Berita Banda Aceh

Pembangunan Enam Batalyon TNI AD di Aceh Untuk Pertahanan Negara

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapendam IM, Letkol Inf Teuku Mustafa Kamal menggelar silaturahmi dengan awak media, di Media Center Kodam IM, Neusu, Banda Aceh, Kamis (24/10/2024).

“Masalah batalyon kita itukan kebijakan pertahanan dan merupakan wewenang pemerintah pusat. Tujuan kita inikan membuat suasana daerah aman dan tentram.” Teuku Mustafa Kamal, Kapendam IM 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Kapendam Iskandar Muda (IM) Kolonel Inf Teuku Mustafa Kamal akhirnya buka suara terkait pro kontra pembangunan enam batalyon TNI AD di Aceh. Keenam batalyon itu tersebar di Aceh Singkil, Nagan Raya, Pidie, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Aceh Timur. 

Namun belakangan salah satu lokasi yakni di Aceh Singkil dibatalkan, sehingga tersisa lima lokasi. Pembangunan batalyon merupakan program Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dengan nilai kontrak mencapai Rp238,2 miliar. 

“Inikan kebijakan pemerintah pusat. Bagian dari kebijakan pertahanan negara dari ancaman serangan baik itu dari luar maupun gangguan ancaman dari dalam terhadap keutuhan NKRI,” kata Mustafa Kamal kepada Serambi, Senin (30/6/2025). 

Menurutnya, wacana tersebut juga tercantum dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengatur tentang tugas pokok TNI. Di mana, pasal tersebut secara umum menyatakan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.

“Masalah batalyon kita itukan kebijakan pertahanan dan merupakan wewenang pemerintah pusat. Tujuan kita inikan membuat suasana daerah aman dan tentram,” jelasnya. 

Sebelumnya, rencana pembangunan batalyon mendapat sorotan dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) asal Aceh, H Sudirman atau Haji Uma. Ia menilai pembangunan batalyon di Aceh merupakan pelanggaran terhadap perjanjian damai MoU Helsinksi. 

Tak hanya itu, Haji Uma mengingatkan bahwa berdasarkan MoU Helsinki, jumlah maksimal personel TNI organik yang dapat ditempatkan di Aceh adalah 14.700 personel. Ia juga menyoroti nilai anggaran negara yang digunakan untuk pembangunan fasilitas militer di Aceh yang mencapai lebih dari Rp 238 miliar. 

“Aceh saat ini bukan zona perang dan masyarakat saat ini hidup dalam suasana damai, kehadiran militer dalam jumlah besar bisa menimbulkan trauma baru, khususnya di wilayah-wilayah yang pernah terdampak konflik,” ujar Haji Uma. 

PKB bersikap netral 

Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Aceh bersikap netral soal wacana penambahan batalyon di Aceh. Hal itu disampaikan anggota Komisi I Bidang Politik dan Pemerintahan DPRA dari Fraksi PKB, Dony Arega Rajes kepada Serambi, kemarin.

"PKB siap mendukung bila masyarakat dan Pemerintah Aceh mendukung, ya sama-sama kita bangun batalyon. Tetapi kalau menolak, PKB tetap menolaknya apalagi bila bersangkutan dengan MoU Helsinki," ucap Dony di ruang rapat Fraksi PKB Gedung DPRA, Rabu (2/7/2025).

Dia mengungkapkan bahwa ada sisi positif dari pembangunan bataliyon di Aceh. Selain mendukung program Presiden Prabowo terkait ketahanan pangan, juga membuka lapangan pekerjaan sebab semakin banyak anak-anak di Aceh yang terserap dan menjadi tentara.

Sementara sisi negatifnya mengembalikan rasa takut pada masyarakat, sebab di masa lalu provinsi ini pernah berada dalam konflik yang berkepanjangan.(ra/rn)

 

Halaman
12

Berita Terkini