Pertambangan
Aktivis: Pencabutan Izin PT BMU Sudah Final, Jangan Ada Tekanan ke Mahkamah Agung
Menurut Ilham, langkah tersebut mencederai prinsip independensi peradilan dan menjadi preseden buruk bagi supremasi hukum di Indonesia.
Penulis: Ilhami Syahputra | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Ilhami Syahputra | Aceh Selatan
SERAMBINEWS.COM,TAPAKTUAN – Aktivis muda Aceh, Ilham Rizky Maulana, menegaskan bahwa pencabutan izin PT Beri Mineral Utama (BMU) sudah final dan jangan ada pihak yang menekan Mahkamah Agung (MA).
“Putusan kasasi Mahkamah Agung yang menguatkan pencabutan izin PT BMU sudah final dan mengikat. Upaya mendorong MA mengabulkan PK tanpa bukti baru (novum) adalah bentuk tekanan yang harus dilawan,” tegas Ilham dalam keterangan yang diterima, Senin (8/9/2025).
Ia menyampaikan Keprihatinannya atas adanya upaya dari sejumlah pihak yang diduga ingin menekan Mahkamah Agung (MA) agar mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Beri Mineral Utama (BMU) terkait pencabutan izin usaha pertambangan di Aceh Selatan.
Menurut Ilham, langkah tersebut mencederai prinsip independensi peradilan dan menjadi preseden buruk bagi supremasi hukum di Indonesia.
Selain itu, Ilham juga mengingatkan bahwa dua tahun lalu, dirinya bersama elemen mahasiswa dan aktivis lingkungan di Aceh telah menggelar aksi damai di Banda Aceh untuk mendesak Pemerintah Aceh mencabut izin IUP OP milik PT BMU karena dinilai merusak lingkungan dan merugikan masyarakat lokal.
“Tuntutan ini sudah kami suarakan sejak lama. Masyarakat Kluet Tengah merasakan langsung dampaknya—air tercemar, lahan rusak, dan ruang hidup mereka terganggu. Ini bukan sekadar narasi, ini fakta lapangan,” ungkapnya.
Ilham menegaskan bahwa Pemerintah Aceh telah bertindak benar dan sah secara hukum dalam mencabut izin PT BMU. Prosesnya pun melalui tahapan evaluasi, peringatan, hingga audit atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan.
Lebih lanjut, ia mengkritik PT BMU karena dianggap tidak menunjukkan komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan tidak menghormati hak-hak masyarakat lokal yang terdampak.
“Masalahnya bukan soal investasi. Kami tidak anti-investasi. Tapi Aceh butuh investasi yang taat aturan dan berpihak pada kelestarian alam serta masa depan generasi muda,” tambahnya.
Terkait dengan pengajuan PK oleh PT BMU, Ilham menegaskan bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan jika terdapat novum yang sah dan signifikan. Jika tidak, maka pengabulan PK justru melemahkan prinsip keadilan dan supremasi hukum.
“Mahkamah Agung adalah benteng terakhir keadilan. Biarkan mereka bekerja tanpa intervensi. Kalau PK tanpa novum dikabulkan, maka wibawa hukum kita benar-benar runtuh,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Ilham mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi, dan aktivis di Aceh untuk terus mengawal proses hukum ini.
“Hal itu agar berjalan secara bersih, transparan, dan berpihak pada rakyat serta lingkungan,” pungkasnya.(*)
Dukung Langkah Bupati Safaruddin, Ketua DPRK: Perusahaan Tambang tak Pro Rakyat, Silahkan Pamit |
![]() |
---|
Kadis ESDM Aceh: Lokasi Baru Penggalian Pasir dan Batu Perlu Secepatnya Ditetapkan |
![]() |
---|
BEM Nusantara Aceh Bahas Pengelolaan Pertambangan di Aceh |
![]() |
---|
Rafli: Pusat Masih Monopoli Perizinan Pertambangan di Aceh |
![]() |
---|
PT Pema Gunakan Pelabuhan Kuala Langsa untuk Bisnis Penjualan Sulfur ke Riau |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.