Sambil berzikir kami melintasi jalan melewati tikungan pertama. Saat yang sangat mendebarkan adalah waktu itu posisi mobil sangat miring dengan penumpang yang penuh. Bila salah belok risikonya bisa-bisa jatuh ke sisi danau.
Saat itu mobil kami tak habis berbelok, jadi terpaksa mundur sedikit. Jantung berdebar kencang saat saya menoleh ke luar jendela yang tampak adalah sisi danau yang mirip laut.
Kemudian, tikungan kedua dapat kami lewati dengan lancar dan akhirnya tibalah kami di Ujung Paking.
Masih dalam keadaan gemetar kami bersyukur dapat melewati jalan ekstrem yang terjal tadi. Ketika melihat pemandangan yang indah dan asri di sisi Danau Laut Tawar rasa takut tadi perlahan hilang dan berubah jadi semangat baru untuk menikmati keindahan alam dalam belaian lembut angin danau.
Kami berjalan di sisi danau, mencari tempat teduh untuk menggelar tikar yang kami bawa. Ada juga lapak yang disediakan oleh pedagang di lokasi ini tanpa disewakan. Namun, karena terlalu sempit, kami akhirnya memilih sendiri tempat yang lain.
Tempat yang teduh akhirnya kami dapatkan, pas di sisi danau. Dari sini kami dapat melihat ke sebelah barat pengujung danau, yakni Kampung Bintang, yang memiliki berbagai tempat penginapan/homestay.
Sementara itu, di danau yang dangkal terlihat beberapa keramba ikan yang terawat dengan baik, milik warga setempat.
Sambil bersantai, keponakan saya, Rohani, istri Reje Paya Tumpi Baru, mengatakan bahwa dulunya di sisi lokasi ini banyak ditanam pohon apel dan pengunjung dibolehkan untuk memetiknya. Namun, karena kurangnya perawatan sehingga pepohonan apel itu pun mati.
Kami menyempatkan diri berkeliling di seputaran danau. Terlihat ada beberapa spot untuk berfoto yang dibangun menyerupai payung di sisi danau. Ada juga tempat kapal kecil bersandar yang kondisinya saat ini sudah rusak serta beberapa tempat yang menarik lainnya.
Adanya jalan di sisi danau memudahkan akses wisatawan yang datang berkunjung.
Mengingat waktunya makan siang telah tiba, kami pun berkumpul kembali dan menikmati aneka menu yang telah kami persiapkan. Ada mi goreng telur, ada pengat ikan gurami (khas Takengon), ikan goreng, ayam masak kecap, buah, dan sayur. Semuanya pasti lezat, hehe.
Tanpa terasa, waktu sudah hampir pukul 15.00, kami pun bersiap-siap kembali ke Paya Tumpi Baru. Kami bergegas menuju tempat parkir. Rasa takut kembali menyerang karena posisi jalan mendaki. Kami biarkan kendaraan orang lain melintas terlebih dahulu, tetapi karena tanjakan terlalu tinggi membuat mobil di depan kami mundur. Kami menjerit menyaksikannya, para penumpang histeris. Akhirnya mobil itu kembali ke tempat parkir.
Selanjutnya, giliran mobil kami yang naik. Ada beberapa petugas yang siaga di setiap simpang dan tanjakan, karena rasa takut kami putuskan untuk mendaki secara manual. Hanya suami saya sebagai sopir, kakak, dan ananda yang tetap di dalam mobil. Sedangkan kami menyaksikan dari bawah bagaimana mobil itu melewati tanjakan yang berliku. Kami berdoa dan berzikir semoga selamat sampai ke jalan datar.
Alhamdulillah, mobil kami mampu melewati tantangan. Giliran kami yang mendaki perlahan karena terlalu terjal tanjakannya. Napas saya seakan terhenti ketika pendakian hampir setengah perjalanan. Terpaksa keponakan dan anaknya memapah saya sampai di puncak tanjakan dan jalan lintas.
Sungguh, wisata yang penuh perjuangan dan kenangan. Ujung Paking memang ekstrem, tapi pemandangannya sungguh menakjubkan. Nggak kapok datang ke sini.