Cahaya Aceh
Kolaborasi Budaya, Aceh Siapkan Lompatan Besar Menuju WBTb 2026
Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I menggelar Konsolidasi Percepatan Pengusulan Penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb)
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I menggelar Konsolidasi Percepatan Pengusulan Penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia Tahun 2026 di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, pada 27–29 Oktober 2025.
Kegiatan ini menghadirkan perwakilan dari 23 kabupaten/kota se-Aceh dengan tujuan memperkuat koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan. Turut hadir Direktur Warisan Budaya, Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan RI, Made Dharma Suteja.
Dalam sambutannya, Kepala BPK Wilayah I, Piet Rusdi, menegaskan pentingnya komitmen bersama dalam melindungi dan melestarikan kekayaan budaya.
“Dari proses penetapan WBTb tahun ini, kita memahami bahwa misi Menteri Kebudayaan menekankan bahwa budaya adalah peradaban. Ini tantangan besar sekaligus peluang bagi kita untuk terus menjaga warisan leluhur,” ujarnya, Senin, 27 Oktober 2025.
Piet menambahkan, penguatan data, pendokumentasian, dan verifikasi karya budaya bukan sekadar proses administratif, melainkan bagian dari memperkokoh jati diri bangsa.
“Saya berharap lahir sinergi yang lebih kuat antara pemerintah daerah, tim ahli, komunitas budaya, dan pelaku seni dalam mempercepat usulan penetapan WBTb 2026,” tambahnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Dedy Yuswadi, yang membuka kegiatan secara resmi, menyampaikan apresiasi atas capaian Aceh yang berhasil membawa 17 karya budaya ditetapkan sebagai WBTb Indonesia tahun 2025, meningkat dari 11 karya pada tahun sebelumnya.
“Semakin banyak kabupaten/kota yang berpartisipasi dalam sidang penetapan WBTb. Ini bukti meningkatnya kesadaran daerah terhadap pentingnya pelestarian budaya,” tutur Dedy.
Ia menegaskan bahwa penetapan WBTb bukan sekadar euforia pengakuan, melainkan harus diikuti komitmen pelestarian berkelanjutan agar berdampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
“Warisan budaya Aceh bukan hanya tinggalan masa lalu, tetapi cerminan jati diri, nilai luhur, dan integritas masyarakat yang harus terus hidup lintas generasi,” ujarnya.
Dedy juga menekankan komitmen Pemerintah Aceh dalam perlindungan sejarah dan pemanfaatan kebudayaan secara inklusif. Penguatan kelembagaan adat, pelestarian situs sejarah, serta pengembangan objek pemajuan kebudayaan akan menjadi isu strategis pembangunan ke depan.
“Kami menargetkan agar tahun depan setiap kabupaten/kota dapat mengusulkan minimal dua karya budaya, sehingga Aceh bisa membawa pulang 46 sertifikat WBTb Indonesia tahun 2026,” tegasnya.
Melalui konsolidasi ini, diharapkan lahir kesepahaman dan langkah konkret antara pemerintah daerah, akademisi, komunitas budaya, dan pelaku seni.
Momentum ini menjadi pijakan strategis untuk memperkuat ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan, kolaboratif, dan inspiratif—sejalan dengan visi Pemerintah Aceh menjadikan kebudayaan sebagai sumber nilai, identitas, dan kesejahteraan masyarakat.(*)
| Disbudpar Aceh Gelar Pameran Temporer “Dari Reruntuhan Tumbuh Harapan” di Museum Tsunami |
|
|---|
| Pantai Ulee Lheue, Spot Ramah Keluarga di Pesisir Banda Aceh |
|
|---|
| Atraksi Memancing, Daya Tarik Wisata di Banda Aceh |
|
|---|
| Disbudpar Aceh Fokus Disiplin, Kolaborasi, dan Percepatan Realisasi Anggaran |
|
|---|
| 17 Karya Budaya Aceh Resmi Masuk Daftar Warisan Budaya Nasional |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.