Berita Nasional

ASN Diusulkan Bekerja hingga Usia 70 Tahun, Komisi II DPR Kaji Urgensinya: Ini Masalah Meritokrasi

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI ASN - Usulan untuk menaikkan batas usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga 70 tahun menuai perhatian serius dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

ASN Diusulkan Bekerja hingga Usia 70 Tahun, Komisi II DPR Kaji Urgensinya: Ini Masalah Meritokrasi

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Usulan untuk menaikkan batas usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga 70 tahun menuai perhatian serius dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Komisi II DPR menilai bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji secara menyeluruh, terutama dari aspek urgensi dan dampaknya terhadap sistem meritokrasi di lingkungan birokrasi.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Aria Bima, menegaskan bahwa pihaknya akan mencermati secara serius usulan perpanjangan usia pensiun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi 70 tahun.

Menurutnya, kebijakan ini tidak bisa diputuskan secara gegabah karena menyangkut prinsip meritokrasi dalam sistem kepegawaian negara.

"Komisi II pasti akan mencermati dan menyikapi usulan-usulan perpanjangan usia pensiun ASN. Ini kan menyangkut masalah meritokrasi," kata Aria Bima kepada wartawan, Rabu (28/5/2025), dilansir dari Tribunnews.com.

ASN berbaju Korpri (SHUTTERSTOCK/WIBISONO.ARI)

Ia menjelaskan bahwa perpanjangan usia pensiun berkaitan erat dengan sistem rekrutmen, pelatihan, promosi, dan pengembangan kompetensi ASN yang selama ini telah diatur secara sistematis dan berdasarkan jenjang karier.

"Ini menyangkut bagaimana dari rekrutmen, mentraining ASN, mempromosikan ASN yang itu antara usia dan tingkat produktivitas serta penambahan kompetensi untuk semua jenjang sudah ditentukan," ucapnya.

Menurut Aria Bima, perpanjangan usia pensiun memiliki konsekuensi langsung terhadap aspek produktivitas kerja dan kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas di setiap jenjang birokrasi.

"Jadi, dengan penambahan umur, konsekuensinya adalah meritokrasinya—antara hal-hal yang menyangkut kapasitas dan kapabilitas—ini mesti dihitung secara cermat," katanya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pembahasan mengenai hal ini akan dilakukan dengan melibatkan para ahli.

Serta juga mempertimbangkan kerangka regulasi yang ada, baik dalam Undang-Undang ASN maupun kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

"Karena wilayah peningkatan penambahan ini ada di Undang-Undang ASN atau Kementerian PANRB, maka Komisi II segera akan mencermatinya," ucapnya.

Aria Bima menekankan bahwa wacana perpanjangan usia pensiun tidak boleh hanya dilihat dari sisi penundaan pensiun semata.

Melainkan juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dan pembekalan ASN di masa perpanjangan usia kerja tersebut.

"Tidak sekadar hanya mengundurkan usia pensiun, tambahan pembekalan kualitasnya apa untuk menambah tambahan jenjang waktu pensiun ini, kemudian tugasnya ada di mana," ucapnya.

Menurut Aria Bima, perpanjangan usia pensiun juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap rekrutmen generasi baru di lingkungan ASN.

"Ini yang menurut saya penting dicermati, karena dengan mundurnya tambahan usia pensiun ASN berarti memperlambat masuknya yang baru," ujarnya.

Ia menyebut bahwa standar kompetensi kerja yang diperlukan dalam sistem birokrasi saat ini akan mempengaruhi standar usia kerja yang ideal.

"Kita akan melihat sejauh mana tingkat produktivitas negara ini nanti diperlukan standar kompetensi yang berdampak pada standar umur yang ada,”

“Jadi kita tidak gegabah dan tidak latah untuk segera menyetujui atau menolak tentang usulan tambahan umur untuk ASN," ujar Aria.

Ia menambahkan, wacana ini adalah bagian dari diskursus publik yang sah, namun tidak boleh diputuskan secara terburu-buru.

"Komisi II akan segera, dalam persidangan ke depan, mencermati ini dan mengundang beberapa ahli sejauh mana pentingnya, tidaknya, urgensinya penambahan umur,”

“Tapi wacana ini adalah suatu diskusi publik, pembahasan publik, sesuatu yang jangan diharamkan tapi juga jangan langsung disetujui," tandasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Ahmad Irawan, mengkritik usulan dari Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) terkait perpanjangan usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi usia 70 tahun.

Ia menilai, usulan itu justru menghambat regenerasi dalam sistem kepegawaian.

"Semakin lama dia di situ, produktivitas kerjanya juga. Orang sudah bisa Dirjen segini umur 42 tahun. Jadi kalau dia di situ terus bisa 28 tahun lagi sampai usia 70 tahun pensiun," kata Irawan kepada Tribunnews.com di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

"Jadi akhirnya di bawah ini enggak jalan regenerasinya, kenapa enggak mereka pikirkan itu saja," imbuhnya.

Irawan menegaskan, hingga kini belum ada usulan resmi dari pemerintah terkait batas usia pensiun ASN tersebut.

Meskipun RUU ASN telah masuk dalam Prolegnas, usulan tersebut masih sebatas dari Korpri, bukan dari pemerintah.

"Kalau kita kan masuk dalam Prolegnas Utama RUU ASN, ya bisa saja substansi usulan perubahan pemerintahan bisa jadi satu terkait masalah umur. Tapi kan itu belum menjadi usulan pemerintah, baru usulan Korpri. Korpri kan beda dengan pemerintahan," ujarnya.

Menurut Irawan, yang lebih mendesak dari sekadar menaikkan batas usia pensiun adalah reformasi sistem pensiun ASN itu sendiri.

"Saya sih lebih memilih untuk mendorong reformasi sistem pensiun. Karena sekarang kan orang berpikir lebih banyak yang didapat saat bekerja daripada saat pensiun. Padahal kalau sistem pensiunnya bagus, orang enggak akan mau kerja lagi, maunya pensiun aja," ucapnya.

Ia juga menyoroti bahwa belum ada naskah akademik maupun draf RUU ASN yang diterimanya. 

Lebih lanjut, Irawan menjelaskan perlunya kajian akademik yang memperhitungkan berbagai variabel, seperti perbedaan usia rekrutmen ASN dan jenis kepegawaian, termasuk PPPK dan PNS. 

Dia juga mempertanyakan apakah usulan usia 70 tahun berlaku bagi semua jabatan, atau hanya jabatan tertentu.

"Misalnya dia minta 70 tahun. Tapi usia rekrutmen kita berbeda-beda. Ada yang masuk usia 21, ada juga setelah 35. Durasi kerjanya kan beda-beda. Itu dulu yang harus dikaji. Belum lagi, ASN kita ada dua, PPPK dan PNS. Apakah yang dimaksud termasuk PPPK juga?" ucap Irawan.

Ia bahkan menyebutkan potensi moral hazard jika seseorang menjabat terlalu lama di satu posisi.

"Semakin lama orang menduduki jabatan tersebut, potensi moral hazard semakin besar. Dan semakin lama dia di situ, produktivitas kerjanya juga turun. Regenerasi juga enggak jalan," ucapnya.

Irawan pun mendorong agar reformasi tata kelola ASN menjadi prioritas, termasuk pembenahan data kepegawaian dan manajemen ASN secara keseluruhan.

"Masih banyak blind spot dalam tata kelola ASN kita. Itu dulu aja dibenahi. Dan itu bagian dari reformasi sistem. Kalau data aja belum rapi, gimana kita bisa menetapkan kebijakan umur yang akurat?" pungkasnya.

Usulan ini sebelumnya disampaikan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Nasional. 

Ketua Umum Korpri, Zudan Arif Fakrulloh mengusulkan agar penambahan batas usia pensiun itu berbeda-beda disesuaikan dengan pangkat masing-masing ASN. 

"Korpri mengusulkan agar Pejabat Pimpinan Tinggi atau JPT Utama mencapai usia 65 tahun, JPT Madya atau eselon I mencapai BUP (batas usia pensiun) 63 tahun," kata Zudan pada Kamis (22/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

Kemudian, JPT Pratama atau setingkat eselon II batas usia pensiunnya menjadi 62 tahun, eselon III dan IV 60 tahun, sedangkan untuk Jabatan Fungsional Utama batas usia pensiunnya mencapai 70 tahun. (*)

Berita Terkini