Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau di Aceh Singkil menjadi bagian administratif Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memicu gelombang protes dari berbagai lapisan masyarakat Aceh. Mulai dari elite politik, tokoh masyarakat, ulama, hingga organisasi kepemudaan dan mahasiswa, suara penolakan terus bergema. Mereka menilai keputusan kontroversial tersebut mengabaikan sejarah, identitas wilayah, serta semangat perdamaian yang tertuang dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Kekompakan yang menjadi sorotan baru-baru ini muncul dari Forum Bersama (Forbes) DPR-DPD RI asal Aceh. Para elit politik Aceh yang berkarier di Senayan ini bahkan mendatangi langsung lokasi keempat pulau di Aceh Singkil. Melihat gerakan tersebut, anggota DPR RI asal Aceh, H Ruslan M Daud (HRD), berharap kekompakan untuk merebut kembali empat pulau ini dipertahankan dan dilanjutkan untuk berbagai kebaikan lainnya bagi Tanah Rencong.
Hal itu disampaikan HRD dalam wawancara eksklusif bersama Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur, di Studio Serambinews.com, pada Jumat (13/6/2025). Selengkapnya wawancara bersama H Ruslan M Daud dapat disaksikan dalam video di kanal YouTube Serambinews.com. Berikut petikan wawancara yang dirangkum oleh reporter Serambi Indonesia:
Bisa dijelaskan latar belakang Bapak sebelum menjadi Bupati Bireuen dan anggota DPR RI?
Ya, terima kasih. Dulu saya lama tinggal di Kuala Lumpur. Saya menetap di sana, bahkan anak pertama, kedua, dan ketiga lahir di Kuala Lumpur. Setelah perdamaian Aceh antara GAM dan RI, kami baru bisa pulang ke Tanah Air. Alhamdulillah, tahun berganti tahun, pada 2012 saya mencalonkan diri sebagai Bupati Bireuen dan mendapat kepercayaan dari masyarakat Bireuen. Pada 2017, saya mencoba melanjutkan periode kedua, tapi Allah berkendak lain, masyarakat tidak lagi memberikan kepercayaan. Kemudian, pada 2019, saya mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dan alhamdulillah mendapatkan kepercayaan rakyat. Saya menang dan terpilih lagi untuk periode 2024-2029.
Apa yang bisa dilakukan anggota DPR RI untuk daerah?
Sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta Undang-Undang MD3, kami bertugas melakukan pengawasan dan membuat undang-undang. Sebagai anggota fraksi, kami mendapat penugasan. Namun, ada hal yang kadang tidak bisa terakomodasi karena bukan tupoksi kami. Di Senayan, ada komisi dari 1 sampai 13. Fraksi PKB, dengan 68 kursi, tersebar di 13 komisi. Misalnya, ketika membahas dana Otonomi Khusus (Otsus), kami perlu ke Badan Legislasi (Banleg). Pertanyaannya, apakah ada anggota dari Aceh di Banleg yang bisa mengawal? Jika tidak ada, kekompakan menjadi kunci. Kami dari Aceh ada 13 orang, terbagi di beberapa komisi. Tidak semua komisi ada perwakilan kami. Penempatan komisi ditentukan pimpinan, bukan kami yang memilih. Dengan latar belakang sebagai bupati, saya menginginkan Komisi V yang berkaitan dengan infrastruktur.
Kenapa HRD memilih Komisi V?
Semua komisi penting, tapi bagi saya, infrastruktur lebih krusial untuk Aceh. Aceh pernah dilanda konflik dan tsunami yang menghancurkan infrastruktur. Kesenjangan dengan provinsi lain sangat jauh. Makanya, saya berikhtiar, didukung doa dan dorongan ulama seperti Abu Mudi dan almarhum Abu Tumin, untuk masuk Komisi V yang membidangi infrastruktur. Alhamdulillah, berkat doa dan dukungan, saya bisa berjuang untuk pembangunan jalan, irigasi, jembatan, dan lainnya di Aceh. Tapi, kami juga membawa manfaat lain di luar infrastruktur karena memiliki banyak rekan di komisi lain.
Hal lain yang Bapak bawa pulang ke Aceh selain anggaran infrastruktur?
Contohnya, BLK Komunitas untuk melatih keterampilan anak muda agar bisa bekerja, meski ini di bawah Komisi IX. Saya juga membantu beasiswa melalui Komisi X dan alat pertanian melalui Komisi IV. Intinya, tergantung kemauan. Seperti lagu Bergek, “Manok na itek na” (ayam ada, itik pun ada). Di PKB, dengan 68 anggota, kami tersebar di semua komisi. Jika ada kebutuhan di komisi lain, kami sampaikan ke fraksi. Jadi, meski di Komisi V, kami tidak terpaku hanya di situ. Saya yakin 13 anggota DPR RI dari Aceh, dari dapil 1 (7 orang) dan dapil 2 (6 orang), punya tujuan sama, yakni berjuang untuk Aceh, walau partainya berbeda.
Bicara infrastruktur, apa yang menjadi perhatian Bapak di Aceh saat ini?
Banyak laporan melalui WhatsApp soal pembangunan yang tersendat, seperti waduk yang tidak dilanjutkan dan tol Aceh. Sekarang, di Komisi V, kami tinggal berdua, saya dan Pak Irmawan, setelah sebelumnya ada tiga orang termasuk Pak Ilham Pangestu. Meski hanya berdua, semangat kami tidak surut, didukung 13 anggota DPR dan empat senator dari Aceh. Kami memperjuangkan tol Aceh masuk proyek strategis nasional. Mengapa daerah lain bisa menikmati kehadiran negara, tapi Aceh, yang punya andil besar dalam kemerdekaan, masih tertinggal? Kekompakan, seperti saat menuntut empat pulau, harus diperluas untuk pembangunan. Jika kita kompak berkoordinasi dengan pusat, pembangunan Aceh akan lebih baik. Kuncinya, asal tidak menuntut merdeka, pemerintah akan mendukung.
Maksudnya?
Asal tidak menuntut merdeka, semua kebutuhan untuk kesejahteraan rakyat, seperti tol, irigasi, dan waduk, akan didukung. Aceh kaya sumber daya alam, tapi terkendala infrastruktur, seperti irigasi yang tidak memadai untuk pertanian. Negara harus hadir, menerapkan sila kelima Pancasila di Aceh.