Namun para penyintas maupun keluarga yang ditinggalkan yakin, jika keluarganya yang menjadi korban tsunami dikebumikan di makam massal tersebut.
Nahwi, warga Peukan Bada kehilangan ayahnya saat tsunami.
Paska kejadian mereka sempat mencari, baik di tumpukan jenazah maupun di kamp pengungsian.
Harap-harap sang ayah masih ditemukan dalam keadaan hidup.
Namun akhirnya dirinya menyakini, jika sang ayah sudah dikebumikan di makam massal itu.
Baca juga: Bertepatan dengan Peringatan Tsunami Ke-20, Harga Emas di Lhokseumawe Naik
Oleh karena itu, setiap 26 Desember ia menyempat diri ziarah dan memanjatkan doa.
Hal yang sama juga dialami Dahri, ia kehilangan istri dan anaknya saat tsunami silam.
Namun, jasad istri ditemukan beberapa hari kemudian.
Tapi tidak dengan anak sulungnya yang kala itu berusia 6 tahun.
Ia pun yakin, jika jasad anaknya telah dikebumikan di makam massal itu.
Baginya, rasa rindu terhadap sang anak tak pernah hilang, tapi menziarahi makam menjadikan rasa rindu itu terobati.
Tahun ini tsunami Aceh telah 20 tahun berlalu, bagi keluarga yang ditinggalkan, rasa kehilangan dan rindu akan terus ada.
Kini hanya doa yang bis dipanjatkan.
Sejak pagi hingga siang, orang-orang terus berdatangan ke makam massal.
Mereka ada yang datang dari luar daerah, serta dengan latar belakang agama yang berbeda-beda.(*)
Baca juga: Refleksi Dua Dekade Tsunami Aceh dan Momentum Muhasabah