkan dengan syariah atau agama yang jadi isu sangat sensitif di Aceh dan bisa berdampak besar. Buktinya, isu yang sukses dihembuskan pada Pilkada 2017 itu masih berdampak hingga saat ini, yaitu minimnya perempuan ikut berkontestasi pada Pilkada 2024.
“Padahal, Aceh tidak pernah kekurangan tokoh perempuan,” tegasnya. (*)
**
This article was produced within the framework of the UNESCO Social Media 4 Peace project, funded by the European Union. The views expressed in the article belong to the author only and do not represent the views of UNESCO or the European Union.