SERAMBINEWS.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan merevisi aturan mengenai rekening dormant (tidak aktif) di perbankan.
Langkah ini diambil menyusul adanya pemblokiran rekening secara massal oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang sempat menimbulkan protes di kalangan masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK akan segera menata ulang pengelolaan rekening dormant untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
"Dalam waktu dekat OJK akan mengatur ulang pengelolaan rekening di bank untuk memperjelas hak dan kewajiban bank dan nasabah, termasuk mengatur ulang pengelolaan rekening dormant oleh bank," ujar Dian kepada Kompas.com, Minggu (3/8/2025).
Meski tidak menjelaskan secara rinci perubahan aturan yang akan dilakukan, Dian menegaskan bahwa ini adalah bagian dari upaya OJK untuk menjaga stabilitas, integritas, dan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan.
Revisi aturan ini juga sejalan dengan program Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan inklusi keuangan, dengan mendorong kepemilikan rekening bank bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Dengan ketentuan baru ini diharapkan akan menjaga stabilitas dan integritas sistem perbankan dan keuangan sehingga bank dapat berfungsi lebih baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia," ucapnya.
Baca juga: Cara Nabung Agar Rekening Tidak Dianggap Dormant Lalu Diblokir PPATK, Pakar Siber Sarankan Hal Ini
Sebagai informasi, pengaturan rekening dormant selama ini mengacu pada Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2022 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.
Dalam Pasal 6 ayat 6 POJK tersebut, status tabungan dasar (basic saving account) dapat diubah menjadi rekening dormant jika rekening tidak ada saldo tabunganya dan atau tidak ada transaksi selama 6 bulan berturut-turut. Transaksi tidak termasuk pengkreditan tabungan karena bunga atau bagi hasil.
Namun, dalam aturan itu pula OJK menyerahkan ketentuan atau prosedur tindak lanjut untuk rekening dormant kepada masing-masing bank.
Dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999.
Sebelumnya, PPATK mengumumkan penghentian sementara transaksi rekening dormant agar rekening tersebut tidak disalahgunakan untuk kejahatan tindak pidana di sektor keuangan mulai dari pencucian uang, transaksi narkoba, korupsi, hingga judi online.
Kendati begitu, PPATK memastikan dana di rekening dormant tetap aman dan tidak ada pengurangan saldo sama sekali. Rekening yang telah diblokir juga bisa diaktifkan kembali setelah nasabah mengikuti prosedur yang berlaku.
Dalam keterangan resminya, PPATK menyebut langkah pemblokiran rekening dormant ini dilakukan bukan tanpa alasan karena telah melalui proses analisis selama 5 tahun terakhir.
Selama proses tersebut, PPATK menemukan maraknya penggunaan rekening dormant yang tanpa diketahui pemilik rekening, telah menjadi target kejahatan, digunakan untuk menampung dana dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta pidana lainnya.
Berdasarkan catatan PPATK, sebanyak lebih dari 140.000 rekening dormant yang tidak aktif hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp 428,61 miliar.
"Seiring dengan maraknya penyalahgunaan rekening dormant, serta setelah dilakukan upaya pengkinian data nasabah, berdasarkan data yang diperoleh dari perbankan pada bulan Februari 2025, pada tanggal 15 Mei 2025 PPATK melakukan menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan dormant," tulis PPATK dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Daftar Bank Komersial yang Setuju PPATK Bekukan Rekening, Kamu Simpan Uang di Bank Mana?
Diprotes Masyarakat
Keputusan PPATK tersebut kemudian diprotes masyarakat lantaran membuat mereka kerepotan mengurus pembukaan blokir.
Pasalnya, sebelum memblokir rekening, PPATK tidak memberikan peringatan terlebih dahulu kepada masyarakat yang rekeningnya akan diblokir.
Kebijakan blokir rekening dormant ini dinilai menyulitkan warga karena harus ke bank membuka rekening yang diblokir.
Masyarakat juga merasa tidak mendapat perlakuan adil atas aset pribadi mereka.
Salah satunya yang dialami EH (43), warga Bekasi, Jawa Barat.
Dia merasa diperlakukan tak adil setelah rekening yang disiapkan untuk biaya pendidikan anaknya senilai Rp 14 juta justru diblokir.
"Kebijakan aneh saja sih, jadi kayak random gitu. Kasihan buat orang-orang yang sangat butuh jadi terkendala," kata EH, Kamis (31/7/2025).
EH mengaku sudah mencoba melakukan klarifikasi ke bank, namun tetap tidak mendapatkan kepastian waktu.
"Saya sempat marah-marah di sana. Alasannya bukan kebijakan bank, tapi PPATK," kata EH.
EH mendesak pemerintah lebih selektif dalam menerapkan pemblokiran agar tidak menyasar warga yang tidak melakukan pelanggaran apa pun. "Lebih selektif jangan kayak gini, dia harus menganalisis dulu sebelum memblokir. Enggak random kayak gini," ujarnya.
Demikian juga yang dialami Azahra (26), karyawan swasta asal Bogor, Jawa Barat, yang mengaku kecewa ketika mendapati rekening miliknya diblokir tanpa pemberitahuan.
Padahal, rekening tersebut memang sengaja digunakan untuk menyimpan dana darurat.
“Saya kaget pas tahu rekening saya diblokir, padahal itu saya pakai untuk simpan uang saja. Kan enggak semua orang pakai rekening buat transaksi,” kata Azahra saat ditemui di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
“Itu tabungan buat keperluan mendesak. Jadi memang enggak sering dipakai, tapi kenapa tiba-tiba diblokir,” lanjutnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "OJK Bakal Revisi Aturan Rekening Dormant Setelah PPATK Diprotes Masyarakat"