Selain memperkecil ukuran, di tempatnya, produksi tempe harus dikurangi.
Yang awalnya dari lima kuintal menjadi empat kuintal per hari.
Sementara itu, salah satu pedagang tempe, Mustofa tetap berjualan meski ukuran tempe dikurangi.
"Tetap kita jualan, tapi ukuran tempe yang semakin mengecil banyak. Pelanggan yang protes. Tapi mereka tahu kok kalau naik, jadi tetap dibeli," jelas Mustofa.
Dirinya menambahkan, meski harga naik, warga tetap membeli tempe miliknya.
"Di pasar warga kalau dulu beli Rp 50 ribu sekarang jadi Rp 30 ribu," tambahnya.
Terjadi di Banten
Di Kabupaten Pandeglang, Banten, harga kedelai impor yang menjadi bahan baku utama tempe melonjak.
Produsen tempe terpaksa mengurangi ukuran dan terancam gulung tikar.
Kenaikan harga kedelai dirasakan para produsen tempe di Pandeglang dalam beberapa hari terakhir.
Harga kedelai impor yang semula dijual Rp9.000,- per kilogram menjadi 12.000,- per kilogram.
Meski demikian, produsen tempe mengaku sulit menaikkan harga karena khawatir kehilangan pembeli.
Mereka menyiasati dengan memperkecil ukuran tempe.
Namun, jika harga kedelai terus tinggi, produsen tempe terancam gulung tikar karena tidak sesuai dengan ongkos produksi.
Pemerintah diharapkan memberi solusi agar harga kedelai bisa normal lagi.
Di Sulawesi Barat
Sejumlah pengrajin tahu dan tempe di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), meradang akibat kenaikan harga kedelai imbas perang tarif dagang Amerika Serikat (AS).