Konflik Agraria

Ratusan Warga Cot Girek dan Pirak Timu Blokir Jalan Akses Truk Sawit PTPN IV, Protes HGU

Warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Aceh Utara Melawan mendirikan posko aksi di dua titik strategis, yakni Simpang Pucok Rinteh

Penulis: Jafaruddin | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
BLOKIR JALAN - Ratusan warga dari Kecamatan Cot Girek dan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, hingga Rabu (1/10/2205), masih terus memblokir jalan akses keluar masuk truk pengangkut buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional. 

Laporan Jafaruddin I Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Ratusan warga dari Kecamatan Cot Girek dan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, masih terus memblokir jalan akses keluar masuk truk pengangkut buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional 6.

Aksi yang sudah berlangsung sejak Sabtu (27/9/2025) dan sampai hari ini, Rabu (1/10/2205), itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap konflik agraria terkait lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.

Warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Aceh Utara Melawan mendirikan posko aksi di dua titik strategis, yakni Simpang Pucok Rinteh dan Simpang Pondok Kates, Kecamatan Cot Girek.

Warga memblokir jalan dengan memarkir sepeda motor dan duduk di jalan beralaskan terpal dan kardus, supaya mobil tidak bisa dilewati.

Mereka membangun tenda darurat sebagai simbol perlawanan dan tempat berkumpul selama blokade berlangsung. Akibatnya, sejak lima hari terakhir truk-truk sawit perusahaan tidak bisa beroperasi.

Seorang warga Gampong Alue Rimei, Pirak Timu Muhammad Isa kepada Serambinews.com, Rabu (1/10/2205), menyebutkan aksi ini merupakan bentuk penegasan masyarakat agar pemerintah dan perusahaan tidak lagi mengabaikan persoalan lahan.

“Sebelum ada pengukuran ulang lahan HGU, operasional perusahaan harus dihentikan,” tegas Isa.

Masyarakat Cot Girek dan Pirak Timu bahkan kemungkinan akan bergabung dengan warga Payang.

Menurut Isa, warga menilai luas HGU perusahaan yang sebelumnya disebut 7.500 hektare kini membengkak menjadi sekitar 15.000 hektare.

Hal itu menimbulkan keresahan masyarakat karena diduga banyak lahan yang seharusnya menjadi milik warga justru masuk dalam konsesi perusahaan.

Pada hari pertama aksi, staf lapangan perusahaan sempat datang menemui warga di lokasi pemblokiran. Namun, lantaran dianggap tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan, utusan tersebut langsung diminta kembali oleh warga.

“Yang kami butuhkan adalah kehadiran pihak berwenang dari perusahaan dan pemerintah, bukan sekadar staf lapangan. Masalah ini sudah lama dan harus diselesaikan secara serius,” tambah Isa.

Warga mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Utara segera turun tangan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik agar tidak berlarut-larut.

Jika tidak, mereka khawatir potensi gesekan akan semakin besar karena masyarakat sudah lelah menunggu kejelasan status tanah.

Aksi blokade ini disebut akan terus berlanjut hingga ada kepastian pengukuran ulang HGU dan kejelasan batas lahan yang sah.

Warga juga meminta agar pemerintah provinsi maupun pusat ikut terlibat dalam penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan tersebut.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved