Haba Kampus

Bubu Karya USK, Inovasi Kurangi Tangkapan Hiu dan Pari Terancam dari Jaring Insang

Tim dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan USK bersama nelayan Panglima Laot Lhok Keluang, Aceh Jaya Jum'at (03/10/25)

|
Editor: IKL
IST
Tim Dosen FKP-USK memperkenalkan inovasi teknologi tepat guna berupa bubu untuk mengurangi tangkapan hiu dan pari serta meningkatkan tangkapan ikan target 

SERAMBINEWS.COM,ACEH JAYA - Tim dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala bersama nelayan Panglima Laot Lhok Keluang, Kabupaten Aceh Jaya, Jum'at (03/10/25).

melaksanakan program pengabdian kemitraan masyarakat melalui penerapan alat tangkap bubu ramah lingkungan sebagai solusi inovatif untuk mengurangi tangkapan sampingan (bycatch) hiu dan pari yang merupakan spesies terancam punah yang selama ini sering tertangkap tidak sengaja di jarring insang nelayan. 

Foto pari kekeh/yee baji yang tertangkap secara tidak sengaja pada jaring insang nelayan Lhok Keluang
Foto pari kekeh/yee baji yang tertangkap secara tidak sengaja pada jaring insang nelayan Lhok Keluang (IST)

Program ini juga bertujuan meningkatkan hasil tangkapan ikan target nelayan secara berkelanjutan. 

Program ini dipimpin oleh Ilham Fajri dari Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan-Universitas Syiah Kuala dengan dukungan dana pengabdian dari DPPM BIMA Kemendiktisaintek dan LPPM PTNBH Universitas Syiah Kuala.

Nelayan Lhok Keluang sedang mengimplementasikan bubu di lokasi penangkapan ikan
Nelayan Lhok Keluang sedang mengimplementasikan bubu di lokasi penangkapan ikan (IST)

Inisiatif ini juga melibatkan kolaborasi lintas disiplin ilmu dari USK, dengan anggota tim yang terdiri dari Inda Mardhatillah, Teuku Haris Iqbal, Ahmad Fauzan Lubis dari Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Tarmizi dari Prodi Teknik Geofisika.

Nelayan Lhok Keluang sedang mengimplementasikan bubu di lokasi penangkapan ikan
Nelayan Lhok Keluang sedang mengimplementasikan bubu di lokasi penangkapan ikan (IST)

Selama ini, nelayan Lhok Keluang masih mengandalkan jaring insang dasar (bottom gillnet) yang kerap secara tidak sengaja tertangkap ikan sampingan (bycatch) berupa anakan hiu martil/yee rimbah (Sphyrna lewini) dan pari kekeh/yee baji (Rhynchobatus australiae). 

Kedua spesies ini termasuk kategori Critically Endangered dalam daftar merah IUCN dan masuk Apendiks II CITES. Dalam satu musim penangkapan, satu kapal nelayan bisa tak sengaja menangkap puluhan hingga ratusan anakan hiu martil.

Kondisi tersebut mengancam kelestarian populasi kedua spesies tersebut yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Bubu ramah lingkungan yang dikenalkan pada program pengabdian di Lhok Keluang
Bubu ramah lingkungan yang dikenalkan pada program pengabdian di Lhok Keluang (IST)

Melalui penerapan ke alat tangkap alternatif yaitu bubu, nelayan didorong untuk beralih ke alat tangkap yang lebih selektif, efisien, dan ramah lingkungan.

Melalui program pengabdian ini, nelayan diperkenalkan cara membuat dan menggunakan bubu ramah lingkungan yang lebih selektif, sehingga hanya menangkap ikan target bernilai ekonomi tinggi seperti kakap dan kerapu, sekaligus mengurangi risiko masuknya hiu dan pari.

Bubu ramah lingkungan yang dikenalkan pada program pengabdian di Lhok Keluang
Bubu ramah lingkungan yang dikenalkan pada program pengabdian di Lhok Keluang (IST)

“Bubu ini dirancang agar nelayan tetap produktif, sementara spesies yang dilindungi bisa terjaga,” jelas Ilham Fajri. 

Selain ramah lingkungan, penggunaan bubu juga memiliki keunggulan ekonomis. Nelayan tidak hanya memperoleh ikan target dengan kualitas yang lebih baik, tetapi juga menghemat biaya operasional karena bubu dapat digunakan berulang kali dan relatif lebih tahan lama dibandingkan jaring insang.

Program ini mendapat dukungan penuh dari Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Keluang, yang berperan penting dalam menjaga aturan adat laut.

Panglima Laot Lhok Keluang saat ini dipimpin oleh Rusdiansyah sendiri, dan telah disahkan melalui Keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor 523.5/145/2023, dengan anggota nelayan aktif yang menggantungkan hidup dari hasil laut.

ist
(IST)

Selain itu, inisiatif ini sejalan dengan dukungan upaya konservasi dengan ditetapkannya Aceh Jaya sebagai Kawasan Konservasi Perairan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui KEPMEN-KP No. 76 Tahun 2020, serta pengakuan internasional dari IUCN yang menetapkan wilayah ini sebagai bagian dari Important Shark and Ray Areas (ISRA) – West Aceh. Hal ini sejalan dengan pencapaian SDGs 14 (Ekosistem Lautan) dan SDGs 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved