Mahfud MD: KPK Bisa Mulai Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh soal Pindah Kontrak dari Jepang ke China

Mahfud MD menilai ada kejanggalan sejak perpindahan kerja sama dari Jepang ke China, terutama terkait perubahan skema pendanaan dan kontrak.

Editor: Mursal Ismail
KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA
DUGAAN KORUPSI - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri secara menyeluruh dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. Mahfud MD menilai ada kejanggalan sejak perpindahan kerja sama dari Jepang ke China, terutama terkait perubahan skema pendanaan dan kontrak. 

Mahfud MD menilai ada kejanggalan sejak perpindahan kerja sama dari Jepang ke China, terutama terkait perubahan skema pendanaan dan kontrak.

SERAMBINEWS.COM - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri secara menyeluruh dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. 

Mahfud MD menilai ada kejanggalan sejak perpindahan kerja sama dari Jepang ke China, terutama terkait perubahan skema pendanaan dan kontrak.

Mahfud juga menyoroti pembengkakan biaya (cost overrun) proyek dari 5,13 miliar dolar AS menjadi 7,27 miliar dolar AS, serta munculnya campur tangan pemerintah meski proyek disebut bersifat business to business (B2B).

Sementara itu, KPK membenarkan bahwa kasus dugaan korupsi Whoosh sudah diselidiki sejak awal 2025.

Lembaga antirasuah ini masih menghimpun bukti dan keterangan untuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana dalam proyek strategis nasional tersebut.

Sebagai informasi, Whoosh sebenarnya sempat akan dikerjakan oleh pihak Jepang dan telah melakukan studi kelayakan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA).

Baca juga: KPK Selidiki Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh, Gali Informasi Secara Tertutup

Dalam kerja sama dengan Indonesia, Jepang menawarkan skema pinjaman dengan bunga rendah yakni 0,1 persen dengan masa tenggang 10 tahun.

Namun, tiba-tiba kerjasama beralih ke China dan model kerjasama yang dipilih yakni business to business (B2B) dan skema pinjaman dengan bunga 2 persen dan tenor 40 tahun.

Tawaran kerja sama ini didukung oleh Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno pada tahun 2016 karena dalam kontrak dijanjikan utang proyek Whoosh tidak akan menguras APBN Indonesia.

Perpindahan kerja sama inilah yang diminta Mahfud untuk diungkap oleh KPK. Pasalnya, Mahfud mengatakan ada kejanggalan terkait perubahan kerjasama tersebut.

"(Penyelidikan bisa dilakukan KPK) saat proses pembuatan kontrak, pemindahan kontrak dari Jepang dan China, itu patut dipertanyakan.

"Meskipun orang bisa mengatakan, itu biasa dalam bisnis. Tapi menurut saya tetap mencurigakan," katanya dikutip dari program Kompas Petang di YouTube Kompas TV, Senin (27/10/2025).

Baca juga: Arab Saudi Bangun Kereta Cepat Sepanjang 1.500 Km Anggaran Rp 116 Triliun, Riyadh ke Jeddah 4 Jam

Selanjutnya, Mahfud menyarankan KPK untuk menyelidiki penyebab terjadinya pembengkakan (cost overrun) dalam pembangunan proyek Whoosh.

Sebenarnya anggaran awal pembangunan Whoosh sebesar 5,13 miliar dolar AS tetapi terus mengalami pembengkakan hingga terakhir pada tahun 2022 menjadi 7,27 miliar dolar AS.

"Kemudian (KPK bisa menyelidiki terkait) mengapa bisa terjadi cost overrun. Itu semua, tidak kita katakan sebagai korupsi, tidak tapi harus diselidiki," ujarnya.

Mahfud turut menjelaskan bahwa KPK bisa terlebih dahulu memeriksa seluruh dokumen terkait proyek Whoosh.

Setelah itu, sambungnya, komisi antirasuah bisa memeriksa Menteri BUMN di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama hingga tim yang ditunjuk untuk melaksanakan proyek tersebut.

Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut materi penyelidikan yang terpenting yakni dokumen terkait kerja sama Indonesia-China dalam proyek Whoosh.

Baca juga: VIDEO - AHY Pikir Keras Cari Solusi Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh Rp 116 Triliun

Pasalnya, menurut Mahfud, China memiliki aturan di mana kontrak kerja sama dilarang untuk diketahui publik.

"Yang paling penting, dokumen (kerjasama) seperti apa? Karena konon kalau transaksi dengan China, dokumen tidak boleh dibuka ke siapapun. Hanya pihak pemerintah (China) dan pemerintah (Indonesia)," jelas Mahfud.

"BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) punya nggak tentang rincian keuangan dan berbagai jaminan yang dimungkinkan itu," sambungnya.

Ada Campur Tangan Pemerintah dalam Proyek Whoosh, Padahal Kerja Sama Bersifat B2B

Mahfud juga mengatakan meski pada awalnya, kerja sama proyek Whoosh bersifat B2B, tetapi justru berakhir adanya campur tangan pemerintah Indonesia.

Dia mengungkapkan hal itu terbukti lewat terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah Untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sasrana Kereta Cepat Antar Jakarta dan Bandung.

Baca juga: Utang Kereta Cepat” Whoosh” Cina: Akankah Prabowo Mengikuti Jejak Mahathir?

"Loh katanya dulu nggak ada jaminan dari pemerintah, kok sekarang ada jaminan dari pemerintah?" ujar Mahfud.

Menurutnya, terbitnya PMK tersebut buntut dari aturan China yang tidak ingin kontrak kerja sama diketahui oleh publik.

Mahfud mengatakan aturan ini menjadi wujud 'jaminan' dari Indonesia dalam kerjasama proyek Whoosh dengan China.

"Dari tim penelitian di Jerman terhadap kontrak-kontrak dengan China itu, selalu ada jaminan yang dirahasiakan."

"Jaminannya apa? Nanti kalau ini terjadi, apa dulu yang dijaminkan? Lalu tata caranya ini sudah disiapkan kalau mau berpikir curiga atas kejadian sesuatu," kata Mahfud.

KPK Mulai Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Whoosh

Baca juga: Soroti Utang Kereta Cepat Whoosh Rp 116 T, Rocky Gerung Sebut Jokowi Tak Bisa Tidur Nyenyak

Sebelumnya, KPK mengonfirmasi sedang melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi Whoosh.

Secara khusus, KPK mengungkapkan bahwa penanganan perkara ini telah dimulai sejak awal tahun 2025.

"Ya benar, jadi perkara tersebut saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di KPK," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).

"Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan," sambungnya.

Budi menjelaskan, karena statusnya masih dalam tahap penyelidikan, KPK belum bisa membeberkan temuan atau progres rinci kepada publik. 

Pihaknya masih fokus untuk mencari keterangan dan bukti terkait unsur-unsur peristiwa pidananya.

"Sehingga karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detail terkait dengan progres atau perkembangan perkaranya, belum bisa kami sampaikan secara rinci," ujar Budi.

Ketika ditanya mengenai proses penyelidikan yang memakan waktu hampir satu tahun, namun belum naik ke tahap penyidikan, Budi menampik adanya kendala khusus.

"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini," jelasnya.

Budi juga menolak memerinci materi substansi penyelidikan, termasuk saat dikonfirmasi apakah dugaan korupsi tersebut terkait dengan penggelembungan anggaran atau mark up yang ramai dibicarakan publik.

"Itu masuk ke materi penyelidikan, sehingga kami belum bisa menyampaikan materi substansi dari perkara ini," ucapnya.

Sikap tertutup yang sama ditunjukkan Budi saat ditanya mengenai pihak-pihak yang telah dimintai keterangan, seperti direksi PT KCIC atau pejabat terkait lainnya. 

Ia menegaskan KPK tidak memublikasikan pihak yang dipanggil dalam tahap penyelidikan.

"Namun kami pastikan ya, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, untuk memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini," tuturnya. (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mahfud MD: KPK Bisa Mulai Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh soal Pindahnya Kontrak dari Jepang ke China

Berita lainnya terkait Kereta Cepat

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved