Profil Munir Said Thalib, Aktivis HAM yang Tewas Diracun, Sempat Kritik Darurat Militer di Aceh
Meski sudah ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka dan telah menjalani hukuman, kasus pembunuhan Munir masih diselimuti misteri.
SERAMBINEWS.COM - Hari ini 21 tahun yang lalu, aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, meninggal dunia karena diracun dalam penerbangan menuju Belanda.
Meski sudah ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka dan telah menjalani hukuman, kasus pembunuhan Munir masih diselimuti misteri.
Pasalnya, otak atau aktor utama di balik kasus pembunuhan Munir belum terungkap sampai dengan saat ini.
Munir adalah seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) Tanah Air yang dikenal vokal dan berani dalam memperjuangkan penegakan HAM di Indonesia.
Munir konsisten memperjuangkan hak-hak sipil dan mendampingi berbagai kasus pelanggaran HAM bahkan sampai akhir hayatnya.
Beberapa kasus besar yang pernah didampinginya, yakni kasus pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis dan penembakan mahasiswa 1998, serta kritik terhadap pelaksanaan darurat militer di Aceh.
Namun, Munir dipaksa mengakhiri perjuangannya setelah ia dibunuh dengan cara diracun di udara dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.
Baca juga: Kaji Kasus HAM Masa Lalu, Mahasiswa UIN Ar-Raniry Hadirkan Istri Almarhum Munir
Biografi singkat Munir Said Thalib
Munir memiliki nama lengkap Munir Said Thalib, merupakan seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Munir lahir di Kota Batu, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965 dari ayah bernama Said Thalib dan ibu bernama Jamilah.
Dia anak keenam dari tujuh bersaudara yang memiliki garis keturunan Arab Hadhrami dan Jawa.
Munir menghabiskan masa kecil dan menempuh pendidikan di Malang.
Pada jenjang perguruan tinggi, Munir mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, dam cukup aktif di berbagai organisasi.
Munir pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Dia lulus dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 1989.
Munir mengawali karier sebagai relawan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tahun 1989, setahun sebelum lulus kuliah.
Munir semakin dikenal sejak menjadi salah satu pendiri dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Daftar karir perjuangan Munir:
-Relawan di LBH Surabaya
-Kepala pos LBH Surabaya di Malang, Jawa Timur
-Wakil Ketua Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
-Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
-Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Imparsial (lembaga pemantau HAM).
Daftar penghargaan yang diraih Munir:
-The Right Livelihood Award di Swedia pada 2000 ( penghargaan yang sering disebut Nobel Alternatif)
-Masuk satu dari 20 pemimpin politik muda pada milenium baru versi Majalah Asiaweek pada 1999 Tokoh 1998” versi majalah Ummat.
Di KontraS, Munir turut menangani kasus penghilangan paksa dan penculikan aktivis HAM pada 1997-1998 serta korban penembakan Tragedi Semanggi 1998.
Munir pun aktif mengawal dan mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh yang terjadi pada masa Operasi Jaring Merah (1990-1998) dan Operasi Terpadu (2003-2004).
Kemudian bersama Imparsial (lembaga swadaya masyarakat untuk penghormatan dan penegakan HAM), Munir memperjuangkan penegakan HAM terkait berbagai isu di Indonesia, termasuk kekerasan di Papua dan Aceh.
Munir mengembuskan napas terakhirnya pada 7 September 2004 karena dibunuh dengan cara diracun dalam penerbangan menuju Belanda.
Pada 12 September 2004, jenazah aktivis HAM Munir dimakamkan di Kota Batu, Jawa Timur.
Kronologi Kasus Pembunuhan Munir, Diracun di Udara pada 7 September 2004
6 September 2004: Pesawat Munir lepas landas
Pada 6 September 2004, Munir terbang ke Belanda dalam rangka melanjutkan studi pascasarjana.
Sekitar pukul 21.55 WIB, pesawat Garuda Indonesia yang ditumpangi Munir, dengan nomor penerbangan GA 974, lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
Pesawat yang ditumpangi Munir, sempat transit di Changi, Singapura, pada 7 September 2004 sekitar pukul 00.40 waktu setempat.
Saat transit, Munir sempat duduk di Coffee Bean. Kemudian pada pukul 01.50 dini hari, pesawat lepas landas dari Changi dan menuju Amsterdam, Belanda.
Baru tiga jam setelah take-off, Munir diketahui merasa sakit dan beberapa kali ke toilet.
Dia lalu dipindahkan dari tempat duduknya di kursi 40G ke kursi di samping dokter yang duduk di kursi 1J.
September 2025: Munir meninggal dunia
Meski sempat dirawat oleh dokter, nyawa Munir tidak dapat diselamatkan.
Munir mengembuskan napas terakhirnya pada pukul 08.10 waktu setempat, ketika pesawat berada di ketinggian 40.000 kaki di atas tanah Rumania.
Munir yang berangkat dari Jakarta dalam keadaan sehat, meninggal dunia sebelum pesawat mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Pesawat yang ditumpangi Munir sampai di Amsterdam, pada 7 September 2004 pukul 10.00 waktu setempat.
Setelah mendarat, 10 petugas polisi militer masuk ke pesawat untuk menjalankan prosedur pemeriksaan, dan seluruh penumpang dilarang turun selama 20 menit hingga pemeriksaan selesai.
12 September 2004: Munir dimakamkan
Jenazah Munir sempat diautopsi oleh pemerintah Belanda, sebelum dibawa pulang ke Indonesia untuk dimakamkan.
Setelah kembali ke Tanah Air, pada 12 September 2004, jenazah aktivis HAM Munir dimakamkan di Kota Batu, Jawa Timur.
November 2004: Munir diduga diracun di pesawat
Berselang dua bulan setelah kematian Munir, Institut Forensik Belanda (NFI) mengabarkan bahwa racun arsenik dalam jumlah dosis yang fatal ditemukan di tubuh Munir.
Dari sana mulai muncul kecurigaan bahwa Munir tewas karena diracun di pesawat.
Adapun pihak keluarga mendapatkan informasi terkait temuan racun dalam hasil autopsi Munir melalui media Belanda.
Pada 12 November 2004, istri Munir, Suciwati, mendatangi Mabes Polri untuk meminta hasil autopsi Munir.
Namun, ia gagal mendapatkan hasil autopsi suaminya.
Sejumlah LSM kemudian mengadakan jumpa pers di kantor KontraS untuk mendesak pemerintah segera melakukan investigasi, menyerahkan hasil autopsi kepada keluarga Munir, dan membentuk tim penyelidikan independen dengan melibatkan masyarakat sipil.
Desakan kepada pemerintah untuk mengungkap pelaku beserta dalang di balik kasus pembunuhan Munir pun disuarakan masyarakat di berbagai daerah.
Pada 28 November 2004, total ada 21 orang yang diperiksa Mabes Polri terkait kasus Munir, yang di antaranya delapan kru Garuda Indonesia yang melakukan penerbangan bersama Munir.
Desember 2004: SBY bentuk Tim Pencari Fakta
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu belum lama menjabat menggantikan Megawati, berjanji akan menindaklanjuti kasus pembunuhan Munir.
Mendapat desakan dan gelombang demonstrasi masyarakat dan para aktivis HAM, SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir pada 23 Desember 2004.
28 Februari 2005: Ada dugaan pemalsuan dokumen
Pada 2005, TPF mulai mendesak Polri untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus Munir.
TPF menilai, Polri terlalu lamban dalam mengungkap pembunuhan Munir, sedangkan pihak Garuda Indonesia seakan menutup-nutupi kasus tersebut.
Pada 28 Februari 2005, TPF menyebut pihak manajemen Garuda Indonesia diduga memalsukan surat penugasan Pollycarpus, seorang pilot Garuda, yang turut dalam penerbangan bersama Munir.
3 Maret 2005: TPF laporkan temuan kasus Munir
Pada 3 Maret 2005, Tim Pencari Fakta melaporkan adanya temuan terkait kasus Munir kepada Presiden SBY.
TPF menyebut terdapat indikasi kejahatan konspiratif karena ada kecurigaan keterlibatan oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi Garuda.
14-15 Maret 2005: Pollycarpus diperiksa Bareskrim Polri
Pada 14 dan 15 Maret 2005, penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus dan enam calon tersangka lain (empat dari PT Garuda Indonesia), yang direkomendasikan TPF.
Selain itu, TPF juga mencium keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) karena ada data percakapan antara Pollycarpus dengan orang BIN, Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi Pr, sebelum dan sesudah pembunuhan Munir.
18 Maret 2005: Pollycarpus jadi tersangka pembunuhan munir
Tim Pencari Fakta juga menyebut Pollycarpus telah menerima perintah dari BIN untuk membunuh aktivis HAM Munir.
Pada 18 Maret 2005, Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Munir dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
20 Desember 2005: Pollycarpus divonis 14 tahun penjara
Setelah melewati penyelidikan panjang dan beberapa kali persidangan, pada 20 Desember 2005, Pollycarpus dijatuhi vonis 14 tahun penjara karena menjadi aktor pembunuhan Munir.
Adapun Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan divonis satu tahun penjara lantaran dianggap menempatkan Pollycarpus sebagai extra crew di jadwal penerbangan Munir.
Sementara itu, tokoh-tokoh BIN yang diduga terkait dengan kasus ini, terbebas dari tuntutan atas pembunuhan Munir.
Setelah mendapatkan berbagai remisi hukuman, Pollycarpus yang semestinya baru keluar dari penjara pada 2022, sudah bebas bersyarat pada November 2014.
Dan selepas menjalani hukuman, Pollycarpus tetap kukuh menyatakan bahwa dia bukanlah pembunuh Munir.
Baca juga: Anggota DPR Dapat Uang Pensiun Seumur Hidup, Tertinggi Rp 3,6 Juta Per Bulan
Baca juga: VIDEO - Haji Uma Blusukan ke Koperasi Jalur Sutra, Serap Aspirasi Perajin Songket Aceh Besar
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Sempat Gagal, Pesawat Super Air Jet dari Jakarta Akhirnya Mendarat Mulus di Bandara SIM |
![]() |
---|
BREAKING NEWS - Super Air Jet dari Jakarta Batal Mendarat di Bandara SIM Akibat Cuaca Buruk |
![]() |
---|
Koh Thomas, Sosok Sederhana Pemilik Mie Sedap, Majukan Wisata Sabang Lewat Hotel Mata Ie Resort |
![]() |
---|
Thomas Kurniawan, Legenda Kuliner Mie Sedap Sabang Akan Dimakamkan Besok |
![]() |
---|
Desainer Legendaris Italia Giorgio Armani Meninggal Dunia di Usia 91 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.