Sementara dalam alasan sosial kultural, kata Tgk Akmal, Mekkah dan Madinah, yang disebut sebagai Haramain (dua tanah haram/suci), bukan hanya tempat ritual keagamaan, tetapi juga contoh peradaban yang penuh dengan nilai kemanusiaan.
Tgk Akmal menyoroti bagaimana masyarakat setempat, meskipun hidup dalam cuaca panas dan keras, memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Mereka gemar berbagi makanan dan minuman kepada para jamaah, tanpa membedakan status sosial maupun kebangsaan.
“Setiap jamaah dilayani penuh ceria tanpa terlihat wajah sinis apalagi merendahkan. Kurma, anggur, apple, jeruk, susu, roti, minuman hingga nasi briyani didapati dengan mudah dan gratis dari para dermawan didua kota tersebut,” ujarnya.
“Mereka menyakini, melayani dan berbagi dengan para jamaah umrah dan haji akan diberkati hartanya, maka sangat lumrah terlihat para dermawan menggunakan mobil mewah berdiri seputaran mesjid dan dipinggir jalan sembari berbagi paket sedekah,” sambungnya.
Kerinduan kepada Baitullah, tambah Tgk Akmal, adalah tanda hati yang hidup dan iman yang menyala.
Kota suci itu bukan hanya diagungkan Allah, tetapi juga mengagungkan siapa pun yang mengunjunginya dengan niat tulus.
“Kota yang diagungkan Allah dan siapapun yang kuasa hadir kesana maka Allah agungkan, amankan dunia dan akhiratnya. Semoga kita segera menyusul dan bertemu Baitullah,” pungkasnya. (ar)