Paradoks ini semakin mencolok.
Di satu sisi, pasien dipaksa membayar sejumlah uang untuk layanan dasar yang seharusnya mereka dapatkan dengan mudah.
Di sisi lain, kontribusi RSUD terhadap PAD justru semakin merosot.
Ke mana aliran dana tersebut?
Mengapa pelayanan semakin buruk, padahal pungutan dari pasien terus berjalan?
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUD Sabang belum memberikan konfirmasi.
Serambinews.com telah berulang kali mencoba menghubungi Direktur RSUD Sabang melalui WhatsApp maupun telepon seluler, namun tidak mendapat respons.
Berbagai dugaan pun mencuat, termasuk asumsi bahwa Direktur RSUD Sabang enggan berkomunikasi dengan media atau bahkan "alergi" terhadap wartawan.
Namun, satu hal yang jelas, masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan manusiawi.
Jika tidak segera ada perubahan, bukan hanya pasien yang akan terus menjadi korban, tetapi kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan di Kota Sabang pun akan semakin terkikis.(*)