Berita Banda Aceh

Mengadu ke DPRA, Buruh Aceh Minta Perkuat Perlindungan hingga Kesejahteraan Bagi Pekerja

“Kami menyampaikan berbagai masukan atau gagasan isu-isu perburuhan yang terjadi di Indonesia dan khususnya di Aceh. Di antaranya kita menyampaikan...

Penulis: Rianza Alfandi | Editor: Nurul Hayati
Tribunnews.com/Rianza Alfandi
MENYERAHKAN DOKUMEN – Aliansi Buruh Aceh (ABA) menyerahkan dokumen tuntutan terkait persoalan buruh Aceh kepada Ketua Komisi V DPRA sebagai bahan masukan dan pertimbangan strategis khususnya dalam fungsi pengawasan. Penyerahan dilakukan usai melakukan audiensi di ruang rapat Komisi V DPRA, di Banda Aceh, Senin (24/11/2025). 

 

 

Ringkasan Berita:
  • Aliansi Buruh Aceh (ABA) yang terdiri dari berbagai serikat pekerja melakukan audiensi dengan Komisi V DPRA, Senin (24/11/2025), menyampaikan aspirasi buruh.
  • Buruh meminta kenaikan upah minimum 8,5–10,5 persen, disesuaikan dengan kearifan lokal melalui qanun Aceh.
  • Menuntut DPRA memperkuat perlindungan buruh di berbagai sektor (perkebunan, pertambangan, jasa, industri).
  • Menilai masih banyak perusahaan di Aceh belum patuh terhadap aturan kesejahteraan pekerja.

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Rianza Alfandi | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Aliansi Buruh Aceh (ABA) yang terdiri dari beberapa serikat pekerja melakukan audiensi dengan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Senin (24/11/2025). 

Dalam kesempatan tersebut, para perwakilan aliansi buruh menyampaikan berbagai aspirasi dan isu perburuhan, seperti kondisi ketenagakerjaan di Aceh, terutama soal upah, perlindungan kerja, dan kesejahteraan buruh.

Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun, menegaskan bahwa pengupahan merupakan denyut nadi pekerja dan penentu daya beli masyarakat di Aceh.

“Kami menyampaikan berbagai masukan atau gagasan isu-isu perburuhan yang terjadi di Indonesia dan khususnya di Aceh. Di antaranya kita menyampaikan soal pengupahan sebagai denyut nadi pekerja buruh dan sebagai tolak ukur daya beli, kita sedang memperjuangkan upah minimum itu naik sebagaimana harapan kita 8,5 sampai 10,5 persen,” kata Habibi kepada Serambinews.com.

Habibi mendorong Pemerintah Aceh melalui DPRA untuk memperhatikan formulasi dari pemerintah pusat dalam penetapan upah minimum.

Namun, tetap disesuaikan dengan kearifan lokal melalui qanun Aceh.

Selain itu, Habibi juga menuntut Komisi V DPRA untuk memperkuat perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan buruh yang bekerja di berbagai sektor, mulai dari perkebunan, pertambangan, jasa, hingga industri lainnya. 

Baca juga: Ngoh Wan: Dari Anak Buruh Tani, Jadi Ketua Fraksi PKB di DPRA

Ia menilai Komisi V yang membidangi ketenagakerjaan bisa lebih banyak menerima masukan dari organisasi buruh agar kebijakan yang dirumuskan benar-benar menjawab kebutuhan pekerja di Aceh.

“Sehingga masyarakat Aceh dapat menikmati kesejahteraan tersebut dengan adanya kebijakan upah yang layak, jaminan sosial dan ada jaminan-jaminan dengan kearifan lokal yang diterima oleh pekerja,” jelasnya. 

Lebih lanjut, Habibi mengungkap, bahwa sejauh ini masih banyak perusahaan di Aceh yang belum berpedoman pada aturan terkait kesejahteraan pekerja

Padahal, Pemerintah Aceh dalam hal ini sudah menunjukkan upaya bersama memperbaiki kebijakan tentang ketenagakerjaan dengan melakukan revisi Qanun Ketenagakerjaan dari Qanun Nomor 7 Tahun 2014 menjadi Qanun Nomor 1 Tahun 2024.

“Namun demikian, tidak semua pasal dan ayat-ayat yang telah kita aspirasikan itu menjadi acuan dan pedoman dalam kebijakan ketenagakerjaan. Oleh karena itu kami meminta dievaluasi juga dinamika ketenagakerjaan yang ada, sehingga masyarakat kita sebelum bekerja, saat bekerja dan setelah bekerja itu terlindungi,” pungkasnya.

Adapun aliansi buruh yang hadir pada audiensi tersebut yakni KSPI, FSPMI, ASPEK INDONESIA, FSP ISI, FSPTI, SPSA, SPPI, FKUI, FSPPP, PGRI, KOBAR GB, GAM GB, SPAM, SPKA, UNIMIG dan GASPERMINDO.

Berikut Rekomendasi Aliansi Buruh Aceh sebagai bahan masukan dan pertimbangan strategis khususnya dalam fungsi pengawasan dan legislasi:

1. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Berbasis KHL 

Meminta DPRA untuk merekomendasikan kepada Pemerintah Aceh agar menetapkan UMP Aceh sebagaimana Putusan MK No.168/PUU-XVII/2024, dan berdasarkan Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 64 item serta melibatkan serikat pekerja secara penuh dalam proses pembahasan dan penetapan upah.

2. Pembentukan dan Penguatan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota

Meminta DPRA mendorong seluruh kabupaten/kota yang belum memiliki Dewan Pengupahan agar segera membentuk, mengaktifkan, dan mengoptimalkan fungsinya sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pembentukan dan Optimalisasi Peran dan Fungsi LKS Tripartit di Aceh

Merekomendasikan Pembentukan LKS Tripartite Kabupaten/Kota yang belum terbentuk dan penguatan peranan dan fungsi Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit di seluruh daerah untuk memastikan dialog sosial berjalan efektif sebagai mekanisme penyelesaian hubungan industrial.

4. Pembentukan Satgas Penanganan dan Pencegahan PHK

Meminta DPRA mendorong Pemerintah Aceh membentuk Satuan Tugas PHK guna mencegah, memonitor, dan menangani kasus pemutusan hubungan kerja secara cepat dan terukur.

5. Penegakan Norma Ketenagakerjaan dan Qanun Aceh

Memohonkan DPRA untuk mengawasi pelaksanaan pengawasan Tenaga kerja oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh terhadap perusahaan yang melanggar UU Ketenagakerjaan dan ketentuan Qanun Aceh, serta memastikan adanya penindakan tegas terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran.

6. Pelaksanaan Qanun Aceh Tanpa Diskriminasi

Meminta DPRA mengawasi pelaksanaan seluruh ketentuan Qanun terkait ketenagakerjaan, termasuk: Libur Meugang, Libur Tsunami, Libur Perdamaian, Tunjangan Meugang Agar diterapkan secara adil, konsisten, dan tidak diskriminatif d i seluruh sektor usaha.

7. Penetapan Upah Minimum Sektoral Kelistrikan (UMSP/UMSK)

Memohon dukungan DPRA untuk mendorong Pemerintah Aceh menetapkan UMSP/UMSK sektor kelistrikan, mengingat tingginya risiko kerja, kompetensi teknis, dan tanggung jawab sektor tersebut.

8. Inspeksi Rutin terhadap Perusahaan di Aceh

Merekomendasikan agar pengawas ketenagakerjaan melakukan inspeksi minimal dua kali dalam setahun pada seluruh perusahaan termasuk perusahaan penyedia tenaga kerja (outsourcing) untuk memastikan kepatuhan terhadap norma upah, status kerja, dan jaminan sosial.

9. Pembangunan Sistem Keterbukaan Informasi Ketenagakerjaan Berbasis Digital

Mendorong adanya platform digital keterbukaan informasi ketenagakerjaan yang komperhensif baik terkait informasi peluang lapangan kerja dan juga informasi lain seperti ketentuan dasar yang memuat standar hak-hak pekerja (upah, jam kerja, K3, jaminan sosial, cuti, status kerja), yang dapat diakses oleh: Pengawas,Perusahaan, Pekerja,Serikat pekerja,Masyarakat umum yang bertujuan pada sistem ini adalah meningkatkan transparansi, memperkuat pengawasan.

10. Mendorong Pembentukan Serikat Pekerja di Perusahaan

Meminta DPRA mendorong Pemerintah Aceh untuk mensosialisasikan, mengkampanyekan dan memfasilitasi pembentukan serikat pekerja di perusahaan-perusahaan yang belum memilikinya, sebagai bagian penting dalam memperkuat posisi tawar pekerja dan mendukung efektivitas pengawasan ketenagakerjaan.(*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved