Aceh Barat Daya

Harga TBS Kelapa Sawit di Abdya di Bawah Harga Resmi, Ketua Apkasindo: Ini Bentuk Ketimpangan

Dalam rapat penetapan harga TBS kelapa sawit yang digelar Dinas Perkebunan Aceh pada 10 September 2025, jelas Muazam

Penulis: Masrian Mizani | Editor: Nur Nihayati
FOR SERAMBINEWS.COM
Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh Barat Daya (Abdya), Muazam 

Dalam rapat penetapan harga TBS kelapa sawit yang digelar Dinas Perkebunan Aceh pada 10 September 2025, jelas Muazam

Laporan Masrian Mizani I Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Meski Pemerintah Provinsi Aceh telah menetapkan harga resmi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, sejumlah pabrik di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) masih membeli TBS dari petani dengan harga di bawah Rp 3.000 per kilogram.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Abdya, Muazam, menyebut kondisi ini sebagai bentuk ketimpangan yang terus berulang dan sangat merugikan petani.

“Petani kita masih menerima harga di bawah Rp 3.000, padahal hasil rapat penetapan harga oleh Dinas Perkebunan Aceh sudah jelas,” ujar Muazam kepada wartawan, Selasa (16/9/2025).

Baca juga: Harga TBS Kelapa Sawit di Tingkat Petani Aceh Singkil Terus Naik 

Dalam rapat penetapan harga TBS kelapa sawit yang digelar Dinas Perkebunan Aceh pada 10 September 2025, jelas Muazam, harga TBS untuk umur tanaman 10–20 tahun ditetapkan sebesar Rp 3.459,54 per kilogram. 

“Harga ini berlaku hingga minggu keempat bulan September. Namun, implementasi di lapangan jauh dari harapan,” ucapnya.

Muazam menambahkan, dengan rata-rata harga CPO sebesar Rp 14.581,25 per kilogram dan harga kernel Rp 13.633,57, seharusnya tidak ada alasan bagi pabrik untuk menekan harga beli TBS sedemikian rendah. 

“Angka-angka ini cukup untuk memberi harga yang layak. Tapi kenyataannya, petani tetap jadi korban,” ucapnya.

Muazam juga menyebutkan ketidaksesuaian ini bukan sekadar soal teknis, melainkan soal keadilan. 

“Selisih ini bukan hanya soal angka, tapi soal keadilan. Petani jangan terus-menerus jadi korban ketidaksesuaian antara harga penetapan dan praktik di lapangan,” katanya.

Ia mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk tidak tinggal diam. 

Ia menuntut pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan harga penetapan, serta transparansi dalam sistem rendemen dan pembelian oleh pabrik.

“Kalau ini dibiarkan terus menerus, petani sawit akan terus merugi. Apalagi biaya perawatan dan pupuk semakin mahal. Jangan sampai jerih payah petani hanya jadi angka di atas kertas,” ungkapnya

"Petani juga bukan sapi perah. Pemotongan persen juga cukup tinggi sampai 6,5 persen.

Para pemilik pabrik harusnya punya perasaan," pungkas Muazam. (*)

Baca juga: Jelang HUT Ke-80 TNI, Kodim Aceh Timur Gelar Bakti Teritorial Prima, Bersihkan Masjid hingga Pasar

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved