Opini
LAMEMBA dan Fondasi Mutu Pendidikan Tinggi Berdaya Saing Global
Dalam konteks inilah, pencapaian LAMEMBA (Lembaga Akreditasi Mandiri Ekonomi, Manajemen, Bisnis, dan Akuntansi) yang
Oleh: Prof D. Aprida, SE MSi, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh
PENDIDIKAN tinggi Indonesia berada pada persimpangan jalan yang kritis. Di satu sisi, kita dihadapkan pada gelombang disrupsi teknologi dan persaingan global yang semakin ketat.
Di sisi lain, terdapat potensi besar sebagai negara dengan populasi muda yang melimpah. Namun, potensi ini hanya akan menjadi mimpi jika tidak ditopang oleh kualitas pendidikan yang mumpuni dan diakui secara internasional.
Dalam konteks inilah, pencapaian LAMEMBA (Lembaga Akreditasi Mandiri Ekonomi, Manajemen, Bisnis, dan Akuntansi) yang baru saja meraih pengakuan International Standards and Guidelines (ISG) Alignment dari International Network for Quality Assurance Agencies in Higher Education (INQAAHE) bukan sekadar prestasi simbolis. Ini adalah sebuah terobosan strategis, sebuah kunci yang membuka pintu bagi Program Studi Magister Manajemen (EMBA) Indonesia untuk bersaing di papan atas global.
Tantangan Mutu Pendidikan Tinggi Indonesia
Data dari World Economic Fund (WEF) Global Competitiveness Report secara konsisten menunjukkan korelasi erat antara kualitas pendidikan tinggi dan daya saing suatu bangsa.
Negara-negara dengan peringkat daya saing tinggi, seperti Singapura, Swiss, dan Finlandia, memiliki sistem pendidikan tinggi yang kuat dengan mekanisme akreditasi yang kredibel dan diakui dunia. Sementara itu, posisi Indonesia masih perlu terus ditingkatkan.
Baca juga: Pajak Antara Cita Syariah dan Realita Pasar
Tantangan utama pendidikan tinggi Indonesia, khususnya di bidang bisnis dan manajemen, seringkali terletak pada kesenjangan (gap) antara kurikulum dengan kebutuhan industri global, serta lemahnya sistem penjaminan mutu internal.
Banyak program studi yang berjalan dengan standar lokal tanpa referensi yang memadai terhadap praktik terbaik (best practices) internasional. Akibatnya, lulusan seringkali kurang siap menghadapi dinamika pasar kerja global yang menuntut kemampuan analitis, kepemimpinan, dan adaptasi yang tinggi.
Di sinilah peran lembaga akreditasi seperti LAMEMBA menjadi sentral. Akreditasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah proses untuk memastikan bahwa sebuah program studi telah memenuhi standar mutu tertentu. Dengan memiliki lembaga akreditasi yang kredibel, sebuah bangsa pada dasarnya sedang "membangun fondasi" bagi kualitas sumber daya manusianya.
INQAAHE ISG Alignment: Bukan Sekadar Sertifikat, Tapi Pengakuan Sistem
INQAAHE bukanlah lembaga sembarangan. Sebagai jejaring global yang menghimpun lebih dari 300 badan penjaminan mutu dari lebih 90 negara, INQAAHE adalah semacam "PBB-nya" lembaga akreditasi pendidikan tinggi.
International Standards and Guidelines (ISG) yang mereka tetapkan merupakan kerangka kerja komprehensif yang menjadi acuan emas (gold standard) bagi lembaga akreditasi di seluruh dunia untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerjanya sendiri.
Mencapai "Alignment" atau "Kesesuaian" dengan ISG adalah proses yang rigor dan menuntut. LAMEMBA harus membuktikan bahwa seluruh sistem dan prosedurnya mulai dari governance, sumber daya manusia, proses evaluasi, hingga keputusan dan pelaporan telah memenuhi prinsip-prinsip utama ISG. Prinsip-prinsip ini mencakup:
Pertama akuntabilitas dan transparansi. Bagaimana LAMEMBA mempertanggungjawabkan keputusannya kepada publik dan pemangku kepentingan.
Kedua kemandirian dan otonomi, yaitu kemampuan LAMEMBA untuk bekerja secara independen tanpa campur tangan pihak lain yang dapat mempengaruhi objektivitas. Ketiga sumber daya yang memadai. Ketersediaan asesor yang kompeten dan berintegritas, serta sistem pendukung yang mumpuni.
Keempat proses yang konsisten dan andal, dimana standar operasional prosedur (SOP) yang jelas dan diterapkan secara konsisten pada semua program studi yang diakreditasi.
Kelima pengambilan keputusan yang berbasis bukti, yaitu setiap keputusan akreditasi harus didasarkan pada data dan fakta yang terverifikasi.
Dengan diraihnya pengakuan prestisius tersebut, LAMEMBA secara resmi berada dalam liga yang sama dengan lembaga-lembaga akreditasi terkemuka di dunia. Ini adalah sinyal kuat kepada dunia internasional bahwa sistem penjaminan mutu yang dibangun LAMEMBA sudah memenuhi standar global.
Dampak Konkret, yaitu mempercepat lompatan kualitas EMBA Indonesia. Lantas, apa implikasi nyata dari pencapaian ini bagi dunia pendidikan tinggi Indonesia, khususnya program EMBA? Pertama, Peningkatan Kredibilitas dan Pengakuan Global.
Sebuah gelar EMBA dari program yang terakreditasi LAMEMBA kini memiliki "paspor" internasional. Kredensial tersebut menjadi lebih mudah dipertimbangkan oleh perusahaan multinasional dan universitas luar negeri.
Ini akan mendongkrak daya saing lulusan di kancah global. Sebuah studi oleh Graduate Management Admission Council (GMAC) menunjukkan bahwa kandidat MBA semakin mempertimbangkan reputasi dan akreditasi program sebelum mendaftar.
Kedua, Konvergensi Standar Mutu. Pengakuan ISG Alignment memaksa dalam arti positif program studi EMBA di Indonesia untuk menaikkan standar lembaga.
Proses akreditasi LAMEMBA yang kini mengacu pada kerangka global akan mendorong program-program studi untuk mengevaluasi ulang kurikulum, metode pengajaran, kualifikasi dosen, dan sistem pembelajarannya.
LAMAMBA akan terdorong untuk mengadopsi praktik-praktik terbaik internasional, misalnya dengan meningkatkan kolaborasi dengan industri, memperbanyak studi kasus global, dan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning).
Ketiga, Menarik Minat dan Kepercayaan Internasional. Pencapaian ini dapat menjadi magnet bagi mahasiswa asing dan dosen internasional. Sebuah lembaga akreditasi yang diakui INQAAHE menciptakan rasa percaya (trust) bahwa program EMBA di Indonesia memiliki kualitas yang terjamin.
Pada akhirnya, ini dapat meningkatkan angka partisipasi mahasiswa asing (international student mobility) ke Indonesia, yang sejalan dengan visi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai tujuan pendidikan internasional.
Keempat, Peta Jalan untuk Lembaga Akreditasi Lainnya. Kesuksesan LAMEMBA menjadi contoh (role model) dan peta jalan bagi lembaga akreditasi mandiri (LAM) lainnya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa dengan komitmen, konsistensi, dan sistem yang baik, lembaga akreditasi dalam negeri mampu bersaing dan diakui setara dengan lembaga internasional.
Tantangan ke Depan dan Titik Balik Sejarah
Tentu saja, meraih pengakuan adalah sebuah awal, bukan garis finis. Tantangan ke depan justru lebih besar. LAMEMBA harus konsisten menjaga integritas dan kredibilitasnya di tengah kemungkinan tekanan politik maupun bisnis.
LAMEMBA juga harus terus berinovasi dalam menyusun standar yang tidak hanya mengacu pada global standards, tetapi juga relevan dengan konteks kekinian seperti ekonomi digital, sustainability, dan kewirausahaan sosial.
Selain itu, sosialisasi yang masif kepada pemangku kepentingan, khususnya kalangan industry perlu dilakukan. Pengakuan ISG Alignment harus diterjemahkan sebagai nilai tambah (value proposition) yang jelas bagi perusahaan dalam merekrut lulusan.
Secara keseluruhan, pencapaian LAMEMBA ini adalah sebuah titik balik (turning point). Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya mampu menjadi konsumen standar global, tetapi juga sebagai produsen yang aktif berkontribusi dalam ekosistem penjaminan mutu pendidikan tinggi dunia.
Dengan fondasi mutu yang kokoh dan diakui secara global, yang dibangun melalui lembaga akreditasi seperti LAMEMBA, Indonesia sedang menempuh jalan yang tepat untuk mencetak pemimpin bisnis masa depan yang tidak hanya unggul secara lokal, tetapi juga berdaya saing global.
Pada akhirnya, ini bukan sekadar tentang akreditasi program EMBA, melainkan tentang investasi strategis untuk membangun daya saing bangsa di pentas dunia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.