Sabang

Tiga Siswa MAN Sabang Ciptakan Riset AI untuk Selamatkan Bahasa Aceh

Ide tersebut lahir dari keprihatinan mereka terhadap semakin jarangnya penggunaan bahasa Aceh di kalangan muda.

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM/HO    
SISWA MAN SABANG - Tiga siswa MAN Sabang berhasil menembus semifinal Festival Madrasah Young Researcher (FEST MYRA) 2025 melalui riset berbasis AI untuk pelestarian bahasa Aceh. 

 

Ide tersebut lahir dari keprihatinan mereka terhadap semakin jarangnya penggunaan bahasa Aceh di kalangan muda.

Laporan Aulia Prasetya | Sabang

SERAMBINEWS.COM, SABANG – Keberhasilan siswa MAN Sabang ini patut dibanggakan.

Tiga siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sabang menorehkan prestasi membanggakan di ajang Festival Madrasah Young Researcher (FEST MYRA) 2025. 

Mereka berhasil menembus babak semifinal berkat proposal riset yang memadukan kecerdasan buatan (AI) dengan nilai-nilai kearifan lokal Aceh.

Riset bertajuk “Peran Kecerdasan Buatan dengan Nilai Filosofi Matee Aneuk Meupat Jeurat, Matee Adat Pat Tamita terhadap Pelestarian Bahasa Aceh” itu digagas oleh Zhairah Salsabila, Dea Fitriani, dan Chairul Amna. 

Ide tersebut lahir dari keprihatinan mereka terhadap semakin jarangnya penggunaan bahasa Aceh di kalangan muda.

Baca juga: SMA Negeri 1 Sabang Kembangkan EduConnect, AI Generatif untuk Dunia Pendidikan

“Awalnya kami melihat banyak teman sebaya sudah tidak bisa lagi berbahasa Aceh. Dari situ muncul gagasan menghadirkan AI agar bahasa Aceh bisa tetap hidup dan dipelajari dengan cara yang menarik,” ujar Zhairah Salsabila, mewakili tim, beberapa waktu lalu.

Guru pembimbing mereka, Hafiz Arif Lubis, S.Si, menjelaskan bahwa riset ini tidak sekadar menciptakan platform digital pembelajaran bahasa Aceh, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai filosofi adat. 

Pepatah Matee Aneuk Meupat Jeurat, Matee Adat Pat Tamita dijadikan dasar agar bahasa Aceh tidak sekadar dilestarikan secara bentuk, tetapi juga makna.

“Anak muda sekarang banyak yang menganggap bahasa Aceh kuno atau tidak keren. Padahal, hilangnya bahasa juga berarti hilangnya identitas dan nilai-nilai budaya. 

Karena itu, riset ini penting untuk menghidupkan kembali bahasa Aceh dengan pendekatan modern,” tegas Hafiz.

Ia menambahkan, karya tersebut membuktikan bahwa siswa madrasah mampu menghasilkan gagasan yang relevan dengan kebutuhan zaman.

“Mereka tidak hanya belajar agama dan ilmu umum, tetapi juga berpikir kritis untuk menjawab tantangan global,” ujarnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved