9 Orang Jadi Tersangka Pembobolan Rekening Dormant Rp 204 M, 2 Dalang Pembunuhan Kacab Bank BUMN

Dalam melakukan aksinya, Candy mengeklaim sindikatnya itu merupakan bagian dari Satuan Tugas Perampasan Aset.

|
Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap kasus pembobolan bank senilai Rp 204 miliar yang dilakukan jaringan sindikat dengan modus mengakses rekening dorman dalam konferensi pers, Kamis (25/9/2025). 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap kasus pembobolan bank senilai Rp 204 miliar yang dilakukan jaringan sindikat dengan modus mengakses rekening dormant.

Rekening dormant adalah rekening bank yang sudah tidak aktif atau tidak digunakan untuk jangka waktu tertentu.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus pembobolan rekening dorman senilai Rp 204 miliar.

“Dari proses penyidikan tersebut, penyidik telah menetapkan sembilan orang tersangka,” kata Direktur Dittipidsus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).

Dia menjelaskan, sembilan tersangka ini berasal dari tiga kelompok berbeda.

Dua orang tersangka kasus pembobolan rekening dorman senilai Rp 204 miliar terlibat dalam kasus penculikan dan pembunuhan kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) sebuah bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (37).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf menyebutkan, dua tersangka tersebut adalah Candy alias Ken (41) dan Dwi Hartono (40).

“Dari sembilan pelaku di atas terdapat dua orang tersangka berinisial C alias K dan DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant,” ujar Helfi di kantor Bareskrim Polri.

“(Mereka) juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro,” imbuh dia.

Helfi menjelaskan, dalam perkara pembobolan rekening ini, Candy berperan sebagai mastermind, sedangkan Dwi Hartono bertugas membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir. 

Dalam melakukan aksinya, Candy mengeklaim sindikatnya itu merupakan bagian dari Satuan Tugas Perampasan Aset.

"Sejak awal bulan Juni 2025, jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu bank yang ada di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant,” kata Helfi.

Selain Candy dan Dwi, ada tujuh tersangka lain dalam perkara pembobolan rekening dormant ini yang terbagi ke tiga kelompok berbeda.

Dari internal bank, polisi menetapkan AP (50), kepala cabang pembantu yang memberikan akses ke aplikasi core banking system, serta GRH (43), consumer relations manager yang menjadi penghubung antara sindikat dan kepala cabang pembantu.

Dari kelompok eksekutor, ada C alias K (41) yang berperan sebagai mastermind dengan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset dan mengeklaim menjalankan tugas negara secara rahasia.

Selain itu, ada DR (44), seorang konsultan hukum yang melindungi kelompok serta aktif merencanakan eksekusi.

Lalu, NAT (36), mantan pegawai bank yang melakukan akses ilegal ke core banking system dan memindahkan dana ke sejumlah rekening penampungan.

Peran lain dimainkan R (51) yang menjadi mediator antara kepala cabang dan sindikat sekaligus menerima aliran dana, serta TT (38) yang berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal dan mengelola hasil kejahatan.

Sementara itu, kelompok pencucian uang terdiri dari DH (39) yang membantu membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir, serta IS (60) yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima aliran dana hasil kejahatan.

 

Baca juga: Pelaku Bobol Rp 204 Miliar Rekening Dormant BNI dalam 17 Menit, Mengaku Satgas Perampasan Aset

Pelaku Bobol Rp 204 Miliar Rekening Dormant dalam 17 Menit

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap modus pembobolan rekening dormant di salah satu kantor cabang bank BUMN di Jawa Barat.

Uang senilai Rp 204 miliar disebut dapat dipindahkan ke sejumlah rekening penampung hanya dalam waktu 17 menit.

“Dengan melakukan pemindahan dana secara in absentia senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampungan yang dilakukan 42 kali transaksi dalam waktu 17 menit,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Bareskrim, Kamis (25/9/2025).

Kasus ini diduga terjadi pada 20 Juni 2025 dan berhasil diungkap Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri.

Helfi mengatakan, sejak awal Juni 2025, sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset sempat bertemu dengan kepala cabang pembantu bank tersebut di Jawa Barat, untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant.

Dari pertemuan tersebut, sindikat memaparkan cara kerja serta peran masing-masing, mulai dari persiapan, eksekusi, hingga pembagian hasil.

Polisi menduga ada unsur pemaksaan dalam aksi ini.

“Jaringan sindikat pembobol selaku tim eksekutor memaksa kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller dan kepala cabang, serta apabila tidak mau melaksanakan akan terancam keselamatan kepala cabang tersebut beserta seluruh keluarganya,” kata Helfi.

Ia menuturkan, sekitar akhir Juni 2025, jaringan sindikat bersama kepala cabang bersepakat melaksanakan eksekusi pada Jumat pukul 18.00 WIB, atau setelah jam operasional bank.

Waktu tersebut dipilih lantaran dinilai sebagai celah untuk menghindari sistem deteksi bank.

Eksekusi lantas dilakukan oleh seorang mantan teller yang berperan sebagai eksekutor.

Ia melakukan akses ilegal ke aplikasi core banking system untuk memindahkan dana senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampung.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang tersangka, terdiri dari karyawan bank, eksekutor, hingga pelaku tindak pidana pencucian uang.

Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain uang sekitar Rp 204 miliar, 22 unit telepon genggam, satu hard disk, dua DVR CCTV, satu unit mini PC, dan satu notebook.

“Dari hasil penyidikan yang dilakukan, berhasil memulihkan dan menyelamatkan seluruh dana yang ditransaksikan secara ilegal dengan total Rp 204 miliar,” tutur Helfi.

Para pelaku dijerat dengan sejumlah pasal, yakni tindak pidana perbankan dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar, pasal ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, pidana transfer dana dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Baca juga: Sosok S Pemberi Data Rekening Dormant Rp 70 Miliar ke Otak Penculikan Kacab Bank BUMN, Masih DPO

Pembunuhan kacab bank BUMN

Seperti diketahui, Candy dan Dwi Hartono juga sudah berstatus sebagai tersangka kasus penculikan dan pembunuhan kepala kantor cabang bank BUMN Ilham Pradipta.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa motif penculikan dan pembunuhan berkaitan dengan rencana memindahkan dana dari rekening dorman ke rekening penampungan.

“Para pelaku atau tersangka berencana melakukan pemindahan uang dari rekening dorman ke rekening penampungan yang telah dipersiapkan,” kata Wira.

Kasus ini bermula saat Ken bertemu dengan Dwi Hartono pada Juni 2025.

Ken disebut memiliki rencana memindahkan dana dari rekening dorman dengan bantuan tim IT yang sudah disiapkan.

“Namun, untuk melaksanakan hal tersebut, memerlukan persetujuan atau pun otoritas dari kepala bank,” ujar Wira.

Secara keseluruhan, ada 18 orang yang terlibat dalam kasus penculikan dan pembunuhan Ilham, terdiri dari 15 warga sipil dan 2 prajurit Kopassus, sedangkan satu orang sipil masih buron. 

Dalam struktur kelompok, Candy alias Ken, Dwi Hartono, AAM alias A (38), dan JP (40) disebut sebagai dalang atau mastermind.

Eksekutor penculikan terdiri dari Erasmus Wawo (27), REH (23), JRS (35), AT (29), dan EWB (43).

Kopda FH (32) ikut terseret karena menyediakan tim penculik setelah menyanggupi tawaran pekerjaan dari Serka N (48).

Sementara itu, eksekutor penganiayaan meliputi JP yang juga masuk klaster dalang, serta MU (44) dan DSD (44).

Serka N turut serta setelah menerima tugas dari JP atas perintah Dwi Hartono.

Adapun kelompok surveillance atau pembuntut korban terdiri dari Wiranto (38), Eka Wahyu (20), Rohmat Sukur (40), dan AS (25) yang berperan membuntuti korban sebelum dieksekusi.

Baca juga: VIDEO DLH Aceh Singkil Umumkan Hasil Uji Lab Dugaan Pencemaran Limbah PT Nafasindo 

Baca juga: Pertamina Patra Niaga Salurkan 300 Tabung Elpiji 3 Kg di Pasar Tani Aceh Barat

Baca juga: Kisah Pasien Diejek Dokter Saat Tak Sadar, Akhirnya Menang Gugatan Rp6,7 M, Rekaman Suara Jadi Bukti

Sudah tayang di Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved