Berita Langsa

Dua Kader Terbaik PC Nahdlatul Ulama Kota Langsa Raih Gelar Doktor

Penulis: Zubir
Editor: Safriadi Syahbuddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KADER PCNU - Dua kader Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Langsa, Dr. Junaidi, M.Pd.I dan Dr. Muhammad Ihsan, M.Ag meraih gelar doktor, Kamis (7/8/2025).

Laporan Zubir | Langsa

SERAMBINEWS.COM, LANGSA – Dua kader terbaik Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Langsa berhasil meraih gelar doktor sebagai bentuk nyata komitmen terhadap pengembangan intelektual dan pengabdian kepada umat.⁣

Adalah Dr. Junaidi, M.Pd.I, Ketua Prodi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam IAIN Langsa.

Ia berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Bullying dan Solusinya dalam Islam” dalam sidang promosi doktor pada bidang Ilmu Tarbiyah di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.⁣

Baca juga: Beut NU Warong Kopi Peringati 102 Tahun Nahdlatul Ulama di Aceh Barat, Abu Sibreh Soroti Hal Ini

Satu lagi, Dr Muhammad Ihsan, M.Ag. Ia dikenal aktif dalam bidang hukum Islam di lingkungan NU, juga sukses meraih gelar doktor di bidang Hukum Islam melalui sidang promosi doktor yang berlangsung di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan.⁣

Judul disertasinya "Penentuan pembagian harta bersama (Reformulasi Kompilasi hukum Islam) di Era kontemporer"⁣.

Menariknya, kedua tokoh NU ini menjalani sidang promosi doktor di hari yang sama, yaitu pada 7 Agustus 2025.

Momen tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi PCNU Kota Langsa.

Selain itu, menjadi inspirasi bagi generasi muda Nahdliyyin untuk terus menempuh pendidikan tinggi sebagai bagian dari perjuangan keilmuan dan sosial keumatan.⁣

Ketua PCNU Kota Langsa, Dr. T. Wildan, MA, menyampaikan, apresiasi dan harapan agar pencapaian ini membawa manfaat yang lebih luas dalam penguatan dakwah, pendidikan, dan peran strategis NU di tengah masyarakat.

Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama atau disingkat NU adalah organisasi Islam yang pernah menjadi partai politik di Indonesia.

NU termasuk organisasi Islam terbesar di dunia, juga merupakan badan amal yang mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir masyarakat untuk membantu peningkatan kualitas hidup umat Islam.

NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Kota Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan akidah Asy'ariyyah dan fiqih mazhab Syafi'i) dan kepentingan ekonomi anggotanya.

Pandangan keagamaan NU dianggap "tradisionalis" karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dan banyak menyusupi ajaran Islam ke dalam adat masyaraka.

Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang dianggap "reformis" karena membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-Qur'an dan Sunnah.

Beberapa tokoh NU adalah pendukung konsep Islam Nusantara, sebuah ciri khas Islam yang telah mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi, dan vernakularisasi sesuai dengan kondisi sosial budaya di Indonesia.

Islam Nusantara mempromosikan moderasi, anti-fundamentalisme, pluralisme dan pada titik tertentu, sinkretisme.

Namun, banyak sesepuh, pemimpin, dan ulama NU telah menolak Islam Nusantara dan memilih pendekatan yang lebih konservatif.

Mazhab

Nahdlatul Ulama mengikuti mazhab Asy'ariyah, mengambil jalan tengah antara kecenderungan aqli (rasionalis) dan naqli (skripturalis).

Organisasi tersebut mengidentifikasi Al-Qur'an, Sunnah, dan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris sebagai sumber pemikirannya.

NU mengaitkan pendekatan ini dengan para pemikir sebelumnya, seperti Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi di bidang teologi.

Di bidang fikih, NU mengakui empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali (berbeda dengan PERTI yang hanya bermazhab Syafi'i) tetapi dalam praktiknya jama'ah NU mayoritas dan cenderung bermazhab Syafi'i.

Dalam hal tasawuf, NU mengikuti jalan Al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi.[8] NU telah digambarkan oleh media barat sebagai gerakan Islam yang progresif, liberal dan pluralistik, tetapi merupakan organisasi yang beragam dengan faksi konservatif yang besar juga.

Nahdlatul Ulama telah menyatakan bahwa mereka tidak terikat pada organisasi politik manapun.

Asal usul

NU didirikan pada tahun 1926 sebagai organisasi ulama Muslim Asy'ari ortodoks, yang bertentangan dengan kebijakan modernis Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis), dan munculnya gerakan Salafi dari organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Indonesia yang sama sekali menolak adat istiadat setempat yang dipengaruhi oleh tradisi Hindu dan Buddha Jawa pra-Islam.

Organisasi ini didirikan setelah Komite Hijaz telah memenuhi tugasnya dan akan dibubarkan. Organisasi ini didirikan oleh Hasyim Asy'ari, kepala pesantren di Jawa Timur. Organisasi NU berkembang, tetapi basis dukungannya tetap di Jawa Timur. Pada tahun 1928, NU menggunakan bahasa Jawa dalam khotbahnya, di samping bahasa Arab.

Pada tahun 1937, meskipun hubungan NU dengan organisasi-organisasi Islam Sunni lainnya di Indonesia buruk, organisasi-organisasi tersebut membentuk Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) sebagai forum diskusi. Mereka bergabung dengan sebagian besar organisasi Islam lainnya yang ada pada saat itu. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan pada bulan September diadakan konferensi para pemimpin Islam di Jakarta.

Jepang ingin menggantikan MIAI, tetapi konferensi tidak hanya memutuskan untuk mempertahankan organisasi, tetapi juga memilih tokoh-tokoh politik yang tergabung dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) untuk kepemimpinan, daripada anggota non-politik NU atau Muhammadiyah seperti yang diinginkan penjajah. Lebih dari setahun kemudian, MIAI dibubarkan dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang disponsori Jepang. Hasjim Asjari adalah ketua nasional, tetapi dalam praktiknya organisasi baru itu dipimpin oleh putranya, Wahid Hasyim. Tokoh NU dan Muhammadiyah lainnya memegang posisi kepemimpinan.

Pada tahun 1945, Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Selama perang kemerdekaan Indonesia, NU menyatakan bahwa perang melawan pasukan kolonial Belanda adalah jihad/perang suci, wajib bagi semua umat Islam. Di antara kelompok gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan adalah Hizbullah dan Sabililah yang dipimpin oleh NU.(*)

Berita Terkini