Petani Cabai Gampong Rukoh Tolak Semua Bantuan untuk Sekolahkan Anaknya di MIN yang Sama

Editor: Yocerizal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Khairul Halim, petani cabai warga Gampong Rukoh, Banda Aceh, menolak semua tawaran bantuan untuk menyekolahkan anaknya di MIN yang sama.

SERAMBINEWS.COM - Khairul Halim, petani cabai, warga Gampong Rukoh, Banda Aceh, menolak semua bantuan yang ditawarkan untuk menyekolahkan anaknya di Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) yang sama.

Halim sebelumnya gagal menyekolahkan anaknya di salah satu MIN di Banda Aceh. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan proses pendaftaran ulang karena terganjal oleh besarnya uang masuk.

Ditemui Serambinews.com di salah satu warung kopi di Gampong Rukoh, Sabtu (10/5/2025), Halim mengaku banyak mendapatkan tawaran bantuan setelah berita tentang keluhannya menyebar luas di media.

"Setelah berita itu viral, banyak orang dan kawan-kawan yang ingin membantu agar anak saya bisa masuk kembali di sekolah yang sama,"

"Ada dari guru, dosen, dan juga politisi. Tetapi dengan berat hati, saya tidak bisa menerima itikad baik dari teman-teman yang ingin membantu," ungkap Halim.

Halim melanjutkan, alasannya menolak semua bantuan itu karena ini menyangkut dengan prosedur.

Pihak sekolah telah mengumumkan hari pendaftaran ulang pada 5 Mei 2025 dengan batas Waktu hingga pukul 12.00 Wib.

Jika melewati batas waktu tersebut, maka secara otomatis akan dianggap gugur.

Baca juga: Curhat Pilu Petani Cabai di Banda Aceh, Gagal Sekolahkan Anak ke MIN karena Terganjal Uang Masuk

Baca juga: Bank Indonesia Buka Rekrutmen Jalur Special Hire dan PKWT! Berikut Kualifikasi, dan Link Pendaftaran

"Maka dari itu, saya ikuti seusai dengan aturan yabg berlaku," timpalnya.

Halim juga menyinggung hasil rapat pertama wali murid dengan komite sekolah yang tidak diindahkan oleh pihak sekolah.

Sehingga ada rapat kedua yang langsung dipimpin sendiri oleh kepala sekolah.

"Setahu saya, kepala sekolah tidak boleh memimpin atau terlibat langsung dalam rapat yang membahas sumbangan dari wali murid,"

"Pihak sekolah beralasan bahwa keputusan rapat pertama wali murid dengan komite itu keputusannya tidak mutlak,"

"Di situ saya menilai bahwa ada suatu permasalahan yang terjadi antara pihak sekolah dengan komite sekolah,"

"Makanya saya sebagai wali murid tidak mendaftarkan Kembali anak saya ke MIN tersebut," bebernya.

Baca juga: Sekolah di Aceh Besar Dilarang Lakukan Study Tour dan Wisuda, Hingga Perpisahan

Baca juga: Konflik Memanas, Pakistan Luncurkan Serangan Siber Besar-besaran ke India

Halim juga mempertanyakan alasan pihak sekolah membebankan pembangunan fisik kepada wali murid.

"Pembangunan fisik itu tanggung jawab pemerintah. Kami sebagai wali murid sudah menanggung kebutuhan penunjang pendidikan anak seperti seragam, buku, dan lain-lain,"

"Bagi saya yang hanya seorang petani, hal itu sangat memberatkan, sehingga saya memilih untuk tidak mendaftarkan ulang anak saya," ujar Khairul Halim.

Lalu apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Halim untuk menyekolahkan anaknya?

Terkait hal ini, dia mengaku akan mencoba melihat peluang di sekolah lain. 

"Belum semua sekolah membuka pendaftaran murid baru, jadi masih ada peluang,"

"Yang pasti, anak saya wajib sekolah. Apa pun akan saya upayakan agar anak saya bisa mendapatkan Pendidikan," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang petani cabai di Banda Aceh, Khairul Halim, curhat tentang kondisinya yang gagal memasukkan anaknya ke Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN).

Baca juga: Sosok Satria Arta Kumbara, Pecatan Marinir TNI AL yang Kini Jadi Tentara Bayaran Rusia

Baca juga: Golkar Bireuen Belum Bahas soal Musda, Siapa Bakal Didukung untuk Tingkat Aceh? Ini Kata Sekretaris

Warga Gampong Rukoh tersebut memutuskan untuk tidak melanjutkan proses pendaftaran ulang anaknya karena terganjal oleh besarnya uang masuk. 

Kisahnya itu lalu ia bagikan melalui laman Facebooknya, Halim Perdana Kesuma, pada 5 Mei 2025. Di situ ia menumpah semua uneg-uneg terkait kegagalannya menyekolahkan anaknya di MIN.

Ia sangat berharap bisa menyekolahkan anaknya di MIN karena kurikulum pendidikannya kuat dengan nilai-nilai keagamaan.

Tetapi ternyata untuk bersekolah di MIN yang berstatus sekolah negeri, tidak semudah dan semurah yang dibayangkan. 

Minimal ia harus menyiapkan uang Rp 3 juta agar anaknya bisa diterima, di dalamnya sudah termasuk uang seragam dan buku yang disiapkan oleh pihak sekolah.(*)

Berita Terkini