Breaking News

Feature

Razia Pelat BL di Sumut, Di Tengah Geurutee Wagub Aceh Hentikan Truk Pelat Luar Lalu Beri Uang Makan

Bukannya menegur atau menindak, Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah justru menyapa sopir truk dengan tangan terbuka dan uang makan.

Editor: mufti
TANGKAPAN LAYAR VIDEO KIRIMAN MUHAMMAD DAUD
BERI UANG SOPIR TRUK - Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah alias Dek Fadh menghentikan dua truk berpelat luar yang melintas di Gunung Geurutee, Aceh Jaya. Alih-alih melakukan razia, Dek Fadh malah menyapa ramah sambil memberikan uang makan. 

Di tengah kabut pegunungan, Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah alias Dek Fadh menghentikan dua truk berpelat luar. Bukan untuk razia, tapi untuk memberi uang makan. Gestur sederhana ini jadi pesan empati di tengah polemik pelat kendaraan antarprovinsi yang sedang memanas.

DI puncak Gunung Geurutee yang berkabut dan tenang, sebuah kejadian tak biasa menghangatkan suasana lintasan Meulaboh-Banda Aceh. Bukannya menegur atau menindak, Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah justru menyapa sopir truk dengan tangan terbuka dan uang makan.

Peristiwa ini terjadi Sabtu (4/10/2025), saat Dek Fadh bersama rombongan singgah di sebuah kafe di Geurutee, titik persinggahan favorit para pelintas barat selatan Aceh. Dalam video yang diunggah oleh staf khususnya, Muhammad Daud, dan akun Ilham Cutngoh, tampak sang wagub sedang menikmati kopi dan udara pegunungan, sebelum dua truk Hino jenis tronton melintas di depannya.

Dek Fadh yang melihat kendaraan tersebut bukan berpelat Aceh, lalu beranjak dari tempat duduknya dan menghentikan truk pertama. Ia menanyakan dari mana truk itu berasal. Sopir menjawab bahwa mereka dari Padang, Sumatera Barat atau plat BA.

Kemudian Wagub bertanya apakah mereka merasa aman di Aceh dan apakah ada yang memeriksa pelat kendaraan mereka. Sopir pun menjawab tidak. Wagub lalu kembali menanyakan apakah mereka sudah makan, dan juga dijawab belum. "Udah makan belom?," tanya Wagub. "Belum pak," jawab sopir.

Ia Dek Fadh mengeluarkan uang sebesar Rp 200 ribu dari kantongnya dan memberikan kepada sopir sambil mengatakan bahwa uang itu untuk makan mereka di dalam. "Ada di stop? Ada diperiksa pelat?" tanya wagub lagi. "Ngak ada Pak," jawab sopir.

Kejadian serupa juga dialami oleh truk lain berjenis Hino dengan pelat BK asal Sumatera Utara. Wagub menyetop truk tersebut dan menanyakan apakah mereka diperiksa mengenai pelat kendaraan. Sopir pun menjawab tidak. Ia kemudian menanyakan apakah mereka sudah makan. Lalu Wagub Aceh memberikan uang Rp 200 ribu kepada sopir untuk makan.

Kondisi ini menarik perhatian, apalagi bertolak belakang dengan kabar yang beredar tentang adanya penyetopan truk-truk berpelat Aceh di wilayah Sumatera Utara.

Seperti diketahui, sebelumnya Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menjadi sorotan setelah menghentikan truk berpelat BL (kode kendaraan dari Aceh) di Kabupaten Langkat. Aksi tersebut viral dan memicu polemik antarwilayah.

Bobby menyebut ini bukan razia, melainkan sosialisasi aturan yang akan diterapkan mulai 2026. Tujuannya adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak kendaraan yang beroperasi di Sumut. Pemprov Sumut bahkan menggratiskan biaya balik nama kendaraan untuk mendorong penggunaan pelat BK/BB.

Tak lama, Pemprov Sumut meminta maaf jika pesan yang tersampaikan terkesan melarang kendaraan pelat luar masuk ke Sumut. Mereka menegaskan bahwa kendaraan tetap bebas melintas, namun perusahaan yang beroperasi di Sumut diimbau menggunakan pelat lokal.

70 Persen Pelat BK

Sementara itu, warga Aceh kini mulai menyoroti maraknya penggunaan pelat BK oleh kendaraan yang berdomisili di Aceh, baik mobil pribadi, angkutan barang, maupun angkutan penumpang.

Muncul dugaan bahwa potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh yang hilang akibat banyaknya warga menggunakan pelat BK jauh lebih besar dibandingkan potensi PAD Sumut yang hilang akibat penggunaan pelat BL oleh pengusaha asal Aceh yang beroperasi di Medan.

Di Kota Langsa, jumlah kendaraan roda dua dan roda empat diperkirakan mencapai ratusan ribu. Namun, lebih dari 50 persen mobil pribadi masih menggunakan pelat BK. Berdasarkan data Samsat Langsa, jumlah kendaraan berpelat BL seri F (kode Langsa) tercatat sebanyak 123.001 unit, terdiri dari 113.432 unit roda dua dan sisanya roda empat. Kendaraan berpelat non-BL tidak tercatat di Samsat setempat.

Amatan Serambi pada Kamis (2/10/2025) menunjukkan bahwa mobil pribadi berpelat BL cukup jarang terlihat di Langsa. Bahkan di area perkantoran, kafe, dan jalan protokol, sekitar 70 persen kendaraan pribadi masih menggunakan pelat BK. Tak hanya warga sipil, aparatur negara pun banyak yang memilih pelat Sumut.

Kondisi ini secara tidak langsung merugikan Aceh, karena Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang dibayarkan setiap tahun masuk ke kas Sumatera Utara. Padahal, jika kendaraan tersebut terdaftar di Aceh, PKB bisa dimanfaatkan untuk menambah anggaran pembangunan daerah, termasuk Kota Langsa.

Meski demikian, warga lokal tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Ada sejumlah alasan logis yang membuat mereka memilih pelat luar daerah. Salah satunya adalah harga mobil bekas yang lebih murah di Medan. Selain itu, mobil berpelat BK lebih mudah dijual kembali di Sumut dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan pelat BL.

Untuk pembelian mobil baru, meski harga on the road (OTR) relatif sama, di Sumut sering ditemukan potongan harga, promo, dan kemudahan proses kredit leasing. Di Aceh, proses tersebut dirasakan lebih lambat dan kurang kompetitif.

Tak hanya pelat hitam, pelat kuning untuk angkutan barang dan penumpang juga masih banyak yang menggunakan pelat BK, meski persentasenya di bawah 50 persen dibandingkan mobil pribadi. Warga juga mengeluhkan lambannya proses administrasi kendaraan di Aceh. Untuk mendapatkan BPKB dan STNK, pemilik kendaraan harus menunggu hingga 4–6 bulan. Kondisi ini kontras dengan Sumut, di mana dokumen kendaraan bisa selesai dalam waktu singkat.(mun/zb)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved