Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama atau MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau Lem Faisal, memaknai 20 tahun damai Aceh dengan rasa syukur kepada Allah SWT.
Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kini sudah dua dekade damai Aceh pasca konflik yang berkepanjangan dengan Pemerintah RI.
Ribuan nyawa terbunuh, rumah rusak, pendidikan mandek, hingga pembangunan di Aceh tak berjalan kala itu.
Masyarakat dihantui rasa ketakutan akan terkena timah panas. Beruntung konflik berkepanjangan itu akhirnya mereda, usai Aceh diluluhlantakkan oleh bencana gempa dan tsunami 2004 silam.
GAM dan Pemerintah RI kemudian sepakat berdamai pada yang ditandai dengan penandatanganan MoU Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.
Kini 20 tahun pasca Aceh Damai, perubahan sudah tampak nyata. Masyarakat kini dapat bergerak bebas tanpa rasa takut. Pendidikan dapat dirasakan seluruh anak-anak hingga pelosok Aceh.
Provinsi Aceh kini tak kelam seperti 20 tahun lalu, rakyat hidup lebih leluasa tanpa dihantui rasa takut oleh bedil dan suara tembakan.
Baca juga: 20 Tahun Damai Aceh, Rektor UTU Minta Pusat tidak Abaikan Kewenangan Daerah
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama atau MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau Lem Faisal, memaknai 20 tahun damai Aceh dengan rasa syukur kepada Allah SWT.
Pasalnya, dalam konteks kebatinan, kemerdekaan perasaan sungguh sangat luar biasa dirasakan masyarakat.
“Kalau dulu kita ada rasa was-was dalam hati ke mana-mana, sekarang itu sudah tidak ada apa pun lagi,” kata Lem Faisal saat dihubungi Serambinews.com, Kamis (14/8/2025).
Meski dalam konteks kesejahteraan. saat ini masih ada yang hidup dalam garis kemiskinan. Akan tetapi rasa syukur tersebut tak boleh pudar dari hati masyarakat Aceh.
Namun menurut pria yang juga akrab disapa Abu Sibreh tersebut, terdapat dua tantangan dalam memaknai 20 tahun damai Aceh.
Tantangan pertama yakni bersifat eksternal.
Baca juga: 20 Tahun Perdamaian Aceh, Humam Hamid: Perjanjian Helsinki Akhiri Perang, Damai Aceh Belum Menang
Di mana saat ini masih ada beberapa turunan dari MoU Helsinki dan undang-undang nomor 11 sebagai implementasi penjabaran dari MoU Helsinki itu belum 100 persen terealisasi.