"Hakim sudah menolak permohonan prapera,dilan para pemohon untuk seluruhnya, serta membebankan biaya perkara
Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur
SERAMINEWS.COM, IDI – Pengadilan Negeri (PN) Idi menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gudang Arsip UPTD Aceh Timur, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2022 berinisial MA dan BH
Informasi diterima Serambinews.com, dari Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Idi Tri Purnama, Hakim Tunggal Asra Saputra, S.H., M.H. memutuskan bahwa permohonan praperadilan Nomor 1/Pid.Pra/2025/PN Idi yang diajukan oleh para tersangka terhadap Kejaksaan Negeri Aceh Timur sebagai termohon, ditolak untuk seluruhnya.
Baca juga: Alhamdulillah, Jamaah Kloter 8 Aceh Tiba di Mekkah, Ini Lokasi Penginapannya
"Hakim sudah menolak permohonan praperadilan para pemohon untuk seluruhnya, serta membebankan biaya perkara sejumlah nihil kepada para pemohon," ujar Tri Purnama
Putusan tersebut menegaskan bahwa penetapan status tersangka dan tindakan penahanan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Timur terhadap MA dan BH adalah sah menurut hukum.
Hakim menyatakan bahwa penyidik telah memenuhi syarat minimal dua alat bukti sah sebelum menetapkan dan menahan para tersangka.
Bukti-bukti tersebut terdiri dari, keterangan saksi termasuk pemeriksaan terhadap 14 orang saksi serta dua calon tersangka (para pemohon).
Keterangan ahli diperoleh dari beberapa ahli yang dituangkan dalam bukti T-12 hingga T-14. Bukti surat laporan fisik dari Politeknik Lhokseumawe (T-15) dan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Inspektorat Aceh Timur (T-16).
Menariknya, dalam sidang, ahli hukum pidana Dr. Dahlan, S.H., M.Hum. yang dihadirkan oleh pemohon juga mengakui bahwa bukti surat yang diperoleh saat penyelidikan dan keterangan saksi yang telah dituangkan dalam BAP dapat dianggap sebagai dua alat bukti.
Penetapan tersangka Slsah menurut hukum Hakim berpegang pada ketentuan Pasal 184 KUHAP juncto Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 bahwa dua alat bukti yang sah sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Terlepas dari benar atau tidaknya dugaan keterlibatan para tersangka dalam tindak pidana, hal tersebut merupakan ranah pembuktian di sidang pokok perkara, bukan dalam forum praperadilan," ungkapnya.
Soal Audit Inspektorat dan Penahanan
Terkait keberatan pemohon atas kewenangan Inspektorat Aceh Timur dalam melakukan audit kerugian negara, Hakim menilai bahwa hal tersebut telah masuk dalam materi pokok perkara.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2016 jo. SEMA No. 2 Tahun 2024, hanya BPK yang memiliki kewenangan konstitusional untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara.
Namun, instansi seperti BPKP, Inspektorat, hingga akuntan publik tetap sah melakukan audit pengelolaan keuangan negara.
Sementara itu, mengenai penahanan terhadap kedua tersangka, Hakim menilai tindakan tersebut telah memenuhi syarat objektif dan subjektif sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Penahanan dilakukan dalam batas waktu dan kewenangan yang sah dari penyidik.
Sidang pembacaan putusan tersebut turut dihadiri oleh Rudi Syahputra, S.H. selaku kuasa hukum para pemohon, dan Andre Pratama, S.H. yang mewakili Kejaksaan Negeri Aceh Timur sebagai pihak termohon.
Dengan ditolaknya praperadilan ini, proses penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Gudang Arsip senilai miliaran rupiah di Aceh Timur akan terus berlanjut hingga ke tahap persidangan pokok.(*)