Jurnalisme Warga

Kekerasan terhadap Perempuan Berujung Femisida

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

IHAN NURDIN, Jurnalis dan anggota Divisi Gender Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh

IHAN NURDIN, Jurnalis dan anggota Divisi Gender Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh

RAMADAHN 1446 Hijriah menjadi Ramadhan terakhir bagi Juwita. Ia tak sempat merasakan meriahnya Idulfitri karena telah lebih dulu menghadap Ilahi. Juwita adalah seorang jurnalis. Ia meninggal dunia pada 22 Maret 2025.

Perempuan yang usianya bahkan belum genap seperempat abad itu tak bisa lagi merasakan sibuknya menjadi jurnalis. Juwita tak perlu lagi pontang-panting mengejar ‘deadline’.

Semoga ia tenang di alam sana. Yang tak tenang adalah keluarga yang ditinggalkan. Sebab, kepergian Juwita yang tak lazim. Kepergian yang tak hanya menyisakan kesedihan, tetapi juga memupuk asa pada keadilan.

Juwita bekerja di Newsway.co.id., sebuah portal berita di Kota Banjar Baru, Provinsi Kalimantan Selatan. Ia anggota PWI Kalimantan Selatan. Juwita meninggal tragis. Ia dibunuh oleh anggota TNI Angkatan Laut bernama Jumran, calon suaminya.

Setelah dibunuh di dalam mobil, jasadnya dibuang di kawasan Jalan Trans Gunung Kupang, Kota Banjar Baru, agar terkesan seolah-olah Juwita korban kecelakaan lalu lintas. Bersebab profesinya itu, kasus Juwita pun mencuat dan mendapat sorotan publik. Terutama saat motif pembunuhannya belum terungkap.

Kejadian yang menimpa Juwita menambah daftar angka kekerasan terhadap perempuan yang berujung pada femisida (pembunuhan perempuan oleh laki-laki karena kebenciannya terhadap perempuan).

Dari tahun ke tahun kasus femisida semakin marak. Laporan Komnas Perempuan, selama 2020—2023 saja terdapat 798 kasus femisida di Indonesia (Tempo, 2024). Penyebab dominannya dipicu oleh cemburu atau dendam, penolakan hubungan seksual dan kekerasan seksual, serta problem finansial.

Pada saat bersamaan, kasus Juwita juga menambah angka kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia dalam tahun 2025. Khususnya terhadap jurnalis perempuan. Data yang dihimpun oleh Bidang Advokasi AJI Indonesia, per Maret 2025 setidaknya tercatat 23 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Lima di antaranya dialami oleh jurnalis perempuan.

Puncak kekerasan

Ancaman yang paling ekstrem atau puncak kekerasan yang dihadapi perempuan adalah femisida. Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya.

Tindakan ini dipicu oleh perasaan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi, ataupun misogini terhadap perempuan. Lazimnya terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa. Sering kali pelakunya adalah orang terdekat korban, seperti pacar atau suami. WHO menyebut femisida adalah kejahatan terhadap perempuan berbasis gender yang kerap diiringi atau disusul dengan pelecehan berkelanjutan.

Komnas Perempuan mengategorikan kasus Juwita sebagai tindakan femisida. Indikasinya, korban mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh.

Bagaimana dengan di Aceh? Masih segar dalam ingatan kita kasus yang menimpa Ayuni (35) akhir Januari 2025. Warga Kampung Uning Teritit, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah itu dibunuh oleh suaminya. Jasadnya ditanam di kebun kopi. Pada Juni 2024, seorang ibu rumah tangga di Desa Lam Hasan, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, juga meregang nyawa di tangan suaminya.

Sebelumnya, pada Januari 2024, seorang istri di Gampong Pulo Lhoeh, Kecamatan Titeu, Kabupaten Pidie, ditemukan terkubur dalam karung di kamar di rumahnya sendiri. Pelaku juga suaminya.

Halaman
12

Berita Terkini