Berita Banda Aceh

Dari 84 Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta di Aceh, Hanya  RSJ yang Layanannya Paripurna 

Disebutkan bahwa untuk tahun 2025, Kemenkes RI melakukan asesmen (penilaian) terhadap kinerja RS di seluruh provinsi di Indonesia. 

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM/HO
Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, dr Hanif 

Disebutkan bahwa untuk tahun 2025, Kemenkes RI melakukan asesmen (penilaian) terhadap kinerja RS di seluruh provinsi di Indonesia. 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM  - Kementerian Kesehatan  Republik Indonesia (Kemenkes RI) melakukan penilaian terhadap kualitas layanan di seluruh rumah sakit (RS) yang ada di Aceh, baik milik pemerintah maupun swasta, yang jumlahnya 84 unit.

Penilaian dilakukan berbasis data online setiap RS pada 24 Oktober 2025. 

Berdasarkan penilaian tersebut, satu-satunya RS yang dinyatakan paripurna pelayanannya adalah pelayanan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh yang saat ini dipimpin dr Hanif.

Kabar gembira bagi keluarga besar RSJ Aceh itu diumumkan Kemenkes pada akhir Oktober 2025 dan diinformasikan
Kasi Pelayanan Rujukan Dinas Kesehatan Aceh, dr Rais Husni Mubarak kepada Direktur RSJ Aceh, dr Hanif, Jumat (31/10/2025) malam.

Disebutkan bahwa untuk tahun 2025, Kemenkes RI melakukan asesmen (penilaian) terhadap kinerja RS di seluruh provinsi di Indonesia. 

Khusus di Aceh, ada 84 RS yang dinilai, baik RS pemerintah maupun swasta. 

Di antara RS pemerintah yang dinilai itu adalah Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Rumah Sakit Ibu dan Anak Aceh, RSU Meuraxa Banda Aceh, dan RS dr Zubir Mahmud, Idi Rayeuk, Aceh Timur.

Adapun RS swasta yang dinilai, antara lain, RS Petramedika Ummi Rosnati, RS Harapan Bunda Banda, Rumah Sakit Cempaka Lima,  RS Teungku Fakinah, dan RS Az-Zahra Banda Aceh.

Adapun aspek yang dinilai ada 24 kelompok penilaian, meliputi: 1) jantung dan pembuluh darah, 2) saraf/neurosains, 3) uronefro, 4) kesehatan ibu dan ginekologi, dan 5) kesehatan neonatus, 6) paru dan pernapasan/respiratori, 7) jiwa, 8) mata, 9) mosculuskeletal dan jaringan lunak, 10) infeksi dan parasit, 11) pelayanan telinga, hidung, dan tenggorokan, 12) neoplasma dan myeloproliferative.

Berikutnya, 13) endokrin, nutrisi, dan metabolik, 14) sistem pencernaan dan hepotibilier, 15) keracunan, 16) alergi imunologi dan rheumatologi, 17) hematologi, 18) trauma, 19) kulit dan penyakit kelamin, 20) gigi dan mulut, 21) luka bakar/burn, 22) rekonstruksi dan estetika, 23) forensik, dan 24) rehabilitasi.

Saat dikonfirmasi Serambinews.com di Banda Aceh pada Sabtu (1/11/2025) pagi, dr Hanif mengakui sudah mendapat informasi yang menggembirakan itu dari pihak Dinkes Aceh.

"Ya, Dokter Rais Husni Mubarak yang menyampaikan informasi itu ke saya," ujarnya. 

Hanif menyatakan selamat dan terima kasih kepada segenap manajemen dan para staf RSJ Aceh atas kinerjanya selama ini sehingga RSJ tersebut tahun ini mendapat kategori paripurna dalam pelayanan jiwa. 

"Hal ini juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang telah melengkapi segala fasilitas yang diperlukan untuk membuat layanan jiwa di rumah sakit ini paripurna. Untuk itu, kami sampaikan apresiasi dan terima kasih setinggi-tingginya," kata Hanif.

Ia berharap, rumah sakit jiwa yang dipimpinnya dapat terus mempertahankan kategori paripurna yang telah dicapai tahun ini pada tahun-tahun berikutnya. 

Kesimpulan dan saran

Dalam risalah penilaian itu, pihak Kemenkes RI juga membuat empat kesimpulan dan saran terkait  dengan hasil evaluasi tersebut. Ditujukan terutama kepada RS-RS yang belum mencapai standar pelayanan paripurna. 

Pertama, perubahan perlu dilakukan selain untuk melaksanakan amanat dari Undang-Undang  Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, dan Permenkes  Nomor 16 Tahun 2024, juga ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan 
kesehatan dan memudahkan akses pelayanan bagi masyarakat.

Kedua, perubahan konsep klasifikasi rumah sakit dan rujukan.
Penerapan suatu hal yang baru membutuhkan dukungan dan keterlibatan semua pihak terkait,
antara lain, pemerintah, rumah sakit, kolegium, dan organisasi profesi, serta penjamin pembiayaan
Kesehatan.

Ketiga, kesiapan rumah sakit sebagai fasyankes penerima rujukan.
Setiap RS hendaknya mengidentifikasi potensi layanan unggulan yang dimiliki dengan 
mempertimbangkan ketersediaan serta kemampuan pemenuhan SDM, prasarana, sarana, dan alat kesehatan pada kriteria klasifikasi, melakukan pemutakhiran data melalui aplikasi terkait, dan 
melakukan 'benchmark' (tolok ukur) terhadap RS yang telah memenuhi standar kompetensi layanan.

Keempat, kesiapan tenaga medis dan tenaga kesehatan di fasyankes. 
Tenaga medis dan tenaga kesehatan perlu segera beradaptasi dengan perubahan konsep yang 
ada, terutama memastikan pemenuhan kompetensi sesuai dengan jenjangnya karena akan
sangat memengaruhi keberhasilan implementasi sistem rujukan berbasis kompetensi. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved