Haba Dinkes Aceh

Upaya Pemkab Bireuen Menekan Angka Stunting, Tingkatkan Kapasitas Kader Hingga Pendampingan Intensif

Penulis: Yusmandin Idris
Editor: Yeni Hardika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas Kesehatan Bireuen dr Irwan

SERAMBINEWS.COM, BIREUEN - Stunting masih menjadi persoalan kesehatan serius yang ditangani pemerintah Indonesia.

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, saat ini prevalensi stunting nasional berada di angka 21,5 persen. 

Angka tersebut memang menurun sekitar 0,8 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun bila dibandingkan dengan target prevalensi stunting Indonesia tahun 2024 yakni 14 persen, angka tersebut masih tergolong tinggi.

Begitu juga dengan angka yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20 persen.

Diketahui, stunting merupakan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kondisi ini sering ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. 

Stunting disebabkan karena kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran).

Kurangnya asupan gizi ini membuat pertumbuhan anak menjadi terhambat yang berdampak pada tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Tak hanya pertumbuhan tubuh, dampak stunting juga mempengaruhi pertumbuhan otak pada anak.

Kondisi gangguan akibat kekurangan gizi ini bisa berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Oleh karena itu, penanganan dan pencegahan stunting menjadi prioritas utama dalam program pemerintah Indonesia. Begitu juga dengan pemerintah daerah, termasuk di Kabupaten Bireuen.

Pemerintah Kabupaten Bireuen melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus melakukan langkah inovasi.

Diantaranya ialah meningkatkan kapasitas kader kesehatan di setiap desa.

Kepala Dinas Kesehatan Bireuen dr Irwan mengatakan, saat ini terdapat 3.150 kader kesehatan yang tersebar di 630 posyandu di seluruh desa di Bireuen. 

Baca juga: Stunting di Bener Meriah Turun Drastis Dalam 2 Tahun, BAAS Jadi Program Andalan yang Diakui Nasional

Menurut dr Irwan, upaya peningkatan kapasitas kader kesehatan telah dilakukan secara intensif sejak tahun 2022.

"Kami terus melaksanakan berbagai pelatihan dan pendampingan untuk memastikan kader-kader ini memahami peran dan tanggung jawabnya dalam menangani masalah stunting," ungkap dr. Irwan.

Peningkatan kapasitas tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan, baik di tingkat kabupaten, kecamatan, maupun gampong, dengan dukungan sumber daya anggaran dari berbagai pihak, baik dari DAU, DAK non-Fisik atau DIF.

"Kami juga memberikan pelatihan pemantauan tumbuh kembang bagi kader dan guru PAUD/TK/RA. Selain itu ada juga pendampingan oleh Tim Ahli seperti dokter spesialis anak dan dokter spesialis kandungan ke setiap Puskesmas," ungkap Irwan.

Langkah pendampingan serta pemantauan juga dilakukan pada saat Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbahan pangan lokal tinggi protein hewani di Puskesmas.

Program pendukung penanganan stunting

Disamping meningkatkan kapasitas kader kesehatan, Dinkes Bireuen juga melakukan berbagai program untuk mendukung penanganan stunting.

Seperti pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri dan ibu hamil, PMT pangan lokal tinggi protein hewani pada balita bermasalah gizi, edukasi dan pendampingan dalam memberikan Makanan Pendamping ASI (MP ASI) terutama pada anak usia 6 – 24 bulan, melakukan tata laksana balita bermasalah gizi seperti underweight, wasting dan gizi buruk dengan melibatkan dokter spesialis anak, serta pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. 

"Termasuk memberikan makanan tambahan bahan pangan lokal kepada ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK). Bukan saja memberi makanan, tenaga medis Puskesmas maupun Posyandu dan kader kesehatan juga melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya di Posyandu setiap bulan," jelas Kadis Kesehatan Bireuen.

Seperti diketahui, beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting diantaranya ialah memperbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah dan sayur lokal.

Baca juga: Fokus Bappeda dalam Percepatan Penurunan Stunting di Aceh Besar, Pentingnya Asi Eksklusif hingga PMT

Kecukupan gizi ini tidak hanya dilakukan sejak dalam kandungan, tapi juga pada saat remaja khususnya remaja perempuan.

Sehingga saat dia mengandung ketika dewasa, janin atau kandungnnya tidak kekurangan gizi.

Selain itu, ada banyak kegiatan dan langkah-langkah penanggulangan lainnya yang dilakukan Pemkab Bireuen.

Termasuk penguatan dan edukasi kepada masyarakat soal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan sistem sanitasi berbasis masyarakat (STBM).

Hal ini juga menjadi fokus utama dalam mencegah stunting. 

Meskipun telah ada upaya signifikan, dr Irwan menyampaikan bahwa pelaksanaan di lapangan masih menghadapi beberapa kendala.

Seperti rendahnya komitmen pemerintah gampong dalam alokasi Dana Desa (DD) untuk penanganan stunting, serta masih adanya penyalahgunaan PMT oleh keluarga di luar sasaran.

"Berbagai kendala di lapangan kata Kadiskes Bireuen terus diupayakan solusinya," terang dr Irwan.

Faktor kendala lainnya, sambung Irwan, masih rendahnya kesadaran, kreativitas dan upaya inovasi dari masyarakat untuk membantu pemerintah serta perilaku buang air besar sembarangan pada sebagian
masyarakat juga masih sulit di ubah.

“Sepertinya masyarakat masih sangat tergantung pada bantuan pemerintah untuk pengadaan PMT atau
sarpras sanitasi,” ujar Kadiskes Bireuen. 

Baca juga: Tekan Stunting, Dinkes Simeulue Gencarkan Empat Program Unggulan, Termasuk Peningkatan Sanitasi

Kondisi stunting di Bireuen

Data terbaru yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Bireuen menunjukkan adanya penurunan signifikan pada angka stunting di kabupaten ini.

Berdasarkan Data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM), pada tahun 2021 tercatat sebanyak 2.321 balita atau sekitar 6,4 persen dari total balita di Bireuen mengalami stunting. 

Angka ini menunjukkan prevalensi masalah gizi yang serius di kalangan anak-anak di daerah tersebut.

Namun, upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya Dinkes Bireuen dalam menangani stunting memberikan hasil yang menggembirakan.

Pada tahun 2023, angka stunting di Bireuen berhasil turun drastis menjadi 739 balita atau 2,1?ri total balita. 

Lalu hingga September 2024, terjadi sedikit peningkatan menjadi 998 kasus dengan prevalensi stunting 2,8 persen.

Sementara itu, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang dipaparkan dalam Laporan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh periode Januari-Juni 2024, pada 2021 prevalensi stunting di Bireuen berada di angka 24,3 % .

Pada 2022 berada di angka 23,4 % atau turun sebesar 0,9 % .

Lalu pada 2023, mengalami kenaikan hingga berada di angka 32,9 % .

Meskipun terdapat sedikit peningkatan pada tahun 2024, penurunan angka stunting tetap menjadi fokus utama dalam program kesehatan daerah ini. 

Dinkes Bireuen menegaskan bahwa meskipun ada fluktuasi, penurunan stunting tetap menjadi prioritas utama yang akan terus diupayakan melalui berbagai intervensi kesehatan yang lebih masif.

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Bireuen, Sadriah MKM mengatakan, pihaknya telah menyusun dan melaksanakan beberapa program untuk menekan angka stunting di Bireuen tidak naik lagi

"Program-program itu dilaksanakan bersama jajaran kesehatan dengan dukungan berbagai pihak," ujar Sadriah  yang didampingi stafnya Fitriani. 

Baca juga: Sukses Turunkan Angka Stunting, Pidie Jaya Masuk Daftar Daerah Penanganan Stunting Hingga 100 Persen

Pihaknya juga turut memberikan apresiasi kepada desa atau kecamatan yang berhasil membantu pemerintah menanggulangi persoalan stunting.

Beberapa bulan lalu, enam kecamatan di Bireuen meraih penghargaan sebagai kecamatan terbaik dalam hal Audit Kasus Stunting (AKS) tahun 2024.

Kecamatan tersebut ialah Kecamatan Juli, Pandrah, dan Jeumpa di wilayah barat, serta Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Peusangan Selatan, dan Gandapura di wilayah timur.

Sebagai dukungan tambahan, Pemkab Bireuen melalui Bappeda juga mengucurkan anggaran besar untuk penanganan stunting.

Pada tahun 2024, anggaran tambahan sebesar Rp 139,5 juta telah dialokasikan untuk mempercepat upaya penurunan stunting di daerah ini.

Kepala Bappeda Bireuen, Bob Mizwar SSTP MSi, menjelaskan bahwa anggaran ini berasal dari berbagai sumber, termasuk Dana Desa dan APBK, yang dikelola oleh sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan dan dukungan anggaran yang cukup, Pemkab Bireuen berkomitmen untuk terus menurunkan angka stunting dan memastikan masyarakat memiliki gizi yang cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak-anak di Bireuen. (*)

INFO STUNTING ACEH LAINNYA

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Berita Terkini