Banda Aceh

Tepuk Tangan Penuh Haru saat Wisuda Armaya Rosa, Anak Tunanetra Raih Gelar Sarjana di UIN Ar-Raniry

Sejenak, auditorium hening, sebelum tepuk tangan kembali bergemuruh. Banyak mata yang berkaca-kaca. Momen itu menandai perjalanan...

Penulis: Sara Masroni | Editor: Eddy Fitriadi
FOR SERAMBINEWS.COM
WISUDA - Armaya Rosa, didampingi sang ayah dan Rektor, Prof Mujiburrahman saat wisuda Gelombang III (UIN Ar-Raniry di Auditorium Ali Hasjmy kampus setempat, Banda Aceh, Kamis (2/10/2025). 

Laporan Sara Masroni | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Suasana haru menyelimuti Auditorium Prof Ali Hasjmy kampus UIN Ar-Raniry, hari ketiga Wisuda Gelombang III Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry di Auditorium Ali Hasjmy kampus setempat, Banda Aceh, Kamis (2/10/2025). 

Armaya Rosa (25) berdiri gagah mengenakan toga kebanggaan kampus energi kebangsaan, sinergi membangun negeri. Di sampingnya, seorang Ayah yang tak pernah menyaksikan wajah putrinya dengan mata, tapi selalu menyalakan harapan dengan doa.

Hasril Hendra Armadi menggenggam tangan putrinya erat-erat. Kedua matanya kosong, tapi suaranya bergetar penuh syukur.

“Walaupun tidak bisa melihat langsung, saya tahu anak saya sudah menyelesaikan kuliahnya,” ujarnya lirih.

Sejenak, auditorium hening, sebelum tepuk tangan kembali bergemuruh. Banyak mata yang berkaca-kaca. Momen itu menandai perjalanan panjang di mana perjuangan, keterbatasan, dan cinta orang tua yang tak pernah padam, akhirnya sampai di panggung wisuda.

Armaya lahir di Sigli pada September 2000, dan besar di Banda Aceh. Ia anak pertama dari lima bersaudara. Sejak kecil, ia belajar tentang keteguhan hidup. Ayahnya, Hasril, yang tunanetra, mencari nafkah sebagai tukang pijat. Sang ibu, Saniah yang juga tunanetra bekerja sebagai tukang pijat dan mengurus rumah tangga.

Di rumah sederhana itu, pendidikan anak-anak menjadi prioritas utama. “Banyak tantangan, apalagi ekonomi keluarga kurang mampu. Tapi saya yakin anak saya bisa menyelesaikan kuliah,” kata Hasril.

Pesan itu menular ke Armaya. Selama 13 semester ia menempuh kuliah Kimia, menghadapi rintangan akademik dan motivasi. Tidak jarang ia hampir menyerah, tapi dorongan orang tuanya selalu datang menguatkan.

“Jangan minder, jangan malu, tetaplah berjuang,” begitu nasihat ayahnya.

Hari ini, perjuangan itu membuahkan hasil. Armaya lulus dengan IPK 3,11.

Di tengah stigma yang kerap menghantui anak-anak dari keluarga difabel, Armaya memilih bertahan dan bangga.

“Orangtua saya selalu menanamkan semangat. Walaupun mereka tunanetra, mereka tidak pernah menyerah. Itu membuat saya terus bertahan,” ujarnya dengan suara bergetar.

Hasril selalu meneguhkan hati anak-anaknya: “Saya selalu bilang, walaupun orang tua cacat tunanetra, kalian harus bisa seperti orang lain. Alhamdulillah, anak-anak saya tidak malu punya orang tua seperti kami.”

Di panggung wisuda, Armaya tersenyum bangga. Ia tahu, di balik toga yang dikenakannya, ada peluh dan doa orang tuanya. Doa yang tak bisa melihat, tapi bisa didengar dan dirasakan.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved