Fenomena Pemasungan ODGJ

Rektor UIA Sebut Pasien ODGJ Jadi Sasaran Bully, Minta Pemerintah Turunkan Psikolog

“Selama ini terkesan, ada orang lain sakit atau disebut ODGJ  selalu kita justifikasi, sehingga kadang-kadang orang yang punya beban, sehingga...

Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/ HO
Rektor UIA, Dr Nazaruddin MA. 

“Selama ini terkesan, ada orang lain sakit atau disebut ODGJ  selalu kita justifikasi, sehingga kadang-kadang orang yang punya beban, sehingga stres dan sakit kita sering justifikasi, bully dan lainnya, sehingga menambah beban,” ujarnya.

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yusmandin Idris I Bireuen

SERAMBINEWS.COM, BIREUEN – Terkait pandangan Islam terhadap orang-orang kategori gangguan jiwa, dalam Islam ada konsep menghargai semua manusia termasuk yang sedang dalam sebutan ODGJ. 

Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas Islam Aceh (UIA), Dr Nazaruddin Abdullah MA menjawab Serambinews.com, Rabu (8/10/2025) terkait penanganan dan perhatian terhadap orang yang dalam kondisi “sakit”.

Ditambahkan, Islam sangat menghargai hak asasi manusia dan sakit dalam tanda kutip bukan keinginannya, maka tidak perlu dijustifikasi.

“Selama ini terkesan, ada orang lain sakit atau disebut ODGJ  selalu kita justifikasi, sehingga kadang-kadang orang yang punya beban, sehingga stres dan sakit kita sering justifikasi, bully dan lainnya, sehingga menambah beban,” ujarnya.

Dr Nazaruddin bercerita, dulunya di daerahnya ada satu kasus rekannya, suatu waktu ia bersama-sama pulang mengaji malam Ramadhan, besoknya ia
mulai terlihat stres.

Dalam waktu beberapa bulan,  sudah terlihat seperti ODGJ, jalan-jalan di kampung tidak tentu arah.

Beberapa waktu kemudian, ada satu orang di kampung peduli dengan saya dan mengajak makan dan minum kerja dan lainnya dan sangat peduli, makan dan minum serta diberi uang dan akhirnya sembuh.

Pelajaran penting katanya, apabila semua orang berperilaku sama dengan yang disebutkan tadi memperhatikan orang “sakit” maka semua akan baik.

“Sekarang rekan saya  yang dulunya sempat disebut sakit sejak beberapa tahun lalu sudah sembuh, sudah berkeluarga dan sudah memiliki anak,” ujarnya.

Baca juga: Jumlah ODGJ di Bireuen Capai 1.665 Orang, 7 Masih Dipasung

Tetapi selama ini banyak orang menjustifikasi dan kurang peduli, maka akan bertambah sakit bukan sembuh.

Prinsipnya Islam itu memberikan ruang yang sama kepada setiap orang untuk saling menghargai, sehingga
orang yang sakit bisa sembuh dan sama-sama saling peduli.

Menyangkut sudah adanya edukasi dan langkah strategis dari lingkungan perguruan tinggi, dayah dan lainnya terhadap yang “sakit” Dr Nazaruddin mengatakan, sejauh diketahui belum ada.

Pemerintah-pun sepertinya terkesan mengabaikan keberadaan mereka, sehingga hari ini bisa melihat
ada sejumlah orang yang mengalami gejala seperti itu dijauhi semua orang.

“Pemerintah punya psikolog yang seharusnya dalam kurun waktu tertentu menurunkan tim memberikan edukasi supaya masyarakat yang menghadapi berbagai situasi punya jalan keluar,” ujarnya.

Contohnya, ada orang banyak masalah dan ia tidak mengetahui masalah akan disampaikan kepada siapa, disampaikan kepada kawan takut di-bully, menyampaikan kepada keluarga akan lebih parah lagi.

Seharusnya pemerintah menyediakan konsultasi gratis, sehingga orang yang punya
masalah dan tidak mengetahui akan disampaikan kepada siapa ada lembaga yang dapat disampaikan.

“Selama ini yang saya tahu, pemerintah yang punya kewenangan itu belum terlihat langkahnya,” ujarnya.

Terkait informasi banyaknya pasien gangguan jiwa di Bireuen, dr Nazaruddin mengatakan, mungkin tingkat kesulitan di daerah berbeda-beda.

Dalam konteks luas, ada negara-negara yang kehidupannya bahagia di dunia.

Jadi, problematika yang dihadapi dalam kehidupan pada suatu daerah berbeda dan kadang-kadang menambah beban dan menjadi stress.

“Misalnya saat tidak ada uang sepeserpun dan duduk sendiri kita juga bisa stres, apalagi sudah berhari-hari ditambah beban keluarga dan lainnya tambah stres,” ujarnya.

Terhadap strategi dalam hal menangani dan mengurangi angka jumlah sakit, pemerintah bisa saja melibatkan
dayah, perguruan tinggi untuk menangani pada langkah awal sebagai pencegahan.

“Tahap pencegahan sangat penting, melalui edukasi, melihat persoalan yang timbul dalam masyarakat, saya pikir harus berpikir bersama menangani masalah orang “sakit,” ujarnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved