Sulitnya Cari Pekerjaan di Ibukota, Mahasiswi S2 Keturunan Aceh Putuskan Jualan Kebab Sambil Kuliah

Penulis: Yeni Hardika
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CUT RASIDAH AZIDAH - Gadis keturunan Aceh yang terpaksa berjualan kebab untuk bertahan hidup di Jakarta akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan.

SERAMBINEWS.COM - Fenomena pengangguran khususnya di kalangan Generasi Z atau GenZ semakin menjadi perhatian. 

Meskipun dikenal sebagai generasi yang adaptif terhadap teknologi dan inovatif, banyak dari mereka tetap kesulitan mendapatkan pekerjaan. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap, 9,37 persen tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia disumbang oleh kelompok Generasi Z, atau sekitar 4,84 juta orang. 

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. 

Bahkan, hampir 10 juta penduduk Indonesia berusia 15-24 tahun tidak memiliki pekerjaan, tidak bersekolah, dan tidak mengikuti pelatihan apa pun.

Di tengah persaingan kerja yang ketat, sebagian anak muda memilih untuk menciptakan peluang sendiri. 

Salah satunya adalah Cut Rasidah Azidah, seorang mahasiswi S2 berusia 24 tahun.

Ia memutuskan untuk berwirausaha dengan berjualan kebab dan catering di Jakarta. 

Bukan tanpa alasan, keputusan untuk membuka usaha kuliner itu dia ambil setelah ia merasa sulit mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang cukup untuk hidup di ibu kota.

Cut Rasidah merupakan gadis keturunan Aceh yang lahir dan besar di Jakarta.

Gadis yang lahir di Jakarta Selatan pada 21 Juni 2000 tersebut sebelumnya telah menyelesaikan program sarjana di Sekolah Tingga Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Jakarta pada tahun 2022. 

Gelar S1 dia ambil dari jurusan Pendidikan/Tarbiyah.

Baca juga: Kebutuhan Pangan Terus Meningkat, Distanbuk Aceh Tamiang Ingatkan Generasi Z tidak Gengsi Bertani

Saat ini, Cut tengah menempuh S2 di bidang Manajemen di Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta (UTMJ). 

Keputusannya melanjutkan Pendidikan S2 juga karena ia ingin tetap produktif setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, mengingat dirinya belum memiliki pekerjaan yang tetap.

Selain itu, ia juga ingin menantang dirinya sendiri untuk bertahan di tengah kerasnya kehidupan di Jakarta.

"Optimis aja dalam hidup, nantangin ke diri sendiri bisa ga ya," ujar Cut Rasidah kepada Serambinews.com melalui pesan WhatsApp, Selasa (18/3/2025).

Sebelum berwirausaha, ia sempat bekerja di berbagai bidang sebagai freelance, seperti BNPB, BPS, tenaga vaksinasi di Jakarta Barat saat pandemi, admin kantor hingga menjadi model. 

Selain itu, ia juga sempat mengajar di berbagai tempat, termasuk MI di Jakarta Timur, TK di Jakarta Selatan, guru ngaji di musala, serta mengajar calistung dan BTQ dari rumah ke rumah di Jakarta Selatan dan PIK.

"Semuanya saya lakukan saat saya masih menjadi mahasiswa S1. Kebetulan saya kuliah hanya Sabtu dan Minggu saja," kata Cut.

"Tapi, gaji yang saya dapatkan hanya cukup untuk ongkos pulang-pergi dari Jakarta Selatan ke Jakarta Barat," tambahnya.

Kondisi inilah yang mendorongnya untuk mencari alternatif lain agar bisa mandiri secara finansial.

Jalan yang dipilih oleh Cut ialah dengan membuka usaha kebab.

Baca juga: Buka Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula, Ini Pesan Pj Bupati Aceh Singkil kepada Generasi Z Itu

Cut menceritakan, bahwa ia mulai berjualan kebab sejak semester 1 dan 2, setelah mendapat izin langsung dari pihak kampus untuk berjualan di depan area kampus. 

Ia membuka usaha kulinernya ini dengan modal awal yang tidak terlalu besar. Untuk pemasaran, ia memanfaatkan media sosial sebagai bentuk promosi utamanya.

"Bisnisnya benar-benar dirintis dari nol," kata Cut.

Selama berdagang, tentunya banyak tantangan yang dihadapi Cut.

Mulai dari mencari pelanggan hingga mengelola keuangan usaha. 

Namun, ia tetap berusaha keras dan belajar dari setiap pengalaman. 

Baginya, memiliki bisnis sendiri memberikan kebebasan sekaligus peluang untuk berkembang tanpa batas.

"Saya jualan dibantu karyawan. Saya cuma heandle kebutuhan barang dan keuangan," ungkap Cut. 

"Dan Alhamdulillah tahun ini saya juga sudah launching bisnis catering," sambungnya.

Efisiensi bikin GenZ makin sulit

Ketidakpastian ekonomi dan sulitnya lapangan kerja di Ibukota Jakarta menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh kelompok generasi Cut Rasidah.

Ia menyebut, banyak teman-teman sebayanya yang menghadapi masalah serupa seperti dirinya. 

Mereka mengeluhkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak, meskipun memiliki gelar sarjana atau bahkan magister. 

Menurut Cut Rasidah, penyebab Utama dunia kerja di Ibukota Jakarta sulit diakses yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tak sebanding dengan banyaknya penduduk.

Sementara itu, setiap tahun perguruan tinggi terus mencetak para lulusan, yang semakin meningkatkan persaingan diantara para pencari kerja.

Persyaratan kerja juga dipersulit, seperti tinggi badan, batasan umur, hingga penampilan (good looking).

Baca juga: Budaya Kepraktisan hingga Faktor Gen Z, Transaksi Digital QRIS Mencapai 1,9 Triliun di Aceh 

"Emang yang mau kerja orang cantik dan ganteng doang? Emang yang butuh makan orang cantik doang?" katanya.

Selain itu, tak dapat dipungkiri, menurutnya pengaruh orang dalam (ordal) dalam dunia pekerjaan juga semakin menambah kesulitan masyarakat untuk bisa mengakses lingkungan perusahaan.

Ditambah lagi kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, menurutnya hal ini juga ikut memberikan efek pada dunia pekerjaan di Ibukota.

Banyak perusahaan yang memutuskan untuk mengurangi jumlah karyawan karena berkurangnya kegiatan mereka imbas program-program pemerintah yang diminimalisir.

"Efek dari pemerintah yang melakukan efisiensi anggaran atau menghilangkan program otomatis membuat SDM di dalamnya pun sedikit yang diperlukan," sebut Cut.

"Gak hanya GenZ, pengaruh ini menyebar ke semua masyarakat. PHK dimana-mana. Pastinya akan lebih banyak masyarakat yang tidak bekerja alias nganggur," tambahnya.

Cut percaya, ditengah ketidakpastian ekonomi, wirausaha menjai langkah tepat baginya untuk membangun masa depan yang lebih stabil.

Menurutnya, Gen Z memiliki potensi besar untuk berkembang jika mereka mampu beradaptasi dengan perubahan. 

Dengan memanfaatkan teknologi dan kreativitas, generasi ini bisa menciptakan berbagai inovasi yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri tetapi juga memberikan dampak bagi masyarakat luas.

Ia berharap kisahnya dapat menginspirasi banyak anak muda lain yang tengah berjuang menghadapi tantangan zaman. 

"Kita tidak bisa hanya bergantung pada sistem yang ada. Kita harus berani menciptakan peluang sendiri," katanya.

Baca juga: Dari Ghosting hingga Flexing, Yuk Simak 15 Istilah Gaul Gen Z yang Makin Populer Belakangan Ini

Sebagai salah satu GenZiners, ia berpesan agar para generasi Z lainnya tidak malu untuk belajar dan memetik pengalaman dari kehidupan dari generasi sebelumnya.

"Mau nggak mau, Gen Z harus siap melanjutkan perubahan zaman. Karena kita ada di era teknologi dengan banyak akses informasi. Tinggal kita yang harus menggali soft skill, mengambil peluang, dan mengembangkan kreativitas," tutupnya.

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Berita Terkini