Haizir Sulaiman, Mahasiswa Program Doktor Fiqih Modern UIN Ar-Raniry Banda Aceh
PENGEMBANGAN perbankan syariah di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dan menarik untuk diamati. Berbagai kondisi dan problema dihadapi, baik internal maupun eksternal, yang secara signifikan memengaruhi kinerja dan pertumbuhannya. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, sesungguhnya Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan sistem perbankan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, yang tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Namun demikian, dalam operasionalnya bank syariah menghadapi berbagai tantangan. Hal itu berpengaruh signifikan terhadap perkembangan bank syariah itu sendiri.
Tantangan dimaksud salah satunya adalah di satu sisi bank syariah diharapkan menerapkan prinsip-prinsip syariah secara konsisten berdasarkan teori fikih klasik, yang menurut pendapat ini ajaran-ajaran sesuai fikih klasik harus menjadi perhatian utama, walaupun kondisi muamalah sekarang ini perkembangannya begitu jauh berbeda dengan situasi terdahulu.
Sementara di sisi lain, kebutuhan dan harapan agar bank syariah melakukan terobosan dan inovasi sesuai kebutuhan pasar sekarang ini juga merupakan suatu tuntutan, sehingga kehadirannya mampu berjalan setara dengan perbankan konvensional dan modern. Agar bank syariah dapat bersaing dengan perbankan yang telah ada tentu saja produk-produk bank syariah perlu disesuaikan dengan kondisi dan situasi produk perbankan sekarang ini.
Konsekuensinya adalah teori akad sesuai fikih klasik perlu ijtihad lebih lanjut sesuai perkembangannya. Hal ini merupakan salah satu hal pokok yang mesti diselesaikan sehingga tidak timbul perbedaan pendapat yang begitu tajam, bahkan ada yang menyatakan bahwa bank syariah dalam operasionalnya belum sepenuhnya sesuai syariah. Kedua harapan inilah yang harus dijawab oleh perbankan syariah agar ia terus dapat tumbuh dan berkembang dalam kancah ekonomi yang semakin kompetitif dan kompleks, tentunya dengan tetap berada dalam koridor syariah.
Sebagai perbandingan, salah satu pengkritik sistem operasional perbankan syariah adalah Zaim Saidi dalam bukunya “Tidak Syariahnya Bank Syariah” dengan menyatakan; “Bank syariah yang masih menggunakan uang kertas hukumnya belum sepenuhnya syariah. Praktik tabungan wadiah dan mudharabah terdapat ketidakpastian karena rangkap jabatan perbankan syariah, secara bersamaan bertindak sebagai ‘sahibul maal’ dan ‘mudharib’.” Zaim juga mengkritik praktik murabahah yang tidak diperbolehkan karena menjual barang yang bukan kepemilikan mutlak dari bank.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Buchori, “Rendahnya nasabah bank syariah terjadi karena banyak masyarakat yang beranggapan bank syariah belum selengkap, semodern, dan sebagus bank konvensional, baik itu dalam layanan maupun produknya.” (Detik, 25 Februari 2016). Hal ini tentu saja dimaksudkan agar produk perbankan syariah memenuhi kebutuhan pasar perlu melakukan penyesuaian dan inovasi sesuai situasi dan kondisi terkini.
Dalam konteks tantangan pengembangan perbankan syariah ini, penting bagi pemangku kepentingan untuk menyadari serta mengidentifikasi langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai aspek dari problema yang ada, untuk mendapatkan solusi yang tepat bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Tantangan penerapan
Penerapan prinsip syariah dalam perbankan syariah merupakan keharusan yang wajib dijalankan, yang dalam implementasinya merupakan sebuah tugas yang kompleks dan penuh tantangan. Islam sebagai falsafah hidup tidak hanya mengatur tata hubungan makhluk dengan Al-Khaliq, tetapi juga secara lengkap mendefinisikan dasar-dasar kegiatan yang berkaitan dengan aspek muamalah, yaitu tata hubungan antara manusia dengan manusia serta lingkungannya. Termasuk kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi yang di dalamnya juga meliputi keuangan dan perbankan.
Fondasi utama dan merupakan prasyarat yang harus dipenuhi untuk masuk pada tahapan implementasi ekonomi syariah adalah aqidah, yang ditopang oleh empat fondasi pendukung, yaitu syariah, akhlak, muamalah, dan ukhuwah. Fondasi ini ditopang oleh tiga pilar: keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawazun), dan kemaslahatan (maslahah) yang kesemuanya dalam rangka mencapai ‘falah’ yang merupakan sasaran akhir dari segala implementasi dalam rangka pengembangan ekonomi syariah. Secara konseptual, bank syariah mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan perbankan lainnya. Oleh karena itu, bank syariah disebut sebagai ‘beyond banking’.
Tantangan yang dihadapi oleh perbankan syariah dalam rangka penerapan prinsip syariah dapat berasal dari berbagai aspek, seperti institusi, manajemen, serta eksternal. Beberapa tantangan utama yang sering ditemui dalam penerapan prinsip syariah di perbankan adalah adanya perbedaan pemahaman dan interpretasi prinsip syariah itu sendiri oleh pemangku kepentingan. Tidak semua pihak dalam institusi perbankan, termasuk manajemen, staf, dan para ahli, serta eksternal seperti para fuqaha, memiliki pemahaman yang sama mengenai hukum Islam dan penerapannya dalam konteks keuangan modern. Hal ini menyebabkan ketidakselarasan dalam produk dan layanan yang ditawarkan.
Pada sisi eksternal, perbankan syariah juga menghadapi berbagai tantangan yang tidak kalah serius. Persaingan yang semakin ketat dengan bank-bank konvensional menambah kesulitan bagi bank syariah. Dalam kondisi pasar yang sangat kompetitif di mana bank konvensional sering menawarkan produk yang lebih beragam, inovatif, dan fleksibel, bank syariah harus bekerja keras untuk mempertahankan posisi mereka.
Fluktuasi kondisi ekonomi makro juga berpengaruh terhadap kinerja bank syariah. Ketidakpastian ekonomi, inflasi tinggi, dan perubahan kebijakan moneter dapat menyebabkan tekanan pada likuiditas dan pembiayaan yang disediakan oleh bank syariah. Selain itu, perubahan regulasi yang kadang tidak mendukung perkembangan perbankan syariah secara optimal menambah ketidakpastian bagi pelaku pasar.
Tantangan lain yang tidak kalah pentingnya adalah terbatasnya sumber daya insani perbankan syariah yang mempunyai kompetensi yang memadai, yang menguasai lintas disiplin ilmu, terutama ilmu fikih dan ekonomi keuangan, sehingga ia mampu melahirkan produk yang unggul dan kompetitif, tentu saja dengan tetap berada dalam koridor syariah. Tantangan ini tentu saja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harus diselesaikan secara bijaksana dengan tetap berada dalam bingkai syariah.
Salah satu solusi dalam rangka pemenuhan agar produk bank syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah adalah dengan cara penerapan teori akad dalam simulasi transaksi ekonomi lembaga keuangan syariah. Yaitu, suatu proses perancangan dan pengujian model transaksi yang merepresentasikan interaksi ekonomi nyata dalam suatu sistem tertentu. Simulasi ini dilakukan untuk menyimulasikan aktivitas ekonomi seperti pembelian, penjualan, investasi, dan pembiayaan dalam situasi terkontrol. Dalam konteks lembaga keuangan, simulasi transaksi ekonomi sering digunakan untuk memahami pola perilaku, menganalisis risiko, menguji kepatuhan terhadap peraturan, dan mengevaluasi efisiensi operasional.
Dalam konteks ini, simulasi transaksi ekonomi berbasis teori akad dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk mengatasi kesenjangan antara teori dan praktik. Simulasi transaksi ekonomi dirancang untuk mereplikasi kondisi nyata dalam aktivitas ekonomi dan bisnis, seperti pembiayaan, investasi, perdagangan, dan manajemen risiko, dengan pendekatan terstruktur. Seiring memasuki 2025, juga tahun pergantian pemerintahan di Indonesia, kita semua tentunya sepakat untuk memulai langkah baru dalam pembangunan dan pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Memulai langkah baru tentu tidak dapat dilepaskan dari ribuan langkah yang telah dilalui. Pengalaman dari ribuan langkah itulah yang memampukan kita untuk siap melangkah lebih jauh, berkontribusi lebih baik, dan menghadirkan makna yang lebih berarti kepada sesama. Jika pergantian tahun dan pemerintahan adalah representasi dari permulaan langkah baru itu, maka akhir tahun ini adalah ‘check point’ krusial, sebelum kita menyongsong satu etape yang akan membawa kita pada perjalanan dan pengalaman baru.
Tidak cukup hanya dengan optimisme, langkah besar juga harus dibarengi oleh ketulusan, integritas, serta komitmen untuk terus memberi arti.