Opini

Pilkada dan Isu Lingkungan Berkelanjutan

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Ir Wira Dharma SSi MSi MP, Pemerhati Lingkungan Departemen Biologi FMIPA-USK

Dr Ir Wira Dharma SSi MSi MP, Pemerhati Lingkungan Departemen Biologi FMIPA-USK

PILKADA 2024 menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia, di mana rakyat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin daerah yang akan mengarahkan kebijakan dan pembangunan wilayah masing-masing. Sayangnya, meskipun isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi semakin nyata dan dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat, isu ini masih kerap terabaikan dalam kampanye politik.

Para calon pemimpin lebih sering fokus pada isu-isu populer seperti pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial, tanpa memberikan perhatian yang cukup terhadap ancaman lingkungan yang kian hari kian mendesak. Padahal, isu lingkungan seharusnya menjadi prioritas utama, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan, kualitas hidup, hingga perekonomian masyarakat.

Menurut data Copernicus, suhu global bulan April 2024 tercatat sebesar 15,03 derajat celcius, yang artinya 0,67 derajat di atas rata-rata suhu udara permukaan pada April 1991-2020. Pencapaian ini menjadikan April 2024 sebagai bulan kesebelas berturut-turut yang mencatatkan rekor suhu terpanas. Fakta ini menunjukkan bahwa kita sedang berada dalam kondisi darurat iklim yang memerlukan tindakan serius.

Pemanasan global yang tidak terkendali akan memicu perubahan iklim ekstrem yang dapat mengancam kehidupan manusia, satwa, dan ekosistem secara luas. Oleh karena itu, isu lingkungan dan perubahan iklim seharusnya tidak hanya menjadi wacana akademis, tetapi juga masuk ke dalam agenda kampanye Pilkada 2024. Dengan memilih pemimpin yang memiliki agenda hijau, masyarakat turut berkontribusi pada terbentuknya kebijakan yang tidak hanya berfokus pada pembangunan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.

Pilkada 2024 adalah kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli pada keberlanjutan lingkungan. Seharusnya, para kandidat yang memahami urgensi krisis iklim menawarkan solusi nyata melalui kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan, mulai dari perlindungan hutan, pengelolaan sampah yang lebih baik, hingga transisi menuju penggunaan energi terbarukan. Salah satu langkah konkret yang dapat diambil adalah pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Transisi energi ini sangat penting, mengingat ketergantungan pada energi fosil menjadi penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Sayangnya, transisi energi belum mendapatkan perhatian signifikan dari para kandidat Pilkada 2024 di berbagai wilayah, termasuk Aceh. Dengan mendukung transisi energi, pemimpin daerah dapat menciptakan iklim investasi yang ramah lingkungan serta mengurangi emisi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Selain transisi energi, pengelolaan sampah yang efektif juga menjadi solusi penting yang bisa diusung dalam kampanye. Permasalahan sampah, terutama sampah plastik, adalah salah satu isu lingkungan yang perlu segera ditangani.

Banyak kota di Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam mengelola sampah, terutama plastik sekali pakai yang sulit terurai. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai serta memperkuat program daur ulang dapat membantu menangani permasalahan ini. Selain membantu mengurangi beban lingkungan, program pengelolaan sampah yang efektif juga berdampak positif pada kesehatan masyarakat dengan mengurangi risiko banjir akibat saluran air yang tersumbat sampah dan menekan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak higienis.

Langkah lain yang krusial adalah reforestasi dan konservasi hutan. Banyak daerah di Indonesia, termasuk Aceh, memiliki hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Namun, kawasan hutan ini semakin terancam akibat praktik deforestasi yang tidak terkendali, yang sering kali didorong oleh kepentingan industri, seperti perkebunan dan pertambangan. Pemimpin daerah yang berkomitmen pada keberlanjutan lingkungan perlu memiliki kebijakan yang berani untuk melindungi kawasan hutan dari eksploitasi berlebihan.

Program reforestasi dan konservasi hutan adalah langkah konkret yang tidak hanya membantu menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga berperan penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim melalui penyerapan karbon. Dengan adanya perlindungan hutan, masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

Green budgeting

UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengamanatkan bahwa setiap kota harus memiliki minimal 30 persen alokasi ruang terbuka hijau (RTH). Kebijakan ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan, menyediakan udara bersih, serta mengatur sistem hidrologi dan mikroklimat kota. Namun, kenyataannya, banyak kota di Indonesia yang belum memenuhi alokasi RTH tersebut.

Para kandidat kepala daerah seharusnya memiliki visi yang jelas untuk mengimplementasikan kebijakan ini agar dapat mempertahankan lingkungan yang sehat dan berkualitas. Dengan mempertahankan RTH, kota-kota akan memiliki area yang dapat berfungsi sebagai penyangga alami untuk menyerap polusi udara serta mengurangi suhu perkotaan yang meningkat akibat urbanisasi dan pembangunan infrastruktur yang masif.
Selain itu, pemimpin daerah yang berkomitmen pada keberlanjutan perlu mendukung infrastruktur transportasi yang ramah lingkungan, seperti penggunaan bus listrik, pembangunan jalur sepeda, dan penyediaan fasilitas pejalan kaki. Inisiatif ini dapat membantu mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi yang menghasilkan emisi karbon tinggi. Selain menekan emisi, transportasi umum yang ramah lingkungan juga mampu mengurangi kemacetan di perkotaan, meningkatkan kualitas udara, dan mendukung mobilitas masyarakat dengan biaya yang lebih terjangkau.

Harapan besar juga disematkan oleh masyarakat kepada calon kepala daerah yang terpilih untuk lebih memperhatikan isu-isu lingkungan dalam pemerintahan mereka kelak. Sebuah konsep pengelolaan keuangan pemerintah yang disebut green budgeting, atau penganggaran hijau, dapat diterapkan untuk memastikan bahwa faktor lingkungan diperhitungkan dalam setiap keputusan keuangan pemerintah.

Penganggaran hijau ini memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk proyek pembangunan memperhitungkan dampak lingkungan dan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan. Keberanian dari pemimpin daerah sangat dibutuhkan untuk mengambil langkah-langkah berani dalam memperbaiki kerusakan lingkungan yang sudah terjadi. Secara keseluruhan, Pilkada 2024 bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga sebuah momentum bagi masyarakat untuk menentukan arah pembangunan daerah yang berfokus pada keberlanjutan.

Halaman
12

Berita Terkini