Jurnalisme Warga

Kolaborasi Dosen-Penulis Nasional, Mahasiswa UIN Ar-Raniry Terbitkan Buku “1 Kota 5 Agama di Aceh

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mallikatul Hanin Azhari dan Syifaurrahmah Azhari, Keduanya adalah mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam FDK UIN Ar-Raniry,

Semangat dalam menulis kian tumbuh. Ia menyadari bahwa penulisan ini bukan hanya tentang menulis buku, tapi juga tentang merawat sejarah dan menjembatani perbedaan.

Dalam proses penulisan, Agamna banyak melakukan wawancara dengan para tokoh lintas agama di Banda Aceh. Menemui orang-orang penting dan melakukan wawancara menjadi batu loncatan baginya dalam merintis jalan sebagai peneliti dan penulis.

Ia menyambangi kantor Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Aceh untuk bertemu dengan para pembimas dari agama non-Islam, seperti Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.

Ia juga mendatangi dan melakukan observasi rumah-rumah ibadah Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha yang ada di Banda Aceh. Tidak hanya itu, Agamna juga mengukur jarak antar tempat ibadah lintas agama tersebut.

Dari observasi dan pertemuan-pertemuan tersebut, ia memperoleh berbagai informasi penting yang menjadi bahan utama dalam penulisan buku. 

Rasa Kekeluargaan Menguat

Salah satu hal paling membekas bagi Agamna adalah pengalaman bertemu dengan para pemeluk agama lain. Bukan hanya wawancara formal, namun juga interaksi emosional yang menghangatkan hati. Ia mengenang beberapa pertemuannya dengan tokoh lintas agama dan pembimas-pembimas.

“Saya masih sangat ingat saat pertama kali bertemu dengan para pembimas di Kantor Kemenag Aceh. Waktu itu, saya disambut oleh empat pembimas dari agama non-Muslim: Hindu, Buddha, Katolik, dan Protestan, lengkap dengan secangkir kopi. Sambil menyeruput kopi, suasana wawancara berlangsung begitu hangat dan harmonis,” kenang Agamna.

“Salah satu pembimas bahkan sempat berkata sambil tertawa, ‘Di meja ini sedang ada satu meja lima agama,’” tambahnya.

Menurutnya, ada nilai pemulia jamee sebuah filosofi Aceh yang menghormati tamu yang sangat terasa dalam interaksi tersebut. “Walau beda agama, sifat pemulia jamee itu ada,” kata Agamna.

Buku ini akhirnya bukan sekadar dokumentasi, melainkan juga refleksi akan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Aceh yang sering dipersepsikan eksklusif karena statusnya sebagai daerah bersyariat Islam.

Kenyataannya, banyak hal yang menunjukkan toleransi nyata. Seperti adanya seorang Muslim yang bekerja di vihara dan bahkan disediakan ruang salat, atau anak-anak Kristen yang bisa bersekolah di sekolah berbasis Islam.

Menjaga Sejarah Minoritas

Agamna menegaskan bahwa buku ini sangat penting sebagai upaya menjaga sejarah kehadiran umat beragama di Banda Aceh.

“Saat ini populasi umat Hindu sangat sedikit, menurut data ada sekitar 6 kk. Kalau nanti umat Hindu misalnya makin sedikit, setidaknya sejarah mereka tidak hilang. Masih ada di buku ini,” ujarnya.

Halaman
1234

Berita Terkini