Berita Aceh Singkil

Sudah 35 Tahun Angku Tarlih Menjaga Pedang Panglima Kerajaan di Pulau Tungku 

Pulau tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil. 

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Mursal Ismail
SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI
PEDANG PANGLIMA BEDIL OYOK - Pedang Bedil Oyok alias Baeha Panglima Perang pertama kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku sekitar abad ke-17 lalu. Pedang tersebut dijaga Angku Tarlih Keturunan ke-6 dari Bedil Oyok di Desa Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil. Foto direkam 2020 lalu. 

Pulau tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Dede Rosadi I Aceh Singkil 

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Pulau Tuangku merupakan pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Banyak. 

Pulau tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil

Ada empat desa yang mendiami Pulau Tuangku, yang acap disebut Pulau Haloban. 

Masing-masing Desa Haloban, Asantola, Ujung Sialit dan Desa Suka Makmur. 

Abad ke-17 lalu Pulau Tuangku merupakan sebuah kerajaan. Wilayahnya mencakup Kecamatan Pulau Banyak Barat dan Kecamatan Pulau Banyak, pada masa kini. 

Namun Tuangku, sendiri disematkan dari nama raja terakhir yang bergelar Tuangku Umar atau Sutan Umar.

Baca juga: Sudah Tiga Hari Cuaca di Laut Aceh Singkil Buruk, Ikan di Pedagang Pinggir Jalan Kosong 

Kerajaan di batas Samudera Hindia, itu melahirkan seorang panglima perang tanggung yang peninggalannya masih ada hingga 2025. 

Panglima perang tersebut bernama Baeha yang masyhur dengan panggilan Bedil Oyok.

Peninggalan sang panglima yang masih ada hingga masa kini adalah pedang Bedil Oyok. 

Pedang peninggalan Panglima Bedil Oyok, sudah 35 tahun dijaga Angku Tarlih, yang tinggal di Desa Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat. 

Angku Tarlih merupakan keturunan ke-6 dari Bedil Oyok. Berkat Angku Tarlih, pedang yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 4 abad, itu masih terjaga. 

"Pedang peninggalan panglima masih tersimpan di rumah Angku Tarlih," kata Camat Pulau Banyak Barat, Mawardi, Minggu (19/10/2025). 

Baca juga: Seluruh Wilayah Aceh Singkil Diguyur Hujan, Awas Gelombang Tinggi 

Sesuai tradisi pedang masih dipegang Angku Tarlih, walau usianya sudah sepuh. Barulah ketika telah tiada diwariskan kepada anak laki-lakinya dan seterusnya. 

Pedang Panglima Bedil Oyok, menggunakan gagang tembaga, sedangkan sarungnya terbuat dari tanduk. 

Ketika dikeluarkan dari sarung pedang sudah mulai berkarat termakan usia. Bagian mata pedang mendekat ke ujung retak.

Panjang pedang sekitar semeter. Bentuknya  lentur, sehingga tak patah ketika ditekuk. 

Retakan pada mata pedang menyimpan nilai historis.

Kala itu Bedil Oyok, selaku panglima perang sedang bertarung menghadapi musuh yang bersembunyi di rumpun nibung. 

Bedil Oyok mengayunkan pedang menebas pohon nibung hingga menjatuhkan sang lawan. 

Tebasan itu menyebabkan mata pedang  di dekat ujung retak.

"Ini sudah makan korban ketika perang," kata Angku Tarlih pada tahun 2020 saat mengisahkan pertarungan Panglima Bedil Oyok menghadapi musuh yang bersembunyi di rumpun nibung. 

Berdasarkan literatur serta kisah dari mulut ke mulut, Pulau Tuangku setidaknya pernah dipimpin enam raja. 

Namun ada catatan sejarah terputus. Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku. Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku? 

Pulau Tuangku sendiri diambil dari nama raja terakhir bergelar Tuangku Umar atau Sutan Umar. 


Enam nama raja yang pernah memimpin yaitu, Sutan Malingkar Alam, lalu Sutan Mahmud, Sutan Marahamat, Sutan Setangkai Alam, Sutan Alam dan Sutan Umar (Tuangku Umar). 

Berdirinya kerajaan di Pulau Haloban, alkisah dahulu kala, di sekitar Pulau Banyak Barat saat ini, ada empat orang tinggal.

Pertama bernama Tutuwon yang diperkirakan berasal dari Padang Sidempuan bergelar Datuk Besar.

Lalu Lawoeka asal Simeulue bergelar Datuk Maharaja, Lasengak asal Nias bergelar Datuk Muda dan Hutabarat bersuku Batak bergelar Datuk Pamuncak.

Terjadi pertengkaran hebat antara Lawoeka dengan Lasengak, diperkirakan memperebutkan siapa yang paling berhak menguasai wilayah itu. 

Pertengkaran dilerai Tutuwon. Setelah itu Tutuwon mengajak Lawoeka dan Lasengak bertandang ke rumahnya yang diperkirakan berada di Pasi Panjang atau Kampung Lama penduduk Haloban sebelumnya. 

Di rumah Tutuwon disuguhi hasil bumi. Ini menyadarkan Lawoeka dan Lasengak bahwa ternyata ada yang lebih dahulu tinggal di Haloban.

Setelah itu lalu berkeliling adakah orang lain yang tinggal. Tiba di sekitar Pulau Aisakhu terlihat asap. Ketika didekati bertemulah dengan Malikul Braya. 

Berkeliling lagi kembali terlihat asap di daerah Air Dingin. Di situlah bertemu Hutabarat. Setelah itu berembuk menentukan siapa yang berhak menjadi raja. Lantaran diantara mereka tidak ada yang memiliki trah raja. 

Maka, Malikul Braya yang bergelar Imam Garang, dipercaya menjemput Sutan Malingkar Alam ke Pagaruyung Minangkabau di Sumatera Barat, saat ini. 

Setelah kembali ke Haloban, didirikanlah kerajaan sekitar abad ke-17. Kerjaan ini berdiri sendiri alias otonom.

Karena merasa tak berafiliasi, konon ketika pihak Kesultanan Aceh, memerintahkan kerajaan kecil  memerangi Belanda ditolak penguasa Pulau Haloban.

Bahkan utusan Kesultanan Aceh yang datang dihadang Baeha alias Bedil Oyok, Panglima Pertama Kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku. 

Utusan Kesultanan Aceh, sempat beberapa kali gagal masuk karena kesaktian Bedil Oyok sulit ditandingi. 

Hingga akhirnya ditemui kelemahannya. Bedil Oyok yang sakti mandraguna, kelemahannya dibedil telinganya. 

Sehingga namanya melegenda dengan sebutan Bedil Oyok yang dalam bahas Haloban artinya bedil telinga.

Catatan sejarah ini tentu memilki versi berbeda.

Pastinya sebuah penelitian baru-baru ini menyebutkan dua desa di Pulau Tuangku, yaitu Haloban dan Asantola, didiami suku yang berbahasa beda dari suku lainnya di Aceh. 

Bahasa itu disebut bahasa Haloban. Ini juga menjadi fakta, Pulau Tuangku, kaya akan budaya dan sejarah masa lalu yang menarik untuk diteliti. (*)  

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved