Antara Aceh dan Bandung
Contoh lain berasal dari Kota Bandung, Indonesia, yang diakui oleh UNESCO sebagai kota kreatif di area desain. Kota ini berhasil memanfaatkan potensi anak muda dalam desain grafis, fashion, dan arsitektur untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang hidup.
Pemerintah Kota Bandung juga secara aktif mempromosikan inkubasi kreatif peralatan bisnis, menyediakan co-working space dan membuka akses pasar untuk produk lokal.
Bandung pun mempetahankan sebagai tujuan wisata “Kota Mode” di Indonesia. Outlet pakaian dan cemilan kreatif sebagai oleh-oleh dapat dengan mudah ditemui hampir di semua sudut Kota Bandung.
Uang pun mengalir deras ke Bandung dari tamu berdatangan, terutama di akhir pekan. Semua jalan dari Jakarta menuju Bandung, baik via Puncak maupun Tol Cipularang, dipastikan padat merayap setiap akhir pekan.
Jika Aceh mampu menggali potensi ekonomi kreatifnya dengan dukungan kebijakan pemerintah, pendidikan yang relevan, serta akses teknologi, maka bukan mustahil provinsi ini bisa keluar dari jerat kemiskinan dan menjadi pusat ekonomi kreatif berbasis budaya Islam yang kuat di Asia Tenggara.
Staf Khusus (Stafsus) Menteri Ekonomi dan Kreatif (Ekraf), Rian Syaf mengatakan, Aceh masuk dalam 15 provinsi prioritas pengembangan ekonomi kreatif dari total 38 provinsi se-Indonesia.
Menurutnya, kesempatan ini harus dimanfaatkan oleh Aceh dalam mengembangkan ekonomi kreatif jangka panjang yang tidak hanya mengandalkan insentif pemerintah, namun juga bisa mandiri secara ekonomi serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas, dan itu mesti dimulai dari daerah. (www.https://aceh.tribunnews.com/2025/03/24/aceh-masuk-dalam-15-provinsi-prioritas-ini-kata-stafsus-menteri-ekonomi-kreatif.)
Ekonomi kreatif mengandalkan kreativitas, inovasi, dan pemanfaatan keterampilan individu sebagai penggerak ekonomi. Konsep ini terdengar menjanjikan, terutama karena dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis komunitas.
Di Aceh, sektor-sektor seperti kuliner, kerajinan tangan, budaya, wisata agama dan tsunami, serta industri digital memiliki peluang besar untuk berkembang.
Namun, apakah potensi ini sudah dimanfaatkan secara maksimal?
Apakah dinas-dinas terkait, terutama Dinas Koperasi UKM, Dinas Pariwisata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Badan Promosi dan Investasi sudah memiliki blue print dan road map tentang ini?
Itulah beberapa pertanyaan yang mesti ditanyakan pada Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
“Jika Pemerintah Aceh belum menyusun blue print pembangunan ekonomi kreatif untuk Aceh, maka dipastikan ia masih jauh panggang dari api alias omong kosong,” kata dosen kami Hasan Basri M Nur dalam membahani mahasiswa untuk menulis artikel opini di FDK UIN Ar-Raniry.
Baca juga: Majukan Ekonomi Kreatif di Aceh, UIN Ar-Raniry Siap Jadi Mitra Strategis Kemenekraf
Tantangan Nyata di Lapangan