Breaking News

Berita Banda Aceh

Fenomena Teumeunak dan Joget di Medsos, Pemerintah Aceh Diusul Bentuk Polisi Cyber Syariah

Fenomena ini jelas mengancam kita, karena media sosial adalah ruang yang paling sering diakses oleh anak-anak hingga dewasa di Aceh

Editor: mufti
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
OMONGAN KASAR - Ketua PRIDE Aceh, Mulyadi, menyoroti fenomena joget dan ngomong kasar yang kini marak di kalangan masyarakat Tanah Rencong, Minggu (21/9/2025). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Perkumpulan Rakyat Inisiatif Daerah untuk Empowerment (PRIDE) Aceh menyoroti fenomena joget dan ngomong kasar yang kini marak di kalangan masyarakat Tanah Rencong. Ketua PRIDE Aceh, Mulyadi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya hal tersebut, khususnya perempuan mulai dari remaja hingga ibu rumah tangga, yang tampil berjoget dan berbicara kasar. Bahkan, lebih parahnya ada yang membicarakan hal-hal menjurus ke aktivitas seksual hanya demi meraih perhatian dan hadiah digital (gift) dari penonton dan pengikutnya.

“Fenomena ini jelas mengancam generasi muda kita, karena media sosial adalah ruang yang paling sering diakses oleh anak-anak hingga orang dewasa di Aceh,” katanya, Minggu (21/9/2025). 

Mulyadi juga menegaskan, bahwa praktik tersebut telah merusak marwah Aceh sebagai daerah yang menegakkan Syariat Islam. Menurutnya, ruang digital yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal produktif justru dipakai untuk mempertontonkan perilaku yang jauh dari nilai-nilai Islam. 

Mulyadi bahkan menyebut para tiktoker yang secara sadar mempertontonkan aurat, berjoget erotis, dan berbicara kasar di ruang publik digital sebagai penjahat moral. 

“Mereka adalah perusak generasi muda, karena konten seperti itu ditonton ribuan orang setiap hari. Efeknya sangat besar dalam merusak pola pikir dan akhlak anak-anak kita,” tegasnya.

PRIDE menekankan perlunya kolaborasi antara Pemerintah Aceh, DPRA, aparat penegak syariat, dan Kemkomdigi untuk membangun regulasi yang jelas, termasuk mendukung pembentukan Polisi Cyber Syariah yang khusus memantau media sosial masyarakat Aceh.

“Siapa pun yang kedapatan berbusana tidak sopan, berbicara kasar, atau beraktivitas yang bertentangan dengan syariat dalam live, akunnya harus segera ditindak atau di-take down. Ini demi menjaga marwah Aceh dan melindungi generasi penerus dari kerusakan moral,” jelasnya. 

Lebih jauh, Mulyadi mengungkap, bahwa Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan penggunaan internet di Aceh. Pada 2017 hanya 22,86 persen masyarakat yang mengakses internet, angka itu naik menjadi 30,69 persen pada 2018, dan melonjak ke 35,60 persen pada 2019. 

Bahkan pada 2020, jumlah pengguna internet di Aceh mencapai 3,7 juta orang. Fakta ini membuktikan bahwa pengaruh media sosial semakin kuat di tengah masyarakat.

Melihat kondisi itu, PRIDE Aceh mendorong Pemerintah Aceh bersama DPRA untuk segera merumuskan qanun yang mengatur tata kelola aktivitas di media sosial agar selaras dengan Syariat Islam. 

Namun sebelum ada payung hukum tersebut, Mulyadi menilai Gubernur Aceh bisa mengeluarkan surat edaran sementara sebagai upaya awal untuk mengingatkan generasi muda agar lebih bijak bermedia sosial.

Selain itu, PRIDE Aceh juga meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) RI untuk turut membantu Pemerintah Aceh dalam melakukan pengawasan dan penindakan. 

Pasalnya, kata Mulyadi, menurut data yang diungkapkan Menteri Komdigi, Meutya Hafid, sebanyak 80 persen orang tua tidak mengetahui aktivitas digital anak-anaknya. Fakta ini, kata harus menjadi peringatan serius. “Jangan sampai anak-anak yang di luar rumah terlihat sopan, tapi di dalam kamar justru nakal di media sosial. Orang tua harus semakin waspada,” pungkasnya.(ra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved